Adam kembali mengarahkan padangannya ke langit malam, membuat Flora pun sontak ikut mendongak melihat langit. Tapi gadis itu malah terkesiap ketika kedua matanya tiba-tiba ditutup oleh tangan Adam, membuat dirinya serasa terkungkung oleh kegelapan.Lelaki itu mendekatkan bibirnya di telinga Flora untuk berhitung mundur, "Tiga, dua, satu..."Adam membuka tangannya dari mata Flora, bertepatan dengan ledakan sejuta bunga yang berkilau laksana emas yang menyinari langit malam.Flora membelalak, terpukau, tak menyangka kalau akan ada kembang api malam ini. Suara desing lembut yang diikuti oleh suara ledakan serta visual gemerlap di angkasa membuat matanya berkaca-kaca."Indahnya..." guman Flora lirih, tanpa melepaskan tatapannya dari langit.Adam yang sedari tadi hanya memandangi Flora, kini menyunggingkan senyum kemenangan. 'Yes, dia suka!!' Soraknya dalam hati. "Ini beneran kamu yang rencanain?" Flora mengalihkan wajah penuh tanya kepada Adam."Iya dong! Kembang api itu akan terus me
Waktu berlalu tanpa terasa, dan hanya tinggal dua minggu lagi menuju hari pernikahan Adam dan Flora.Flora pun masih bekerja seperti biasa, meskipun Gevan membebaskannya jika ingin mengambil cuti. Tapi tentu saja gadis itu merasa tidak enak hati untuk mengambil cuti yang terlalu lama. Ah, bosnya itu memang terlalu baik.Dan ngomong-ngomong soal para calon pengantin, meskipun mereka masih bekerja di dalam satu Gedung, Adam dan Flora jarang sekali bertemu karena kesibukan masing-masing yang cukup menyita waktu. Adam masih saja berkutat dengan dua perusahaan, Samudra Corp. dan Wrighton Constructions, karena Noah yang juga masih menjalani terapi kanker harus menjaga kondisinya dan tidak boleh terlalu lelah.Hal inilah yang menjadi dilema bagi Adam. Di satu sisi sejujurnya ia lebih menyukai bekerja di Samudra Corp bersama Gevan, namun di sisi lain ia juga kasihan dengan Dad yang sepertinya sudah waktunya pensiun sebagai CEO Wrighton Constructions--terutama karena sedang sakit seperti in
Saat Adam masih celingukan mencari keberadaan Flora yang tiba-tiba saja menghilang entah kemana, tiba-tiba saja Dante dan beberapa orang lelaki menariknya menuju ke dalam lift. Ya, rumah tiga lantai milik Pinkan memang memiliki lift kecil di dalamnya. "Party time!" Seru seseorang yang berada di samping Adam dengan penuh semangat, yang disambut dengan ribut sorakan riang lainnya. Oh damned. Sepertinya Adam sedang 'diculik' dan dibawa ke dalam Bachelor Party yang tadi disebutkan oleh Dante, padahal ia sama sekali belum bertemu dengan Flora untuk meminta ijin. Adam pun buru-buru meraih ponselnya, memutuskan untuk menelepon calon istrinya itu dan memberitahu mengenai acara yang sudah di atur oleh para sepupunya yang tukang culik ini. Paling tidak Flora harus tahu, karena Adam tidak ingin gadis itu memergokinya. Bisa kacau nanti. Namun sudah berkali-kali Adam menelepon ponsel Flora, tetap saja gadis itu tidak mengangkatnya. Adam pun berdecak sebal dan memutuskan untuk mengirim
"Di mana Aluna?" Tanya Gevan kepada Flora, asisten dari Aluna sekretarisnya, yang sedang sibuk menata dokumen.Flora yang tergagap karena ditatap dengan begitu intens oleh sorot tajam berwarna hazel itu pun menelan ludah, sebelum akhirnya ia menjawab dengan gugup. "Tadi sih Aluna bilangnya mau ke toilet, Pak. Tapi... kayaknya sudah dari setengah jam yang lalu deh," sahut Flora sambil melirik jam tangannya dengan perasaan was-was, antara takut dengan si bos yang sedang berdiri di depannya, sekaligus heran karena Aluna begitu lama di sana."Kalau begitu, saya panggil Aluna dulu ya pak?" Flora hendak berdiri dan berlari ke arah toilet untuk memanggil Aluna, namun telepon di meja yang berada di dekatnya tiba-tiba saja berbunyi dengan nyaring.Gevan pun menghela napas pelan. "Kamu angkat telepon itu saja, Flora. Biar saya yang panggil Aluna," ucapnya datar sambil berlalu dengan langkah lebar dan tegas menuju ke arah toilet wanita.'Hufftt... kemana sih tuh anak?!' geram Gevan sembari menyi
Mata hazel Gevan pun membulat dengan sempurna mendengarnya. "Wow... kamu hamil?! Hamil beneran? Jadi ada bayi di dalam perut kamu gitu?!" Tukasnya kaget dan terkesima. Tanpa sadar dan karena refleks, Gevan malah mengulurkan tangannya seperti seseorang yang sedang dalam pengaruh hipnotis, dan mengelus perut Aluna dengan lembut serta penuh kehati-hatian."Serius kamu hamil, Al??" Ulangnya lagi dengan nada yang kali ini terdengar seperti sebuah gumanan, karena begitu takjubnya.Aluna mencebik dan serta merta menjauhkan tangan Gevan dari perutnya. "Pak Gevan nggak usah elus-elus gitu, deh! Kalau nanti saya jadi baper, gimana?!" Sentaknya kesal dengan bibir yang cemberut. Namun ia tak bisa menampik rasa aneh dan tak wajar yang tiba-tiba saja datang saat telapak tangan hangat Gevan berada di perutnya yang masih datar. Seperti sensasi merinding, seperti digelitik tapi tak ada yang menggelitik kulitnya.Bukannya apa-apa, selama ini hubungan Aluna dengan bosnya itu sangat profesional. Hampi
"Alunaaaaa!!!""Aaaaaaa!!!" Byuur!! Seketika air di dalam gelas Aluna pun tumpah ke atas keyboard.Aluna sontak melotot menatap Flora, yang sedang berdiri membalas tatapannya sambil nyengir."Asem. Flo!! Ngagetin aja sih!" Sungut Aluna sambil membersihkan air tumpah yang berasal dari gelas yang ia pegang."Maaf ya, Aluna yang cantik. Lagian dari tadi dipanggil-panggil diem aja sih. Malah bengong di depan monitor!" Tukas Flora mengedikkan bahu santai tanpa merasa berdosa sama sekali."Barusan Pak Gevan bilang kalau notulen yang tadi langsung di-print aja. Dia sudah kirim lewat e-mail," cetus asistennya itu memberitahu kepada Aluna. "Loh, kok Pak Gevan nggak langsung bilang ke aku sih?" protes Aluna sebal."Tadi si bos udah telepon, tapi karena Tuan Putri Aluna sedang bengong manja, ya akhirnya hamba-lah yang mengangkat teleponnya," balas Flora dengan penuh kesabaran sambil sambil berdecak pelan.Ooh. Jadi bosnya itu tadi sudah telepon...Hfffhhh... gara-gara Aluna terus teringat deng
"Oh, nggak ada apa-apa, sih. Kalau Bunda lagi di rumah ya bagus. Gevan mau ke rumah Bunda kira-kira setengah jam lagi ya? Mau ngenalin calon mantu...""Aaaahh!!!" Perkataan Gevan pun terputus dan pria itu refleks berteriak, karena Aluna yang tanpa sadar telah mengikat dasinya terlalu kuat hingga lehernya pun tercekik. Di seberang sana, terdengar nada heran bundanya yang bertanya ada apa gerangan yang membuat Gevan tiba-tiba saja berteriak."Oh? Enggak Bund, tadi ada kucing nakal nyakar kaki Gevan. Udah Gevan usir kok," tukasnya sambil mendelik kesal dan menoyor kepala Aluna dengan sadis.Aluna pun hampir saja menjerit dan mengaduh akibat toyoran bar-bar bosnya itu, namun Gevan cepat-cepat menutup mulut sekretarisnya dengan satu tangannya yang bebas.Tatapan dari manik hazel pria itu menyorot tajam ke arah Aluna dengan penuh ancaman, agar gadis itu tidak mengeluarkan suaranya. "Iya, Bun. Kalau begitu Gevan siap-siap dulu. Sampai ketemu di rumah. Bye..." Gevan pun akhirnya mengakhiri s
TOK TOK TOK!!"Buun... please buka pintunya dong?" "NGGAK! Bunda nggak mau buka! Bunda malu punya anak laki-laki yang sudah menghamili anak orang! Mau taruh dimana muka Bunda, Gevan?!" Desti berteriak kesal dari balik pintu kamarnya yang dikunci dari dalam.Gevan menghembuskan napas gusar. Pasti Bunda sedang marah dan kecewa padanya, setelah ia mengatakan kalau Aluna hamil. Tadi saja Bunda langsung melotot menatap Gevan dan Aluna berganti-gantian, membuat kedua orang yang mendapatkan tatapan tajam itu pun otomatis menundukkan kepalanya. Lalu tanpa berucap sepatah kata pun, wanita paruh baya itu beranjak berdiri dan naik ke kamarnya di lantai dua. Ia pun lalu mengurung diri di sana.Gevan akhirnya menyerah dan memilih untuk membiarkan Bundanya yang masih kesal. Padahal ia pun belum sempat menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya."Gimana, Bunda masih marah, ya?" Tanya Aluna dengan wajah risau, saat Gevan memutuskan untuk turun kembali ke ruang tamu lantai bawah lalu duduk di sofa sa