Share

16. Penyesalan

“Mama, ini aku.”

Nurlaila melihat Hendi ada di hadapannya, dan selama beberapa saat dia tidak bisa mengeluarkan kata-kata selain bicara di dalam kepalanya sendiri. “Ki, apa aku benar sudah kembali?”

Ki Gendeng tidak menjawab, bahkan keberadaannya tidak bisa dirasakan Nurlaila. Kepalanya jadi enteng, melompong.

“Ki, kamu ada di mana?” Panik, Nurlaila memanggil lagi, kali itu dengan suara keras sembari matanya memandang sekeliling dengan liar.

“Mama, ini Hendi, apa Mama ingat aku?” Hendi meraih wajah Nurlaila, memaksanya untuk berpaling hanya kepada dirinya. “Mah, aku anakmu.”

Pandangan Nurlaila mengikuti suara Hendi, lalu berhenti pada seraut wajah yang dikenalnya. Dia tesenyum. “Anakku,” ujarnya lirih.

Hendi mendesah lega, kemudian memeluk Nurlaila. “Mah, apa matanya masih sakit?”

Nurlaila mendengar, tetapi tidak memahami perkataan Hendi seakan-akan putranya itu bicara memakai bahasa asing. Senyum di wajahnya sedikit demi sedikit memudar, pandangan matanya kembali menerawang.

“Mah?” H
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status