Kai menatap layar di depan matanya dengan penuh konsentrasi. Sedangkan jari-jemarinya menari di atas keyboard dengan lincah. Sementara itu, ponselnya yang terletak di samping tiba-tiba menyala. Dan nama Dalton yang pertama kali ia lihat ketika melirik ponsel itu.
Pria itu tidak menggubris pesan tersebut. Kembali melanjutkan pekerjaannya dan tidak ingin kehilangan fokus. Namun, saat ponselnya benar-benar bergetar, Kai mendengkus. Dengan sebelah tangan ia meraih ponsel tersebut tanpa minat. Jika saja Dalton mengatakan hal yang tidak begitu penting, ia jamin akan membuat sahabatnya itu tak mampu menghubungi dirinya lagi.
"Hn?"
Kai melemaskan bahu. Menyenderkan punggung pada kursi dengan ekspresi datar.
"Wanitamu, dia baru saja mengalami kecelakaan!" Suara di seberang telepon terdengar terburu-buru. Namun, Kai masih bisa mendengarnya dengan jelas. Sangat jelas sampai ia tiba-tiba bangkit dari posisinya.
"Di mana dia sekarang?!"
19.20 WIB.Nathalie menoleh. Pada pintu yang baru saja dibuka dan menampakkan seorang Kai yang masuk membawa karangan bunga di tangannya.Ketika kedua mata mereka saling bertemu. Nathalie dapat melihat tatapan lembut yang pria itu berikan padanya. Terlihat teduh."Cantik sekali," ucap Nathalie mengomentari bunga yang kemudian diletakkan di atas nakas samping tempat tidurnya.Pria itu tersenyum. Ia telah memindahkan Nathalie ke ruangan VVIP agar wanita itu merasa lebih nyaman dan tenang. Fasilitas terbaik harus ia berikan pada kekasihnya tersebut.Menggeser kursi dan kemudian mendudukinya."Apa ada yang ingin kau makan?" tanyanya penuh perhatian.Sedangkan Nathalie balas menggeleng. Untuk saat ini, dirinya sedang tidak ingin melakukan sesuatu. Hanya bersama dengan Kai sudah cukup baginya untuk menghilangkan kebosanan yang sejak tadi menyelimuti."Kalau begitu, aku akan ke kamar mandi sebentar." Pria itu b
Semua orang tunduk padanya. Berlutut dengan hormat di hadapan seseorang yang kini memasuki ruangan dengan langkah lebar. Suara ketukan sepatu yang bersinggungan dengan lantai terdengar kontras dengan ruangan yang hening.Orang yang memakai pakaian serba hitam tersebut duduk. Wajahnya tanpa ekspresi. Seketika, hawa yang ada di sana terasa lebih dingin dari sebelumnya. Mematikan sel-sel di tubuh ketika suaranya mulai terdengar.Salah satu pria yang ada di sana mendekat. Menyalakan korek api untuk orang tersebut."Bagaimana skema kecelakaan wanita itu?" Pria itu menghembuskan asap rokok ke udara. Mengepul dan hilang dalam beberapa saat.Seorang pria yang berlutut paling dekat dengannya menjawab, "Wanita itu mengalami luka ringan, Master. Kami tidak dapat langsung bergerak karena Kai terus berada di dekatnya."Pria yang dipanggil Master tersebut mendengkus. Kembali menghisap batang rokok yang ada di tangan dengan perlahan.
"Nona, makanan sudah siap."Meii datang ke kamar yang ada di sebelah kamar Kai. Pelayan muda tersebut terkejut kala melihat Nathalie berjongkok sedang membereskan dan berniat mengangkat buku serta beberapa benda lainnya ke atas meja."Tuan tidak memperbolehkanmu untuk beraktivitas berat." Meii segera menghampiri Nathalie dan mengambil alih apa yang sedang wanita itu lakukan."Terima kasih, Meii. Aku tak sengaja menjatuhkannya tadi."Pelayan muda tersebut membantunya berdiri. Meski Nathalie pikir wanita itu tidak perlu melakukannya."Ayo, kita turun," ajaknya yang dibalas anggukan oleh Nathalie.Tak terasa sudah hampir sebulan ia tinggal di sini. Dan selama itu, lengannya sudah mulai pulih. Nathlie pikir akan membutuhkan waktu lama. Namun, dirinya lebih cepat sembuh dari yang ia perkirakan. Saat ini, ia sudah dapat menggerakkan lengannya dengan bebas meski masih harus berhati-hati. Ia lalu duduk sal
Nathalie melepas headset di kedua telinganya. Berjalan ke arah Meii yang baru saja meletakkan sebuah paket di meja."Ternyata lebih cepat dari yang kuduga."Meii mengalihkan atensinya pada Nathalie."Ini paket untuk tuan, Nona."Nathalie mengernyit. Ini tidak sesuai dengan yang Irine katakan. Sahabatnya itu bilang jika paket yang dikirimkan atas namanya. Bukan Kai."Kau yakin?" tanyanya.Yang dibalas anggukan kepala oleh pelayan muda itu."Siapa yang mengirimkannya?"Tidak yakin untuk menjawab pertanyaan wanita yang kini berdiri di hadapannya. Meii terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab."Itu ... dari nona Emilie. Dia mengatakan paket ini adalah hadiah ulang tahun untuk tuan, dia mengatakannya saat kami berbicara di telepon tadi siang." Meii berkata sembari memejamkan kedua mata.Sedangkan Nathalie yang terdiam sesaat itu lalu menghembuskan napas pende
Jordi terdiam sebentar seraya menatap pintu di hadapannya. Sebelum akhirnya memutar kenop pintu tersebut untuk masuk ke dalamnya setelah membuang napas pelan.Ia berhenti di depan meja seorang pria paruh baya yang langsung mengangkat wajah ketika dirinya masuk."Ada yang harus saya lakukan?" Ia memandang kepala redaksi di hadapannya dengan ekspresi bertanya.Fann mengangguk."Ada yang harus kau lakukan sekarang juga.""Apa itu?" Jordi kembali bertanya."Tuan Besar ada di Indonesia. Kau harus segera menemuinya. Aku akan memberikan alamatnya padamu.""Aku menolak!" Jordi menggertakkan gigi. Dari awal ia sudah memiliki mendugaan jika dirinya tidak akan dipanggil ke dalam sini tanpa alasan yang berhubungan dengan ayahnya.Dan sekarang, kini ayahnya berada di sini. Jordi tidak tahu ia harus merasa sedih atau bahagia."Kau tidak dapat menolak. Ini adalah perintah kepala redaksi y
"Kau pikir aku anak tujuh belas tahun yang akan merebut pacar orang lain?"Jordi mendengkus. Tidak mengerti mengapa ayahnya berpikir demikian. Apakah dirinya terlihat seperti pria berengsek?"Tidak ada yang harus dibicarakan lagi, kan? Kalau begitu aku pergi."Baru saja Jordi akan beranjak dari tempat duduknya. Namun, suara John kembali menginterupsi."Aku harap kau akan kembali dan menerima posisi untuk meneruskan perusahaan kita."Manik biru John jatuh pada jemari Jordi yang saling bertautan dan tak terlihat diam. Ia tersenyum tipis melihat hal itu. Lalu, mengalihkan pandangan pada Jordi yang berdiri."Sebaiknya jangan menaruh harapan besar padaku," ujar pria itu.Jordi berjalan menjauhi ayahnya dan bergegas keluar."Apa Tuan Muda benar-benar akan melakukannya?" seseorang di sebelah John bertanya. Mengikuti pandangan atasannya yang tengah menatap kepergian Jordi lewat jendela yang ada di ha
"Selamat pagi."Setelah sekian lama, akhirnya Nathalie kembali bekerja. Meski ia harus berdebat kecil dengan Kai tadi pagi yang masih belum yakin jika dirinya benar-benar pulih."Akhirnya kau bisa mengambil alih tugasmu lagi." Ariska merenggangkan kedua lengannya. Melihat Nathalie yang datang, ia tidak bisa berkata tidak senang."Bagaimana pekerjaanmu akhir-akhir ini?" Nathalie mendekati Ariska dan memberikan kue brownis di atas meja wanita itu."Baik, sangat baik hingga kita harus beberapa kali lembur mengerjakan milikmu."Wanita bersurai panjang itu terkekeh. "Maaf maaf.""Tidak apa. Karena itu aku mendapat pertambahan gaji. Tentu saja bersama dengan ..." Ariska menggantung ucapannya. Matanya mengintari ruangan mereka. "Apa Jordi masih belum datang? Tumben sekali."Nathalie ikut mengalihkan pandangannya pada meja Jordi. Keningnya berkerut tipis."Mungkin dia ada urusan. Masih ada lima
"Kai, aku pikir kau tidak tahu tentang hal ini."Nathalie berjalan bersama dengan Kai menaiki satu persatu anak tangga yang akan mengantarkan mereka ke lantai dua. Di mana kamar mereka berdua berada."John datang ke Indonesia. Aku tahu dia pasti ingin membuat Jordi kembali ke sana.""Ayah Jordi datang?" Ia tampak terkejut.Dan Kai hanya mengangguk ringan."Dunia pasti dibuat heboh karenanya. Selama ini John tidak pernah mengekspos Jordi." Kai membuka pintu kamar wanita itu. "Tidurlah."Nathalie mengikuti ucapan Kai. Dan berjalan masuk ke dalamnya. Setelah itu, pintu kembali tertutup. Menyisakan wanita itu yang menghela napas pendek setelahnya...."Rasanya ... aku tidak ingin berangkat kerja," gumam Nathalie ketika ia merendamkan dirinya dalam air hangat di pagi ini. Rasanya, seluruh badannya terasa pegal dan ia ingin rileks sebentar. Aroma lavender yang mendominasi kamar mandi tersebut seo