Nathalie melepas headset di kedua telinganya. Berjalan ke arah Meii yang baru saja meletakkan sebuah paket di meja.
"Ternyata lebih cepat dari yang kuduga."
Meii mengalihkan atensinya pada Nathalie.
"Ini paket untuk tuan, Nona."
Nathalie mengernyit. Ini tidak sesuai dengan yang Irine katakan. Sahabatnya itu bilang jika paket yang dikirimkan atas namanya. Bukan Kai.
"Kau yakin?" tanyanya.
Yang dibalas anggukan kepala oleh pelayan muda itu.
"Siapa yang mengirimkannya?"
Tidak yakin untuk menjawab pertanyaan wanita yang kini berdiri di hadapannya. Meii terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab.
"Itu ... dari nona Emilie. Dia mengatakan paket ini adalah hadiah ulang tahun untuk tuan, dia mengatakannya saat kami berbicara di telepon tadi siang." Meii berkata sembari memejamkan kedua mata.
Sedangkan Nathalie yang terdiam sesaat itu lalu menghembuskan napas pende
Jordi terdiam sebentar seraya menatap pintu di hadapannya. Sebelum akhirnya memutar kenop pintu tersebut untuk masuk ke dalamnya setelah membuang napas pelan.Ia berhenti di depan meja seorang pria paruh baya yang langsung mengangkat wajah ketika dirinya masuk."Ada yang harus saya lakukan?" Ia memandang kepala redaksi di hadapannya dengan ekspresi bertanya.Fann mengangguk."Ada yang harus kau lakukan sekarang juga.""Apa itu?" Jordi kembali bertanya."Tuan Besar ada di Indonesia. Kau harus segera menemuinya. Aku akan memberikan alamatnya padamu.""Aku menolak!" Jordi menggertakkan gigi. Dari awal ia sudah memiliki mendugaan jika dirinya tidak akan dipanggil ke dalam sini tanpa alasan yang berhubungan dengan ayahnya.Dan sekarang, kini ayahnya berada di sini. Jordi tidak tahu ia harus merasa sedih atau bahagia."Kau tidak dapat menolak. Ini adalah perintah kepala redaksi y
"Kau pikir aku anak tujuh belas tahun yang akan merebut pacar orang lain?"Jordi mendengkus. Tidak mengerti mengapa ayahnya berpikir demikian. Apakah dirinya terlihat seperti pria berengsek?"Tidak ada yang harus dibicarakan lagi, kan? Kalau begitu aku pergi."Baru saja Jordi akan beranjak dari tempat duduknya. Namun, suara John kembali menginterupsi."Aku harap kau akan kembali dan menerima posisi untuk meneruskan perusahaan kita."Manik biru John jatuh pada jemari Jordi yang saling bertautan dan tak terlihat diam. Ia tersenyum tipis melihat hal itu. Lalu, mengalihkan pandangan pada Jordi yang berdiri."Sebaiknya jangan menaruh harapan besar padaku," ujar pria itu.Jordi berjalan menjauhi ayahnya dan bergegas keluar."Apa Tuan Muda benar-benar akan melakukannya?" seseorang di sebelah John bertanya. Mengikuti pandangan atasannya yang tengah menatap kepergian Jordi lewat jendela yang ada di ha
"Selamat pagi."Setelah sekian lama, akhirnya Nathalie kembali bekerja. Meski ia harus berdebat kecil dengan Kai tadi pagi yang masih belum yakin jika dirinya benar-benar pulih."Akhirnya kau bisa mengambil alih tugasmu lagi." Ariska merenggangkan kedua lengannya. Melihat Nathalie yang datang, ia tidak bisa berkata tidak senang."Bagaimana pekerjaanmu akhir-akhir ini?" Nathalie mendekati Ariska dan memberikan kue brownis di atas meja wanita itu."Baik, sangat baik hingga kita harus beberapa kali lembur mengerjakan milikmu."Wanita bersurai panjang itu terkekeh. "Maaf maaf.""Tidak apa. Karena itu aku mendapat pertambahan gaji. Tentu saja bersama dengan ..." Ariska menggantung ucapannya. Matanya mengintari ruangan mereka. "Apa Jordi masih belum datang? Tumben sekali."Nathalie ikut mengalihkan pandangannya pada meja Jordi. Keningnya berkerut tipis."Mungkin dia ada urusan. Masih ada lima
"Kai, aku pikir kau tidak tahu tentang hal ini."Nathalie berjalan bersama dengan Kai menaiki satu persatu anak tangga yang akan mengantarkan mereka ke lantai dua. Di mana kamar mereka berdua berada."John datang ke Indonesia. Aku tahu dia pasti ingin membuat Jordi kembali ke sana.""Ayah Jordi datang?" Ia tampak terkejut.Dan Kai hanya mengangguk ringan."Dunia pasti dibuat heboh karenanya. Selama ini John tidak pernah mengekspos Jordi." Kai membuka pintu kamar wanita itu. "Tidurlah."Nathalie mengikuti ucapan Kai. Dan berjalan masuk ke dalamnya. Setelah itu, pintu kembali tertutup. Menyisakan wanita itu yang menghela napas pendek setelahnya...."Rasanya ... aku tidak ingin berangkat kerja," gumam Nathalie ketika ia merendamkan dirinya dalam air hangat di pagi ini. Rasanya, seluruh badannya terasa pegal dan ia ingin rileks sebentar. Aroma lavender yang mendominasi kamar mandi tersebut seo
Nathalie melambaikan tangan pada seorang pria yang berdiri melipat kedua tangan. Menyandarkan punggung pada mobil berwarna biru tua di belakangnya. Saat kedua mata mereka bertemu, pria tersebut tak bisa menahan senyum tipis. Mengangkat sebelah tangannya sesaat."Senangnya dijemput pacar." Tiba-tiba saja suara yang ada di sebelahnya membuat Nathalie sadar jika ia masih berjalan bersama dengan Ariska."Cepatlah pergi, jalanmu yang seperti siput itu akan membuatnya bosan menunggu.Nathalie terkekeh. "Sampai jumpa besok!"Setelah berkata demikian, ia lalu mempercepat sedikit jalannya dan sampai di hadapan pria itu beberapa saat kemudian."Kau tidak lelah?" Kai mengangkat tangan untuk menyibakkan sedikit rambut kekasihnya ke belakang. Melihat Nathalie yang masih bersemangat membuat dirinya terheran.Wanita itu menggeleng. "Ayo pergi."..."Thalia," panggil Kai. Pria itu masih fokus menye
"Kenapa kau belum tidur?"Nathalie mengalihkan pandangan dari album di tangannya pada seseorang yang baru saja berbicara. Ia tersenyum tipis."Aku tidak bisa tidur."Sejak pulang dari makan malam tadi, Nathalie sama sekali tidak dapat memejamkan matanya. Akhirnya, ia turun dan melihat-lihat rak buku yang ada dalam ruang tamu. Dan tak sengaja menemukan sebuah album berisi potret kebersamaan dirinya dengan Kai dulu. Pria itu menyimpannya dengan baik. Sudah sangat lama, dan album tersebut masih terlihat bagus dan tidak usang."Kenapa tidak membangunkanku?""Aku pikir kau sudah tidur," jawab Nathalie. Kembali mengalihkan pandangan pada album yang ada di tangannya.Kai duduk di sebelah Nathalie. Ikut melirik salah satu foto yang wanita itu lihat. "Bukankah rambutmu terlihat lebih panjang dulu?"Wanita itu mengangguk."Kenapa kau memotongnya?"Nathalie mengangkat wajah. "Semua orang pe
"Hanya ini saja yang kau butuhkan?"Kai mengernyit melihat barang bawaan Nathalie yang lebih sedikit dari yang ia kira. Bahkan koper wanita tersebut tidak terisi penuh. Hanya beberapa potong pakaian dan sedikit make up. Namun, tetap saja membuat Kai ingin membuang peralatan merias tersebut agar Nathalie tidak menggunakannya."Kau tidak membawa camilan sama sekali? Bagaimana kalau di perjalanan nanti kau kelaparan?"Pria itu menahan Nathalie yang akan menutup koper. Keduanya berpandangan dalam beberapa saat, sebelum kemudian wanita itu menghela napas pelan."Aku jarang makan di perjalanan," ujar wanita itu. Menyingkirkan tangan Kai dan menutup koper berwarna hijau tosca itu."Kalau ada yang ingin kau beli di sana, gunakan kartu yang kuberikan padamu."Nathalie mengangguk."Aku memang sedang berpikir bagaimana cara menghabiskan uangmu." Pandangan wanita itu berubah licik."Bohong. Kau sama sekali belum men
Ruangan itu hening tanpa gangguan. Sampai beberapa lama. Sebelum akhirnya Kai mendengkus. Mendengar suara pintu ruangannya yang terbuka dan menampilkan Hans tengah berjalan cepat ke arahnya. Ia memasang wajah cemas. Yang membuat Kai semakin yakin jika kedatangan pria itu tidak akan membawa kabar baik. "Tuan, gawat. Para investor dari Turki tiba-tiba ingin menarik investasi mereka." Hans berdiri di hadapannya dan menunjukkan layar tablet yang ia bawa pada atasannya itu. Sejenak, kening Kai terlipat. "Apakah ada alasan atas hal ini?" Hans kembali menarik tabletnya dan kemudian menggeleng. "Mereka menyampaikan alasan yang tidak masuk akal. Saya rasa ada yang aneh pada mereka." Kai mengangguk paham. Ia juga merasa ada yang aneh. Seperti ada seseorang yang mendalangi kejadian ini. Secara tiba-tiba dan serentak. Semua ini sangat aneh jika hanya kebetulan. Padahal sebelumnya tidak ada masalah sama sekali. "Siapkan tiket untu