Marissa memandang ke bawah tepatnya di jalan dari balik jendela kamarnya. Ia memperhatikan Farissa yang berjalan pulang ke rumahnya. Setelah Farissa sudah tidak dapat dijangkau dari pandangannya, Marissa pun menutup jendela lalu merebahkan dirinya di kasur.
Pikirannya mulai berkelana. Menebak nebak apa yang sebenarnya terjadi kepada Farissa. Berbagai teori muncul di kepalanya. Apakah 'paman' adalah ayah Farissa? Apakah 'paman' itu jahat? Apakah 'paman' adalah penculik yang menculik Farissa? Dan kenapa Farissa selalu keluar dan berjalan-jalan waktu malam tiba?Marissa menghela nafas kasar. Kepalanya tiba-tiba menjadi pusing dan sakit saat memikirkannya. Ia pun memilih menutup tubuhnya dengan selimut lalu tertidur.•••Sepulang sekolah, Marissa langsung merebahkan diri di atas kasur. Ia sedikit pusing karena memikirkan tugas sekolahnya. Ia disuruh membuat kerajinan dari barang bekas.Nanti kerajinan-kerajinan yang dibuat oleh para murid akan ditampilkan di pameran sekolah hari sabtu.Tiba-tiba, Bibi Ambar memasuki kamar Marissa dengan membawa sebuah nampan. Terdapat es jus mangga dan beberapa camilan di atas nampan.Seketika wajah Marissa berubah menjadi ceria. Dirinya tidak sabar membasahi kerongkongannya yang kering dengan es jus mangga."Terima kasih, Bibi.""Sama-sama, Nona. Bibi permisi dulu, mau nyuci.""Iya, Bi. Silahkan."Marissa merubah posisinya menjadi duduk. Tangannya dengan sigap mengambil segelas jus mangga dan langsung meneguknya sampai tersisa setengah gelas. Setelah itu, Marissa berganti pakaian dan keluar kamar. Ia berniat ke gudang untuk mengambil benda-benda yang bisa digunakan untuk membuat kerajinan. Terdengar bunyi pintu berdecit saat Marissa membuka pintu gudang. Marissa langsung bersin-bersin karena debu memasuki hidungnya. Ia pun menggunakan masker yang telah ia persiapkan agar tidak terkena debu.Marissa menekan saklar beberapa kali hingga lampu benar-benar menyala. Terlihat banyak sekali debu yang membungkus hampir semua benda-benda di dalam gudang.Marissa menatap sekeliling untuk menentukan titik pencariannya. Akhirnya ia memilih membongkar benda-benda di rak dan lemari usang di sebelah kiri. Ia melangkah dengan hati-hati menuju rak dan lemari tersebut.Tangan Marissa yang terbungkus sarung tangan mulai menggeledah isi lemari. Benda pertama yang Marissa temukan adalah sebuah pigura foto yang terlihat sangat usang dan penuh debu. Marissa mengernyit, berusaha membersihkan debu-debu yang menempel di pigura itu.Dirinya tercengang ketika melihat foto di dalam pigura tersebut. Foto dua orang bayi. Marissa mengerutkan kening, mencoba menebak-nebak siapa bayi di dalam foto tersebut dan untuk apa benda tersebut tersimpan di gudang? Jika itu adalah foto Marissa, kenapa ada dua bayi di dalam foto tersebut?Marissa memilih tidak memikirkannya. Ia memilih menaruh pigura itu ke tempatnya semula. Tangannya pun kembali menggeledah isi lemari. Benda kedua yang ia temukan adalah sebuah buku yang sangat tebal dan usang.Marissa ragu menyebutnya buku karena benda tersebut lebih mirip… sebuah kitab. Marissa membolak-balik kitab tersebut untuk melihat lebih detail sampulnya yang berwarna hitam. Di sampul depan, terdapat sebuah tulisan arab yang bertuliskan طفل شيطاني yang berartikan 'anak iblis' atau 'anak syaitan'.Marissa membuka kitab tersebut. Sesekali Marissa terbatuk dan bersin karena debu. Di halaman pertama kitab tersebut, terpampang sebuah tulisan besar bertuliskan 'cara memanggil Azalah'. Di bawah tulisan tersebut ada sebuah tulisan berbahasa arab yang bertuliskan أزالة ، تحت البدر ، في برد الليل ، تعال إلى هنا في برودة الريح yang artinya 'Azalah, di bawah bulan purnama, di malam yang dingin, datang ke sini di tengah dinginnya angin'. Dibawah mantra tersebut, ada tata cara atau ritual yang harus dilakukan jika ingin memanggil Azalah."Nona." Terdengar suara Bibi Ambar memanggil.Marissa refleks menoleh dan ia melihat Bibi Ambar berdiri di ambang pintu."Nona sedang apa?" Bibi Ambar bertanya."Em… aku sedang cari barang bekas untuk tugas kerajinan di sekolah," jawab Marissa."Oh, mau Bibi bantu?""Eh, tidak usah, Bi. Aku bisa mencarinya sendiri.""Ya sudah, kalau butuh bantuan segera panggil Bibi.""Pasti, Bi.""Ya sudah, Bibi mau nyuci baju dulu, ya," ujar Bibi Ambar yang diangguki Marissa.Marissa tertarik dengan kitab yang ia pegang. Ia kemudian menaruhnya di atas tumpukan kardus yang rencananya kitab itu akan ia bawa ke kamar.•••Setelah mendapat barang-barang yang ia butuhkan untuk membuat kerajinan, Marissa pun kembali ke kamarnya. Marissa mengurungkan niatnya untuk membuat kerajinan saat ini juga. Ia lebih tertarik kepada kitab yang ia temukan.Marissa membuka halaman kedua kitab tersebut. Ada sebuah tulisan yang bercetak tebal di bagian atas halaman. Tulisan tersebut bertuliskan 'mantra untuk memperkaya diri'. Dibawah tulisan tersebut terdapat tulisan berbahasa Arab yang bertuliskan البدر ، في منتصف الليل المظلم ، على هامش نسيم الليل ، يا أزلة ، امنحنا الثروة. Arti mantra tersebut adalah 'Di bawah bulan purnama, di tengah malam yang gelap, Di pinggiran angin malam, Azalah, berilah kami kekayaan'. Dibawah mantra tersebut terdapat tata cara jika ingin melakukan ritual untuk memperkaya diri.Lalu Marissa membuka halaman ketiga. Lagi lagi terdapat tulisan yang bercetak tebal di bagian atas halaman yang bertuliskan 'cara mendapat keturunan'. Kemudian, Marissa membuka halaman keempat. Di bagian atas halaman terdapat tulisan bercetak tebal yang bertuliskan 'cara mencelakakan musuh'.Di halaman kelima, terdapat tulisan bercetak tebal yang bertuliskan 'cara melariskan dagangan'.Marissa melirik jam dinding, sudah pukul empat sore. Marissa memutuskan menutup kitab tersebut dan menyimpannya di laci.Marissa berniat untuk berjogging keliling perumahan. Sebenarnya tujuan utama ia bukan hanya sekedar berjogging, tapi ia ingin mencari tahu tentang rumah yang ditinggali Farissa.Marissa membawa tas ransel kecil di punggungnya. Tas ransel tersebut berisi sebuah roti dan susu segar. Rencananya makanan dan minuman tersebut akan ia beri kepada Farissa.Seperti biasa, earphone terpasang di telinga Marissa. Ia pun mulai berjogging.Hal yang ia tunggu-tunggu tiba, yaitu melewati rumah besar berwarna putih dan bertingkat dua. Ia melihat Farissa duduk di kursi teras rumah. Marissa pun melambaikan tangan kepada Farissa. Farissa nampak terkejut dan gembira. Ia pun berlari menghampiri Marissa."Hai, ini aku bawakan roti sama susu buat kamu," ujar Marissa."Wah, terima kasih, ya. Aku tadi cuma makan nasi dan garam," sahut Farissa.Untuk yang kesekian kalinya Marissa tercengang. Marissa menatap pilu Farissa yang sedang melahap roti.Setelah menghabiskan rotinya, Farissa berucap, "Terima kasih, ya. Kamu adalah satu-satunya orang yang aku sayang. Aku sangat berterima kasih kepadamu."Marissa fokus menatap bulan purnama yang tampak sempurna di langit malam. Malam ini berbeda dari malam-malam sebelumnya. Fadira sama sekali tidak menampakkan dirinya. Marissa sudah menunggu dari senja sampai malam tiba. Namun Farissa tak kunjung menampakkan batang hidungnya.Marissa menatap jalanan dari balik jendela kamarnya, berharap melihat Farissa. Namun nihil, Farissa tetap tidak terlihat. Marissa meletakkan kepalanya di atas meja. Wajahnya murung.Marissa membuka ponselnya, melihat beberapa foto dirinya dan Farissa. Tak terasa air matanya menetes."Nona, Bibi bawakan susu hangat." Suara Bibi Ambar membangkitkan Marissa.Marissa cepat-cepat menghapus air matanya dan tersenyum ketika Bibi Ambar memasuki kamar."Tugasnya banyak, ya, Non? Mau Bibi bantu?" tawar Bibi Ambar seraya menaruh segelas susu hangat di atas meja."Tidak usah, Bi. Ini sudah mau selesai, kok.""Ya sudah. Bibi tinggal dulu, ya, Non," ucap Bibi Ambar yang diangguki Marissa.Marissa menarik nafas panjang untuk men
Farissa takjub ketika jarinya menyentuh layar handphone milik Marissa. Ia kagum dan bertanya-tanya kenapa layar tersebut bisa bergerak dan berubah-ubah setelah tangannya menyentuh layar handphone tersebut.Ia sampai tidak memperhatikan jalan dan mendapat klakson dari banyak pengendara karena ia tidak fokus dan berjalan ke tengah-tengah jalan. Farissa pun segera menepi dan memasukkan handphone ke dalam saku celananya. Ia menikmati alunan lagu dari earphone yang terpasang di telinganya.Beberapa menit kemudian, ia pun sampai di rumah besar milik Marissa. Di ia pun masuk lewat gerbang dan terlihatlah Aurin yang sedang merawat tanaman di depan rumah. Farissa sudah diberitahu tentang Aurin oleh Marissa. Ia diberitahu Marissa bahwa Marissa memanggil Aurin dengan sebutan 'Mama'."Mama," sapa Farissa sambil mencopot earphone dari telinganya."Eh, kok pulangnya cepat sekali?""Iya, karena aku sudah capek," sahut Farissa."Ya sudah masuk sana! Atau mau temani Mama di sini?""Aku mau temani Mam
Terik matahari menyilaukan mata Farissa yang baru saja terbangun dari tidurnya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Setelah matanya terbuka sempurna, ia melihat Aurin sedang mengikat gorden."Bangun, Nak. Sudah pagi," ucap Aurin.Farissa meregangkan otot-ototnya yang kaku. Ia menguap lalu mendudukkan dirinya."Mandi lalu sarapan. Tadi Roy sudah telfon Mama, dia bilang kalau bakal jemput kamu jam sembilan. Tadi Roy udah nelfon kamu tapi tidak diangkat. Gimana mau ngangkat kalau kamunya aja masih tidur," ujar Aurin.Mandi? Itu adalah kegiatan yang dilakukan Farissa sebulan yang lalu. Iya, dia sudah tidak mandi selama sebulanan lebih.Farissa hanya terdiam sambil memperhatikan Aurin yang keluar kamar. Farissa bengong, tadi malam adalah pertama kalinya ia tertidur nyenyak setelah sekian lama.Farissa beranjak dari kasur. Dia berjalan menuju lemari besar milik Marissa. Ia membuka lemari itu dan tampaklah ratusan pakaian milik Marissa. Farissa tercengang melihatnya.Itu sangat berbanding
Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya Roy dan Farissa sampai di mall. Farissa turun dari motor dengan hati-hati. Ia lalu hanya terdiam melihat Roy turun dari motor dan membuka helm.Roy mengernyit melihat Farissa hanya diam seperti patung. "Kenapa gak dicopot helmnya?" tanyanya.Farissa menggeleng. "Gak bisa."Roy tambah bingung dengan pengakuan Farissa. "Kamu pasti cuma alasan aja 'kan biar aku bukain? Biasanya juga nyopot helm sendiri."Farissa hanya diam dan menunduk karena tak tahu harus menjawab apa. Roy hanya geleng-geleng kepala lalu menautkan jarinya dengan jari Farissa. Roy pun melangkah memasuki mall diikuti Farissa.Lagi dan lagi, rasa tersebut muncul kembali. Jantung Farissa pun berdegup kencang ketika Roy menggenggam tangannya. Perasaan apa ini?Mereka berjalan memasuki area bioskop. Mereka memesan popcorn dan soda terlebih dahulu. Farissa memandang popcorn yang ada di tangannya dengan bingung. Lalu ia mengambil satu biji popcorn dan mencobanya. Matanya berbinar, te
Farissa nampak bingung dengan makanan di depannya. Ia terus memandanginya tanpa memakannya."Kenapa gak dimakan?" Roy bertanya."Aku… gak tahu cara makannya," ungkap Farissa.Roy mengernyit bingung. "Bukannya kamu suka makan sushi?"Farissa meremas tangannya. Ia lupa bahwa kini ia sedang berperan sebagai Marissa. Farissa akui bahwa dirinya memang sangat polos dan rada bodoh."Eh, iya. Cuma aku pusing aja jadi gak nafsu makan," ujar Farissa."Kamu pusing? Kenapa gak bilang dari tadi?""Aku kira tadi pusingnya bakal hilang tapi ternyata enggak.""Ya itu dimakan walau sesuap aja. Nanti aku habisin.""Oh, oke."Farissa pun mengambil sepotong sushi dan melahapnya. Raut wajah Farissa menampilkan raut wajah tak suka. Ternyata sushi tidak cocok dengan lidahnya. Namun ia tetap menelan sushi yang telah ia kunyah.Ia mengambil dua potong sushi lagi dan langsung melahapnya. Lalu ia mendorong piring sushinya kedepan sambil berucap, "Aku sudah.""Oke." Roy mengambil sepiring sushi milik Farissa dan
Marissa melihat-lihat galeri ponselnya. Terdapat beberapa foto Farissa. Marissa tertawa, ternyata Farissa pandai ber-selfie."Farissa… siapa kamu sebenarnya?" gumam Marissa.Marissa merasa bosan bermain ponsel. Ia menaruh ponselnya di atas nakas. Lalu ia merebahkan dirinya sambil menatap langit-langit kamar.Tiba-tiba, rasa penasarannya kepada buku diary milik Aurin kembali mencuat. Ia mengambil buku diary tersebut dari dalam laci. Marissa pun duduk bersandar sambil membaca buku diary tersebut.Kemarin, ia sudah membaca buku diary tersebut sampai halaman dua. Ia pun membuka halaman tiga untuk ia baca. Isi halaman tersebut adalah:7 September 2005Hari ini, tepatnya malam bulan purnamaAkhirnya apa yang kami nanti-nanti telah tibaHadir dua malaikat kecil di dalam perutkuAku tidak rela berpisah dengan merekaSemoga ada jalan keluarMarissa terpaku. Dua malaikat kecil? Itu artinya dulu Aurin hamil anak kembar. Marissa termenung. Benarkah orang tuanya membuat perjanjian dengan Azalah?Ma
Berjam-jam Marissa dan Farissa habiskan untuk perawatan. Kini, mereka melakukan perawatan yang terakhir yaitu manicure pedicure.Farissa menatap takjub kepada kukunya yang sudah diwarnai. Ia merasa seluruh badannya sangat segar. Semua keluhannya hilang semua, mulai dari rasa gerah, rambut gatal, kulit gatal, kuku yang panjang hingga menusuk kulit dan menimbulkan sakit. Marissa yang duduk di sebelah Farissa tersenyum puas. "Gimana? Udah enakan 'kan?""Iya, aku merasa sangat nyaman dengan tubuhku yang sekarang," jawab Farissa."Setelah ini, aku ajak kamu ke mall," ujar Marissa."Mall?" Tiba-tiba pikiran Farissa menerawang ke masa lalu dimana ia pergi ke mall bersama Roy.Pikiran Farissa tidak bisa berhenti. Ia terus kepikiran tentang Roy saat membawanya ke mall seperti kaset lama yang terputar. Farissa baru tersadar ketika Marissa menepuk bahunya."Malah bengong." Marissa mengomel. "Udah ayo kita pergi dari sini!"•••Farissa mengernyit bingung ketika Marissa memberhentikan mobilnya di
Marissa menatap pantulan dirinya di cermin. Tubuhnya yang body goals itu terbalut celana jeans dan sweater oversize. Rambutnya yang diwarnai coklat tersebut tergulung dengan rapi dan aesthetic. Dan wajah cantiknya dibubuhi make up tipis yang kelihatan natural.Marissa berinisiatif melakukan mirror selfie. Ia pun mengambil ponselnya di tas selempang lalu mulai memotret dirinya dengan berbagai macam gaya.Setelah selesai, ia mengirimkan beberapa fotonya kepada Roy sekalian pamit ingin pergi konser. Sembari menunggu jawaban dari Roy, ia melihat-lihat fotonya.Dirinya terpaku ketika melihat bayangan hitam yang menyerupai sesosok manusia berdiri di belakangnya. Tiba-tiba bulu kuduknya berdiri. Marissa menunduk, tak berani menatap pantulan cermin apa lagi menghadap ke belakang.Marissa merasa ada sesuatu yang sedang mengawasinya. Marissa pun terus menunduk dan berjalan keluar kamar. Marissa menarik nafas lega ketika berhasil keluar kamar.Ia pun bergegas menuruni tangga. Di lantai bawah, sud