Citra
“Neng, terminal akhir nih neng. Mau turun apa enggak?”
Sayup-sayup kudengar suara itu di telinga, suara seorang lelaki yang tidak kukenal. Kubuka mata, sekelilingku agak gelap.
“I-ini dimana?”
“Terminal akhir neng, mau turun di sini? Apa mau ikut balik ke kota?”
“Hah? Oh..enggak. Saya turun di sini kok.” Sahutku cepat, lalu berdiri dan berusaha meraih ransel di rak penyimpanan. Tetapi karena berat, lelaki yang ternyata kernet bus yang mengambilkannya untukku.
“Terima kasih pak.”
“Iya sama-sama.”
Kulangkahkan kakiku menuju pintu keluar, terminal akhir ini sudah sepi dan tinggal beberapa buah bus antar provinsi yang sedang istirahat. Kulirik jam yang menggantung di salah satu pilar, pukul setengah dua pagi.
“Ahh, sejauh ini aku pergi...ini di mana sih?”
Aku bingung sendiri, tadi aku bergegas pergi ke
CitraAku tidur benar-benar pulas, padahal saat di bus pun aku tidur hampir sepanjang perjalanan. Tetapi saat kepalaku menyentuh bantal, aku kembali mengantuk dan tertidur seperti bayi yang kenyang sampai pukul sembilan pagi.Sempat merasa bingung, dan bertanya-tanya di mana aku sekarang. Tetapi saat semua kesadaranku kembali, aku pun ingat jika sekarang tinggal di hotel, di kota yang tak pernah aku kunjungi sama sekali sebelumnya. Jauh dari semua orang yang kukenal.“Hari ini enaknya ngapain...cari rumah tinggal?” tanyaku pada diri sendiri.Cahaya matahari terasa sangat terik, bahkan tirai pun tak mampu menahan sinarnya yang terang. Aku turun dari tempat tidur lalu melangkah menuju pintu kaca yang menuju ke balkon, membukanya lebar-lebar dan aku tercengang melihat pemandangan yang nampak di hadapanku.Hotel kecil ini lokasinya di atas bukit, jauh ke bawah sana adalah pantai berpasir putih dengan laut biru ya
RakaHari kedua Citra pergi dari rumah, membawa tas ransel besar dan mengatakan bahwa ia ingin memutuskan kontrak sepihak. Gila, setelah mendapatkan semua barang bagus, dia ingin lari dari tanggung jawab dan sok kuat dengan mengatakan akan mengembalikan semua uangku yang dia pakai.Cih, uang dari mana dia mau membayarnya kembali?Jujur sebenarnya aku tidak mengharapkan uang yang kuberikan kembali padaku, sebab aku memang sudah memberikannya. Tetapi melihat kesombongannya sebagai orang tak punya, membuatku jadi kesal. Biar saja sekalian kujadikan hutang.Padahal apa susahnya bertahan sebentar lagi, toh Maureen pun mulai menunjukkan ketergantungannya padaku. Aku yakin hal itu menjadi salah satu ciri bahwa ia mulai merasakan cinta padaku.“Mohon maaf pak, kalau saya boleh tahu ibu pergi kemana, ya? Saya agak khawatir. Soalnya kondisi kesehatan ibu sepertinya kurang baik.”Pelayan muda yang selalu bersama Citra berdiri
CitraSetelah beberapa hari, akhirnya aku menyalakan Hpku lagi. Aku sudah mengganti nomor dengan yang baru, dan kubuang SIM card yang lama. Aku tidak khawatir tentang ayah dan Angga, tak kuberi kabar pun sepertinya mereka baik-baik saja. Toh mereka sudah tak ada hutang apapun lagi, hidup mereka tinggal menjalani seperti biasa.Selain itu tidak ada kontak penting lainnya, jadi walaupun kubuang dan ganti dengan yang baru aku tidak merasa keberatan.Hal pertama yang kulakukan setelah memiiliki SIM card baru adalah menanyakan lamaran pekerjaan lewat WA, pada nomor yang tertera dalam selebaran yang kudapat dari cafe tempo hari. Syukurlah, ternyata lowongannya masih ada dan pemilik cafe menjawab jika pengalaman kerjaku cukup meyakinkan.Ya tentu saja, aku berpengalaman menjaga toko pakaian, jadi kasir minimarket dan juga jadi penjaga pom bensin. Semuanya melayani pelanggan, jadi aku pasti bisa melakukan tugasku dengan baik di cafe it
RakaHatiku belakangan ini terasa lebih tenang, semua berkat kata-kata Reza tempo hari. Ia mengatakan jika Citra mengecek kehamilannya sembunyi-sembunyi di klinik yang jauh sekali. Sudah tentu dia punya agenda lain, mungkin dia takut ketahuan jika dia punya affair dengan lelaki lain dan sampai hamil.Huh, tak kusangka dia rupanya cukup liar.Padahal jika pikiranku tak salah, dia masih virgin saat hubungan itu terjadi di antara kami. Lantas kenapa? Virgin atau tidaknya seseorang tidak menghentikan sisi liar dan binal seseorang. Mungkin Citra menyukai aktivitas itu dan mencari lelaki lain yang bisa menyenangkan dia. Mungkin?Gila, dalam waktu kurang dari dua minggu?!Brak!Seseorang membanting pintu kamar, begitu keras sampai aku yakin kaca jendela di belakangku bergetar. Kurasa orang yang membanting pintu adalah Maureen, sebab tak mungkin ada pelayan yang melakukan hal seperti itu di rumah ini.Bergegas aku
CitraSudah seminggu aku bekerja sebagai pelayan di cafe Aloha ini, selalu ramai setiap hari, apalagi di weekend. Nyaris tidak bisa duduk santai lebih dari 30 menit, selalu ada saja tamu yang datang dan pergi.Selama ini aku juga tidak mendapatkan banyak masalah, aku bisa bekerja dengan baik, bosku baik, teman-temanku lumayan walaupun belum akrab, paling hanya Lola saja yang sering ketus karena merasa dia lebih senior dibandingkan aku.Kemudian si kecil dalam perutku ini juga sangat mendukung kondisi kami saat ini, aku sama sekali tidak banyak mual, hanya sesekali dan bisa makan apapun dengan leluasa.“Cit, tolong ke meja 12 ya? Hati-hati agak berat.”Jalu memanggilku dari jendela dapur, ia menyodorkan satu baki penuh makanan dan minuman yang harus kuantarkan ke meja 12.“Baik. Upp, ternyata memang agak berat...”“Iya, makanya kubilang hati-hati.”Aku melirik Jalu,
CitraMatahari sudah lewat dari atas kepala, sudah beranjak sore. Mungkin sekarang pukul dua siang, atau lebih? Aku tidak membawa ponsel dan tidak juga mengenakan jam tangan untuk mengecek waktu. Lagipula siapa peduli ini jam berapa? Aku hanya ingin berlama-lama memandangi laut di kejauhan.“Cuekin aja Lola, dia emang begitu. Nyolot. Tapi kalo udah berlebihan aku juga pasti enggak tinggal diam kok.”Kutolehkan kepala, Jalu tiba-tiba saja duduk di sebelahku tanpa permisi. Ia menyodorkan sebotol minuman dingin, kuterima dan langsung kuminum setelah mengucapkan terima kasih.Sejak tadi aku memang duduk di sini, di bawah pohon yang tak jauh dari lokasi cafe. Sendirian memikirkan hidupku yang bisa jadi seperti ini, sendirian di tempat sangat jauh dari kota asal. Di tempat baruku ini juga tidak semulus itu, malah aku langsung dapat fitnahan di hari ketujuh bekerja.Tapi jika kupikir-pikir lagi, fitnahan ini tidak ada apa-a
RakaEntah sudah berapa malam Citra pergi dari rumah dan membatalkan kontrak sepihak, aku tak pernah menghubunginya sama sekali sejak hari pertama. Sudahlah, anggap saja kontrak kami sudah selesai karena sekarang Maureen pun mau denganku walau banyak syaratnya.“Raka! Kapan kita mau ke notaris?”Maureen yang baru selesai mandi langsung menagih janjiku, untuk memberikan mayoritas saham padanya. Aroma segar buah tercium dari tubuhnya, perutnya yang mulai membuncit terlihat lucu di balik gaun tidur yang ia kenakan.“Kamu maunya kapan? Kapan pun aku mau.” Jawabku penuh keyakinan.“Hmm, kapan yaa? Besok?”“Mau besok aja?”“Iya lah! Biar cepet kesampaian nih ngidamku!” Maureen mengatakan itu sambil mengusap-usap perutnya.“Haha, kayaknya anakmu ini bakalan jadi pebisnis handal deh nantinya. Ngidamnya aja sekarang pengen jadi pe
CitraSetelah pergi ke klinik ibu dan anak, aku merasa lebih tenang karena sudah memeriksakan kondisi kehamilanku. Dokter bilang kandunganku kuat, dan sehat. Si kecil dalam rahimku juga bertumbuh dengan baik, sejauh ini tak ada keluhan berarti dan aku juga merasa tak ada masalah apapun.Sedikit kelalahan dan selalu lapar, wajar. Bahkan aku yang selalu lapar katanya lebih baik, karena bisa makan enak tanpa dihantui mual, yang sering jadi momok bagi ibu hamil muda lainnya. Aku sempat merasa bangga, karena kehamilanku ini sepertinya tidak akan rewel dengan morning sickness, ngidam dan sebagainya.Aku bisa santai menjalani kehamilanku ini tanpa masalah.Tapi cepat atau lambat aku harus memberi tahu Dadan dan teman-teman kerjaku bahwa aku sudah menikah, dan sudah mengandung. Jika salah satu dari mereka yang tahu lebih dahulu sebelum kukabari, bisa-bisa mereka menilai aku mengada-ada. Apalagi insiden alat kontrasepsi itu, bisa-bisa a