"Kalau begitu buktikan kalau kamu memang menyayangi Flora dengan sepenuh hati. Jangan cuma pacari putri kami, tapi nikahi dia," ultimatum Wahyu sambil berkacak pinggang.***Mungkin kalau ada penggaris meteran, rasanya ingin sekali Flora mengukur lebarnya senyum Adam saat ini. Ok, senyumnya memang tampan, tapi ya nggak perlu lebar-lebar gitu juga, kan??"Saya siap menikahi Flora, Pak Wahyu," jawab Adam cepat. "Kapan pun. Lebih cepat lebih baik," tambahnya, yang membuat Flora rasanya ingin menenggelamkan diri ke empang milik tetangga saking malunya. Wahyu terkesiap dan mengernyitkan dahinya mendengar perkataan Adam barusan yang terdengar begitu tegas. Tak dipungkiri kalau ia senang dan cukup lega karena Adam sepertinya serius dengan putrinya. Apalagi lelaki itu juga yang telah membantunya mencari bukti-bukti yang membuat Wahyu keluar dari penjara. Dari situ saja sepertinya memang terlihat kalau Adam memang memiliki perhatian lebih kepada Flora.Hanya saja, pria paruh baya itu juga
Setelah makan malam, Adam bersantai sejenak di rumah Flora sebelum ia pulang ke Jakarta. Ya, ia pulang sendirian, karena besoknya lelaki itu berencana melamar Flora dengan mengajak serta Dad. Jika ayahnya itu mau. Tadi sore ia sempat menelepon Noah dan menceritakan semuanya. Noah berkata dengan jujur bahwa dia kecewa, karena berharap putranya akan kembali bersama Anya."That is not gonna happened, Dad," ucap Adam di telepon tadi sore. "It's already over between us. It's over a long time ago," tukas Adam tegas tak terbantahkan.Noah hanya bisa menghela napas. Hantaman rasa bersalah kepada Anya tidak akan pernah bisa pudar karena telah membuat wanita itu menjadi istrinya, hingga akhirnya Anya pun terpisah dengan cinta sejatinya. Tapi apa mau dikata. Nasi telah menjadi bubur. Adam benar-benar telah mengubur perasaannya kepada Anya, dan membuka lembaran baru bersama Flora.Bahkan hingga sambungan telepon itu berakhir, Noah masih bungkam--enggan memberikan restunya.It's okay. Adam te
Adam kembali mengarahkan padangannya ke langit malam, membuat Flora pun sontak ikut mendongak melihat langit. Tapi gadis itu malah terkesiap ketika kedua matanya tiba-tiba ditutup oleh tangan Adam, membuat dirinya serasa terkungkung oleh kegelapan.Lelaki itu mendekatkan bibirnya di telinga Flora untuk berhitung mundur, "Tiga, dua, satu..."Adam membuka tangannya dari mata Flora, bertepatan dengan ledakan sejuta bunga yang berkilau laksana emas yang menyinari langit malam.Flora membelalak, terpukau, tak menyangka kalau akan ada kembang api malam ini. Suara desing lembut yang diikuti oleh suara ledakan serta visual gemerlap di angkasa membuat matanya berkaca-kaca."Indahnya..." guman Flora lirih, tanpa melepaskan tatapannya dari langit.Adam yang sedari tadi hanya memandangi Flora, kini menyunggingkan senyum kemenangan. 'Yes, dia suka!!' Soraknya dalam hati. "Ini beneran kamu yang rencanain?" Flora mengalihkan wajah penuh tanya kepada Adam."Iya dong! Kembang api itu akan terus me
Waktu berlalu tanpa terasa, dan hanya tinggal dua minggu lagi menuju hari pernikahan Adam dan Flora.Flora pun masih bekerja seperti biasa, meskipun Gevan membebaskannya jika ingin mengambil cuti. Tapi tentu saja gadis itu merasa tidak enak hati untuk mengambil cuti yang terlalu lama. Ah, bosnya itu memang terlalu baik.Dan ngomong-ngomong soal para calon pengantin, meskipun mereka masih bekerja di dalam satu Gedung, Adam dan Flora jarang sekali bertemu karena kesibukan masing-masing yang cukup menyita waktu. Adam masih saja berkutat dengan dua perusahaan, Samudra Corp. dan Wrighton Constructions, karena Noah yang juga masih menjalani terapi kanker harus menjaga kondisinya dan tidak boleh terlalu lelah.Hal inilah yang menjadi dilema bagi Adam. Di satu sisi sejujurnya ia lebih menyukai bekerja di Samudra Corp bersama Gevan, namun di sisi lain ia juga kasihan dengan Dad yang sepertinya sudah waktunya pensiun sebagai CEO Wrighton Constructions--terutama karena sedang sakit seperti in
Saat Adam masih celingukan mencari keberadaan Flora yang tiba-tiba saja menghilang entah kemana, tiba-tiba saja Dante dan beberapa orang lelaki menariknya menuju ke dalam lift. Ya, rumah tiga lantai milik Pinkan memang memiliki lift kecil di dalamnya. "Party time!" Seru seseorang yang berada di samping Adam dengan penuh semangat, yang disambut dengan ribut sorakan riang lainnya. Oh damned. Sepertinya Adam sedang 'diculik' dan dibawa ke dalam Bachelor Party yang tadi disebutkan oleh Dante, padahal ia sama sekali belum bertemu dengan Flora untuk meminta ijin. Adam pun buru-buru meraih ponselnya, memutuskan untuk menelepon calon istrinya itu dan memberitahu mengenai acara yang sudah di atur oleh para sepupunya yang tukang culik ini. Paling tidak Flora harus tahu, karena Adam tidak ingin gadis itu memergokinya. Bisa kacau nanti. Namun sudah berkali-kali Adam menelepon ponsel Flora, tetap saja gadis itu tidak mengangkatnya. Adam pun berdecak sebal dan memutuskan untuk mengirim
"Di mana Aluna?" Tanya Gevan kepada Flora, asisten dari Aluna sekretarisnya, yang sedang sibuk menata dokumen.Flora yang tergagap karena ditatap dengan begitu intens oleh sorot tajam berwarna hazel itu pun menelan ludah, sebelum akhirnya ia menjawab dengan gugup. "Tadi sih Aluna bilangnya mau ke toilet, Pak. Tapi... kayaknya sudah dari setengah jam yang lalu deh," sahut Flora sambil melirik jam tangannya dengan perasaan was-was, antara takut dengan si bos yang sedang berdiri di depannya, sekaligus heran karena Aluna begitu lama di sana."Kalau begitu, saya panggil Aluna dulu ya pak?" Flora hendak berdiri dan berlari ke arah toilet untuk memanggil Aluna, namun telepon di meja yang berada di dekatnya tiba-tiba saja berbunyi dengan nyaring.Gevan pun menghela napas pelan. "Kamu angkat telepon itu saja, Flora. Biar saya yang panggil Aluna," ucapnya datar sambil berlalu dengan langkah lebar dan tegas menuju ke arah toilet wanita.'Hufftt... kemana sih tuh anak?!' geram Gevan sembari menyi
Mata hazel Gevan pun membulat dengan sempurna mendengarnya. "Wow... kamu hamil?! Hamil beneran? Jadi ada bayi di dalam perut kamu gitu?!" Tukasnya kaget dan terkesima. Tanpa sadar dan karena refleks, Gevan malah mengulurkan tangannya seperti seseorang yang sedang dalam pengaruh hipnotis, dan mengelus perut Aluna dengan lembut serta penuh kehati-hatian."Serius kamu hamil, Al??" Ulangnya lagi dengan nada yang kali ini terdengar seperti sebuah gumanan, karena begitu takjubnya.Aluna mencebik dan serta merta menjauhkan tangan Gevan dari perutnya. "Pak Gevan nggak usah elus-elus gitu, deh! Kalau nanti saya jadi baper, gimana?!" Sentaknya kesal dengan bibir yang cemberut. Namun ia tak bisa menampik rasa aneh dan tak wajar yang tiba-tiba saja datang saat telapak tangan hangat Gevan berada di perutnya yang masih datar. Seperti sensasi merinding, seperti digelitik tapi tak ada yang menggelitik kulitnya.Bukannya apa-apa, selama ini hubungan Aluna dengan bosnya itu sangat profesional. Hampi
"Alunaaaaa!!!""Aaaaaaa!!!" Byuur!! Seketika air di dalam gelas Aluna pun tumpah ke atas keyboard.Aluna sontak melotot menatap Flora, yang sedang berdiri membalas tatapannya sambil nyengir."Asem. Flo!! Ngagetin aja sih!" Sungut Aluna sambil membersihkan air tumpah yang berasal dari gelas yang ia pegang."Maaf ya, Aluna yang cantik. Lagian dari tadi dipanggil-panggil diem aja sih. Malah bengong di depan monitor!" Tukas Flora mengedikkan bahu santai tanpa merasa berdosa sama sekali."Barusan Pak Gevan bilang kalau notulen yang tadi langsung di-print aja. Dia sudah kirim lewat e-mail," cetus asistennya itu memberitahu kepada Aluna. "Loh, kok Pak Gevan nggak langsung bilang ke aku sih?" protes Aluna sebal."Tadi si bos udah telepon, tapi karena Tuan Putri Aluna sedang bengong manja, ya akhirnya hamba-lah yang mengangkat teleponnya," balas Flora dengan penuh kesabaran sambil sambil berdecak pelan.Ooh. Jadi bosnya itu tadi sudah telepon...Hfffhhh... gara-gara Aluna terus teringat deng