Setelah bel istirahat terdengar, dengan langkah cepat Qiya berjalan menuju kantin untuk membeli minum. Panas sekali badannya, tenggorokannya kering, dan kakinya pegal sekali berdiri lama menghormat kepada bendera.
Setelah memesan minum Qiya duduk di salah satu bangku kantin bersama Irham dan Ajeng. Ia merebahkan kepalanya di atas meja.
"Gilaaa.. gerah banget!!!" Keluh Qiya.
Irham mengibas-ngibaskan tangannya di depan Qiya berharap sedikit memberi angin untuk menyejukan gadisnya. Ajeng yang melihatnya mendengus sebal. Sudah panas makin panas aja tubuhnya liat orang mesra-mesraan di depan matanya.
"Bisa gak sih gak usah bucin? Pacar gue gak ada disini!! Males banget jadi kamcong," sindir Ajeng.
"Tuhkan gak bisa banget ya lo sekali aja gak sirik sama gue."
"Ish diem-diem. Pusing banget deh dengerin kalian ribut mulu! Akur napa akur" kesal Qiya.
Tiba-tiba ponselnya berdering menunjukan panggilan video dari Raiya. Tanpa pikir panjang
Bara masuk ke dalam kamar mandi di kamar Riza. Ia merasa mual karena tadi ia sempat meminum minuman yang tidak pernah ia sentuh sedikit pun. Ia terpaksa, ia berharap bisa sedikit melupakan masalahnya dengan meminum sesuatu yang haram itu.Dan ternyata tubuhnya tidak mampu menerimanya dengan baik. Toleransi alkoholnya cukup rendah padahal ia hanya meminum sedikit.Bara bahkan tidak berani pulang kerumahnya, takut jika Bundanya sampai tau dan kecewa dengan kelakuannya. Ada rasa menyesal di lubuk hati terdalamnya karena memilih jalan seperti ini.Berkali-kali kalimat ceramah terlontar dari mulut teman-temannya yang malam ini ikut berkumpul di rumah Riza. Mereka sedikit kecewa dengan apa yang Bara lakukan. Tapi sebagai seorang remaja mereka juga mengerti posisi Bara."Heh!! Ngapain lo Bar di dalem? Lama banget. Coli lo?" Tanya Riza dengan sedikit berteriak.Bara yang kesadarannya lumayan hilang hanya diam walaupun telinganya masih mendengar
Di balkon kamar, seorang gadis sibuk membaca novel yang belum tuntas ia baca. Ditemani dengan segelas coklat panas yang sudah mulai dingin karena terlupakan dan tidak di minum.Suara notifikasi dari ponselnya bahkan ia abaikan. Alur novel nampaknya lagi seru-serunya sampai ia tidak memperdulikan sekitar. Selimut kecil yang tersampir di bahunya membantu ia melawan udara dingin malam hari.Notif ke tiga yang terdengar dari ponselnya baru bisa membuatnya mengalihkan perhatian. Ia meraih ponsel yang tersimpan di sampingnya, membuka pesan yang ternyata dari Yasir.Satu buah video diterimanya lalu ia buka karena jarang sekali kakaknya mengiriminya video. Jangan sampai ini video gak jelas, ia akan marah besar kepada kakaknya karena ia sudah rela menunda membaca novel karena sebuah video ini.
Hari ini jadwalnya pak Hamdi mengajar di kelas Qiya. Tepat saat bel masuk berbunyi guru itu pun langsung muncul di pintu kelas. Entah mengapa, kata telat di kamus pak Hamdi tidak pernah ada. Beliau selalu tepat waktu dalam segala hal. Itu memang contoh yang baik jika para murid berpikir positif, tapi tidak dengan otak-otak murid yang selalu menyumpahi kebiasaan tepat waktu pak Hamdi. Bukan hanya karena mereka harus datang lebih pagi ketika pelajaran pak Hamdi ada di jam pertama, tapi karena sanksi yang akan mereka terima jika telat di jam pelajaran pak Hamdi. Guru itu tidak segan-segan mencoret nama siswa dari daftar absen yang dipegangnya. Juga tidak akan mendapat nilai di rapot karena dianggap tidak ada di daftar murid pelajaan pak Hamdi. Untuk itu, bagi sebagain murid bandel sepe
Sejak subuh hujan turun lumayan deras. Bergelung di bawah selimut pasti terasa nikmat. Udaranya dingin membuat mata Qiya tergoda untuk kembali terpejam. Selepas sholat subuh Qiya benar-benar melaksanakan permintaan matanya dan merebahkan tubuhnya lagi di atas kasur. Ia pikir 30menit cukup untuk menikmati cuara pagi ini. Tapi ia salah, ternyata sudah satu jam berlalu. Waktu seolah mendukung Qiya untuk tidak pergi sekolah, rasanya cepat sekali. Gedoran dari pintu kamar membuat Qiya mendengus, ia sudah hafal siapa pelakunya. "Iya udah banguunn!! Lo mau sekolah emang?" Teriaknya tanpa berniat membuka pintu. "Iyalah, gue ada jadwal wali kelas! Kudu masuk. Buruan siap-siap," jawab Yasir dari luar. "Ah hujan kali.. mending tidur. Gue gak
Jam istirahat sudah habis dari beberapa menit yang lalu. Tapi guru tidak juga masuk. Mungkin para guru sama malasnya dengan murid disaat hujan seperti ini. Bukannya reda, malah semakin deras. Udaranya bahkan lebih terasa dingin daripada hujan sebelumnya. Mungkin karena hujannya sejak subuh.Qiya keluar kelas bersama Ajeng dan Rissa. Niatnya mau duduk santai menikmati hujan di bangku lorong yang mengarah ke area SMP. Di tengah-tengah antara area SMA dan SMP hanya dipisahkan oleh pagar setinggi dada dan taman yang ukurannya sedang. Hujan gini pasti sejuk memandang taman itu.Tapi niat mereka harus urung karena bangku lorong basah oleh air hujan yang terbawa angin beberapa kali ke arah lorong ini. Pantas saja bangkunya basah.Mereka tidak kembali ke kelas karena tergiur untuk main hujan s
Qiya merasa lapar dan rasanya saat cuaca dingin di malam hari begini, enak untuk makan ayam pedas kesukaannya. Apalagi kalau bukanRechesse.Sudah lama ia tidak memakai ayam favoritnya itu.Kebetulan, saat ini ia sedang bertelepon dengan Irham yang katanya ingin di temani ngobrol sambil main PS.Qiya berinisiatif mengkode sang pacar agar membelikan BMnya itu, semoga saja Irham termasuk ke jajaran cowok peka."Ham, udah makan belum?" Tanya Qiya."Tumbenan lo perhatian sampe nanya udah makan atau belum?"Qiya meringis ketika mendengar pertanyaan balik dari Irham. Kayaknya permulaan mengkode Irham dengan pertanyaan itu bukan hal yang bagus, kesannya malah jadi aneh ka
Makasih susu kotaknya :)Sebuah pesan singkat dari Qiya mampu membuat Bara overthingking sampai tidak fokus memperhatikan guru yang mengajar. Bara benar-benar tidak percaya, ini beneran Qiya atau bukan yang kirim pesan?Tumben sekali gadis itu mengiriminya pesan. Manis sekali menurut Bara. Ia seperti diberi harapan kembali, tapi Bara juga sadar Qiya sudah memilih Irham. Jalannya semakin sulit karena gadis yang di cintainya telah bersama dengan yang lain.Bara dilema, ia harus apa? Maju terus atau berhenti sejenak. Atau bahkan ia harus sepenuhnya berhenti? Mencintai Qiya kenapa harus sesulit ini? Ia takut Qiya tak nyaman jika terus didekati padahal jelas-jelas Qiya sudah punya pacar. Bara juga tidak ingin disebut perebut. Kondisinya sudah tidak seperti dulu, sekarang Qiya tidak
Irham tidak kembali ke kelas sejak istirahat. Qiya sudah tau kalau pacarnya itu kabur bersama Rendi. Sekarang Qiya bingung mau pulang sama siapa. Pesan yang tadi ia kirim ke Yasir tak juga mendapat balasan.Saat Qiya akan memesan grab, tiba-tiba ada motor yang berhenti di hadapannya. Kak Bara."Belum pulang?" Tanya Bara.Qiya hanya menggeleng pelan sebagai jawaban."Si Irham kabur ya? Si Acil juga tadi balik pas jam 12, ngantuk katanya."Qiya tau sekarang, kenapa pesannya tidak dibaca oleh Yasir ternyata orangnya tidur. Ah sudahlah, tidak bisa diharapkan. Ia juga malu jika harus nebeng pulang ke Bara. Masa dulu setiap Bara nawarin pasti di tolak sekarang masa harus minta anterin pula