"Haaatsschiiii!!!"Aluna bersin-bersin sambil mengusap hidungnya yang mulai sedikit berair. Uh. Pasti alerginya kumat lagi. Sudah beberapa hari ini Aluna tidak tinggal di rumah kontrakkannya, jadi pasti ada banyak sekali partikel debu yang menempel di sela-sela perabotan. Ck."Padahal tadinya aku ke sini karena mau puas-puasin tidur!" Keluhnya lesu. Angan-angan yang telah tercipta sejak ia berada di atas ojek yang menuju tempat tinggalnya pun pupus sudah. Mau tak mau Aluna harus bekerja membersihkan rumah kontrakan mungilnya ini dulu, agar bisa kembali ditinggali dengan nyaman.Kurang lebih satu setengah jam kemudian, Aluna baru selesai membersihkan semuanya. Ia pun lalu melemparkan tubuh lelahnya di sofa kecil depan televisi."Lapeeerr," ringisnya sambil memegangi perut. Mau masak sendiri sepertinya sih sekarang dia sudah tidak sanggup karena kelelahan, sepertinya mending pesan lewat aplikasi aja deh. Aluna pun segera meraih ponselnya yang berada di meja depan sofa. Baru saja i
Sepasang kaki jenjang terbalut heels runcing sepuluh senti itu melangkah dengan anggun dan penuh percaya diri di atas panggung megah. Bikini merah menyala yang ia kenakan untuk menutup aset-asetnya membuat penampilan gadis itu semakin seksi tak terbantahkan lagi. Make up glamour di wajahnya pun semakin menambah kecantikannya yang sudah sempurna.Tepuk tangan riuh penuh kekaguman mengiringi langkah gadis yang telah selesai menampilkan bikini rancangan seorang desainer kenamaan dari Italia itu. "Amanda!"Gadis itu menoleh, dan mendapati Nira sang Manajer berlari ke arahnya. Amanda yang sedang bersiap untuk penampilan selanjutnya, tak jengah dan tak malu untuk menanggalkan dua helai pakaian minim itu dari tubuhnya. Sontak, kulitnya yang keemasan eksotis pun terpampang dengan polos tanpa sehelai benang pun yang menutupi. Seorang asisten desainer memakaikan Amanda sebuah bikini hitam yang bersurai renda panjang di bagian punggung sebagai penampilan terakhirnya malam ini, sekaligus pe
"Bun... Bunda, tunggu dulu!" Gevan berlari menyusul Desti yang menyeret Aluna agar mengikutinya ke arah pintu keluar dari unit apartemen Gevan. "Bunda, tolong dengarkan Gevan dulu! Ini nggak seperti yang Bunda kira, kok. Gevan dan Aluna--kami memang tinggal di satu apartemen tapi beda kamar, Bund!" Desti mendengus tanpa memelankan langkahnya. "Beda kamar?? Terus ngaruhnya apa sih, Van? Toh tadi juga jelas-jelas Bunda lihat kalian berdua sudah satu ranjang! Aduuuhhh... kepala Bunda pusing banget rasanya melihat kelakuan kamu tadi!" Desti memijit pelipisnya sambil mendesah keras.Aluna hanya bisa teediam dan menunduk malu. Rasanya dia sudah tidak punya harga diri lagi sebagai wanita di hadapan calon mertuanya ini. Desti pasti benar-benar sudah menganggapnya seperti perempuan murahan!"Pokoknya mulai sekarang kalian harus dipisahkan! Cuma sebentar ini, kok. Jadi Aluna akan tinggal sama Bunda dan Ayah di rumah, sedangkan kamu tetap di apartemen! Paham kamu, Van?!" Sentak Desti dengan ma
Beberapa waktu kemudian yang terasa sangat lama, Gevan mengangkat wajahnya dari dada Aluna yang telah dipenuhi oleh jejak merah tua tanda kepemilikannya. Manik hazel-nya lalu menatap kesal pada Aluna yang malah sudah tertidur pulas.Padahal ia sengaja menyulut gairah calon istrinya itu, tapi Aluna seolah tidak mempedulikannya dan malah terlelap sendiri!Dengan gemas, Gevan pun mengecup bibir merah merekah yang selalu basah itu dengan penuh gelora. Tapi ya memang dasar tidurnya kaya kebo, Aluna tetap saja tidak terbangun. Gevan begitu terhanyut saat calon istrinya itu merintih dan mengerang dengan suara seksinya, membuat gairahnya yang telah bangkit semakin meluap-luap. Hingga ia tidak menyadari jika satu jam kemudian Aluna mengeluh lelah, karena terus menahan rasa sakit yang begitu nikmat. Gevan berpikir kalau ia akan mulai memberikan Aluna vitamin penambah stamina yang aman untuk ibu hamil, agar calon istrinya itu bisa mengimbangi gairahnya yang meledak-ledak dan tidak akan bisa
BRAAAKKKK!!!Amanda membuka pintu dengan kasar, dan masuk begitu saja ke dalam ruangan kerja Adam tanpa permisi sambil berkacak pinggang. Wajahnya terlihat merah padam menahan amarah.Adam yang saat ini sedang melakukan rapat kecil internal koordinasi dengan bawahannya, sontak saja sangat kaget ketika melihat sepupunya yang menerobos masuk ke dalam tanpa permisi dan mengetuk pintu."Amanda? Kamu sudah sampai di Indonesia?" Cetusnya kaget. "Kita harus bicara, Dam!" Sergah Amanda, sembari mendengus dan menatap jijik pada para lelaki bawahan Adam yang memandangi dirinya, dengan air liur yang menetes penuh kekaguman. Adam menghela napas pelan. "Kita lanjutkan lagi nanti," ucapnya pada semua yang sedang berada di situ."Nggak nyangka bisa secepat ini kamu datang, Nda," Adam tersenyum kepada sepupunya itu. "Duduklah."Amanda menghempaskan napas kasar dan duduk di sofa di hadapan Adam sambil menyilangkan kakinya."Udah ketemu sama Gevan?""Cih. Dia bahkan sudah mengusir aku, Adam!" Cetus Am
"Aaaargghh!!" Gevan mengacak-acak rambutnya dengan gusar. Kedatangan Amanda barusan sukses membuat moodnya jadi benar-benar jelek sekarang. Entah untuk apa pula perempuan itu kembali, yang pasti Gevan sudah sangat muak padanya. Hahh, awas saja kalau Amanda bermaksud untuk mengganggu pernikahannya dengan Aluna yang hanya tinggal menghitung hari ini. Ia tidak akan pernah tinggal diam!Merasa tidak bisa lagi berkonsentrasi bekerja, Gevan pun meraih ponselnya.Ia memutuskan untuk menelepon Aluna dan bertanya apakah gadis itu sudah menerima lukisan dirinya. Gevan sengaja membuat lukisan itu pada saat Aluna sedang lelap tertidur.Melihat wajah cantik yang sangat pulas itu tiba-tiba saja melambungkan imajinasinya, membuat Gevan tergerak untuk mencari kanvas dan menyapukan kuas serta warna-warna indah di atasnya. Dalam bayangan Gevan, ia mengimajinasikan Aluna bagaikan seorang peri hutan yang cantik. Dengan gaun kuning yang berkibar ditiup angin, bando bunga putih yang melingkari kepalany
"Kamu nggak laper, Tom?" Aluna menaikkan alisnya menatap Tommy dengan mulut yang masih saja sibuk mengunyah.Tommy tersenyum. Menatap Aluna yang memakan hasil jerih payah masakannya dengan nikmat saja sudah membuatnya bahagia."Kamu inget nggak... dulu kita pernah jalan-jalan ke Taman Safari, terus kamu bilang kalau tempat itu cocoknya untuk keluarga yang punya anak kecil?" Tommy mengabaikan pertanyaan Aluna sebelumnya, dan malah melemparkan sebuah kenangan manis pada masa-masa pacaran mereka dahulu. "Uung... iya, aku ingat. Yang waktu itu ban mobil kamu tiba-tiba saja pecah dan bocor di habitat singa, kan?" Cetus Aluna sambil terbahak. "Wajah kita berdua langsung pucat ketakutan. Untung aja mobilnya masih bisa dipaksain jalan!"Mereka berdua pun sama-sama menertawakan kenangan itu, untuk sesaat bahkan lupa kalau mereka adalah seorang penculik dan korban yang diculik."Kamu... bener-bener nggak bisa ngasih aku satu kesempatan lagi, ya?" Tommy tiba-tiba bertanya dengan nada sendu, sete
"Mungkin lebih tepatnya memaafkan, melupakan, dan memberikan kesempatan kedua. Bukan untuk kami kembali bersama--karena besok aku akan jadi istri kamu--tapi untuk dia agar membenahi diri. Aku rasa, setiap orang yang pada dasarnya memiliki kebaikan hati dan mau menyadari kesalahannya berhak untuk mendapatkan kesempatan kedua, ya kan?"Ucapan penuh pengampunan dari Aluna itu tak pelak membuat Gevan tercenung sesaat, sebelum kemudian ia mengerutkan keningnya."Jadi karena itu ya? Bukan karena kamunya aja yang memang masih ada rasa sama dia?" Pertanyaan Gevan yang bernada skeptis itu membuat Aluna membalas menatapnya dengan jengkel. "Ya enggaklah, Mas! Kalau aku masih ada rasa sama Tommy, pasti tadi itu kita udah kabur ke Bali atau Maldives atau kemana gitu, yang jauhan dikit biar gak gampang ditemukan!" Tukasnya ketus.Gevan berdecak kesal dan menyentil kening Aluna dengan gemas. "Ck, mana ada! Mau ke Bali kek, Maldives kek, atau ke Kutub Utara sekalian, kamu nggak bakalan bisa kabur, A