“Sepertinya kamu punya tugas tambahan,” ucap Raja sembari melihat ke arah sosok pria yang tak lain dan tak bukan adalah Marcel.Anton mengangguk mengerti, “Segera aku bereskan, Pak,” katanya sembari mengeluarkan ponsel dari saku jaket.Anton menggeser layarnya. Dia menghubungi Ferdi. Di dering ke tiga telepon tersambung.“Ya, Pak?” suara Ferdi terdengar senang. “Ada yang bisa saya bantu?”“Orang-orangku melihat anakmu ada di klub malam. Apakah itu pantas?” Suara Anton begitu pelan. “Semua perusahaan yang menjalin kerja sama dengan Prince Group, harus menjaga sikapnya di luar sana!”“Maaf, Pak. Saya akan–” Suara Ferdi terdengar panik.Namun, belum sempat Ferdi menyelesaikan kalimatnya, Anton memutus sambungan sepihak.Benar saja, tak berselang lama ponsel Marcel berdering. Awalnya dia menghiraukan dan terus menikmati sentuhan-sentuhan yang diberikan wanita kupu-kupu malam.Namun, raut wajahnya berubah kesal mendengar ponsel miliknya terus berdering,“ Sialan! Siapa yang menggangguku?” u
“Aku mau kepalamu!” seru Anton begitu dingin.Seketika suasana di tempat itu berubah mencekam. Beberapa wanita barusan yang mendekati Raja dan Anton, mulai berbalik mundur perlahan-lahan.“Tidak masalah jika kamu takut. Taruhan di batalkan,” ucap Anton kemudian.Di titik ini raut wajah Joni masih tampak begitu semringah. Dia merasa yakin mampu memenangkan taruhan penuh berisiko ini. Dia tidak mungkin melewatkan kesempatan emas yang bisa membuat kekayaannya bertambah 1 miliar.“Siapa bilang aku takut? Justru aku tidak sabar ingin segera memulainya,” ucap Joni penuh percaya diri.Joni menyunggingkan senyuman meremehkan kala melihat Pria bertopeng satunya maju lebih mendekat.“Aku punya kemampuan banyak jenis bela diri. Kamu pasti k.o dalam hitungan detik.” Tatapan Joni penuh mengintimidasi, bermaksud menjatuhkan mental lawannya.Melihat pria itu tak merespon, Joni semakin merasa berada di atas angin, “Aku sarankan kamu menyerah sebelum wajah di balik topengmu babak belur. Katakan pada b
Tendangan Anton membuat Haston jatuh terlentang di lantai. Semua orang yang menyaksikannya tampak semakin ketakutan, apalagi mereka tidak bisa keluar dari tempat ini yang dijaga oleh banyak pria bertopeng.Anton maju dan menginjakkan kakinya di perut Haston.“Jangan! Lepaskan!” Haston menjerit kesakitan.“Sekarang katakan siapa saja oknum polisi yang memberi izin klub malam ini beroperasi?” tanya Anton sembari menekan kakinya di perut Haston.“Am-pun.” Haston terengah-engah akibat perutnya terinjak. “saya akan memberitahu semuanya.” Haston pun menyebutkan oknum polisi maupun pejabat yang sering datang ke klub malam ini. Nama yang disebut salah satunya adalah Marcel Putra Wirdoyo yang merupakan pelanggan setia.“Baiklah. Sekarang kamu akan menerima hukuman yang setimpal. Semua ucapanmu terekam jelas,” ucap Anton sembari mengeluarkan alat perekam kecil di saku celananya. “aku akan menyerahkan rekaman ini ke pengadilan pusat.”Di tengah kesakitannya, Anton terlihat begitu panik, “Tolong
“Kalau begitu aku akan membunuhmu!” seruan Raja sama sekali tidak main-main. Joni gemetar sejadi-jadinya dengan detakan jantung yang terdengar keras. Dia tampak ingin berbicara, tetapi suaranya tertahan. Rasa takutnya lebih besar dari rasa sakitnya, seolah-olah tidak menyadari bahwa ada banyak darah yang mengalir deras dari kepala dan tangan kirinya. Anton yang juga benar-benar murka, dia pun mengambil pecahan beling. “Binatang sepertimu pantas dibunuh!” Saat Anton hendak menancapkan beling itu ke wajah pria itu, tiba-tiba tangannya tertahan. “Pak Raja?” Anton bingung karena Raja mencegahnya. “Joni harus mati!” dia sangat kesal kala menoleh ke arah Joni yang sudah tidak sadarkan diri. “Sialan! Bangun, kamu!” teriaknya. “Anton! Jangan membunuhnya!” ucap Raja serius Anton sedikit terkejut mendengarnya. Dia menoleh dan bertanya, “Bukankah Pak Raja tadi ingin membunuhnya?” “Tidak! Aku hanya menggertaknya,” tegas Raja. “aku hanya memberinya sedikit pelajaran, selebihnya biarkan hu
“Ada apa, Pak?” tanya Ayyara. “Mohon maaf sekali lagi, Bu. Yang boleh masuk ke dalam hanyalah seorang petinggi perusahaan. Saya harap Ibu mengerti.” Ayyara memahaminya. Di titik ini dia merogoh ponsel miliknya dan menghubungi Bambang. Setelah sambungan telepon terhubung, Ayyara berkata, “Hallo, Pak.” “Ya, Bu Ayya.” Suara Bambang terdengar karena Ayyara sengaja menghidupkan loudspeaker ponselnya. “Pak saya sekarang ada di lobi perusahaan. Kalau boleh, izinkan suami saya menemani saya masuk ke dalam,” pinta Ayyara. “Gimana, ya.” Bambang terdengar ragu-ragu. “Suami saya hanya menemani saja,” ucap Ayyara meyakinkan. “Baiklah, silahkan masuk,” jawab Bambang, lalu sambungan telepon terputus. Dengan senyuman kecil, Ayyara menatap security itu dan berkata, “Jadi boleh 'kan suamiku ikut denganku?” Security itu mengangguk lalu segera menggeser tubuhnya ke samping, “Silahkan, Bu.” Raja dan Ayyara berjalan berdampingan dan memasuki lift. Mereka menekan tombol lift untuk segera tiba di
“Haruskah aku merobek bibirmu atau langsung membunuhmu karena berani menuduh istriku?!” seru Raja. Seluruh tubuh Bagas bergetar diselimuti ketakutan. Namun, statusnya sebagai seorang petinggi perusahaan membuat pria gendut tersebut tidak ingin kalah dengan seorang kalangan bawah seperti Raja. Bagas bangkit dan menatap Raja dengan mata melotot, “Berani kamu mengancamku?!” walaupun suaranya lantang, raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya. “kamu hanyalah seekor semut yang bisa aku injak-injak!” Bahkan semua orang juga merasakan aura kemarahan Raja yang seolah-olah membakar seisi ruangan. “Kalau begitu buktikan ucapan anda!” seru Raja kemudian. “Silahkan.” Bagas hanya bisa menahan amarahnya. Tentu saja dia tidak berani melawan Raja saat ini juga, bisa-bisa tubuhnya sendiri yang babak belur. Namun, perlahan senyuman licik terbit di bibirnya. Bagas menoleh ke arah Ayyara, “Apakah dia suami yang baik? Sikapnya yang kayak binatang, tidak pantas buat kamu. Sudah terbukti, d
Marcel tengah berada di kamar pribadinya. Dia begitu kesal, merasa seperti singa yang terkurung.“ARGH! Sialan!” teriak Marcel sembari menyandarkan punggungnya di pintu dan menjambak rambutnya sendiri.Marcel lalu mulai melampiaskan amarahnya dengan merusak barang-barang yang ada di kamar miliknya.“Raja! Ayyara!” teriaknya lagi penuh emosi. Kali ini dia memecahkan sebuah gelas.Di titik ini pintu kamar terbuka. Marcel tersenyum kecut kala mengetahui Ferdi yang datang menemuinya.“Ada apa lagi, Pa?” sindirnya. “Mau memperketat pengawasanku? Silahkan lakukan sesuka hati Papa.” nada bicaranya menunjukkan kekesalannya.“Dengarkan Papa. Kita harus melakukan sesuatu untuk menghentikan laju perusahaan SFM.” Ferdi tanpa basa-basi langsung mengutarakan maksud kedatangannya.Ferdi sama sekali tidak peduli dengan sikap kekanak-kanakan Marcel. Baginya masa depan WNE Group kini jauh lebih penting.“Tidak ada waktu lagi. Kita harus bergerak cepat,” ucap Ferdi dengan raut wajah yang begitu serius.
“Wajahmu sesuai dengan foto yang dikirimkan Pak Bagas!” seru pria itu. “kamu adalah target kami hari ini!”Raja masih dengan wajah datarnya, “Untuk apa Pak Bagas mengirim kalian?”“Untuk mematahkan tulangmu!” jawab pria itu penuh penekanan dengan tatapan mengintimidasi.Raja menatap mereka satu per satu dengan raut wajah tanpa ekspresi, “Pergilah. Aku tidak banyak waktu.”Kelima orang itu malah tertawa renyah dengan tatapan meremehkan.Pria itu mendecakkan lidahnya, “Kamu takut? Sayangnya kami tak 'kan membiarkanmu pergi sebelum tulang-tulangmu patah.”“Jangan bilang aku tidak memperingati kalian. Pergilah. Tanganku terlalu kuat! Aku tidak ingin melukai kalian.” Ucapan Raja yang jujur itu malah membuat kelima orang itu naik pitam. Di detik selanjutnya pria itu menerbitkan senyuman meremehkan, “Sekuat apa pukulanmu? Aku ingin mencobanya. Lebih sakit dari gigitan semut, 'kah?”“Dia barusan cuma menggertak, Bos. Dipukul nanti nangis ngadu ke istrinya.”“Dia pikir kami anak kecil yang mu