Orang yang datang tersebut ternyata anak dan cucu Profesor Erikson, mereka memang sering menjemput pria tua itu, jika Martin tidak mengundangnya.Anak dan Cucu Profesor Erikson terkejut saat melihat wajah Martin yang terlihat buruk rupa, bahkan gadis yang usianya sama dengan Matias sampai bersembunyi di balik tubuh sang Ayah, padahal tadi sangat bersemangat."Ayah, siapa mereka?" tanya anak profesor Erikson penasaran."Orang yang selalu Ayah bicarakan, dialah yang selama ini meminta bantuan Ayah. Martin, kenalkan mereka anak dan cucuku," ucap Profesor Erikson."Astaga, jadi benar ada orang yang terluka parah masih hidup," celetuk cucu profesor Erikson.Ayah gadis itu langsung memelototi sang anak, sehingga si gadis langsung menutup mulutnya sambil sedikit membungkukkan badan.Martin mengulas sebuah senyum, ia mengulurkan tangannya. "Maaf selama ini telah merepotkan Ayah anda, saya Martin Luther, mereka anak dan Istriku."Anak Profesor Erikson menyambut uluran tangan Martin, balas terse
"Kenapa bengong, tidak mau?" tegur si gadis.Matias seketika langsung tersadar, mengambil kopi kaleng pemberian gadis tersebut. "Terima kasih."Gadis itu mengangguk pelan, ia duduk disebelah Ivan sambil menenggak minuman kaleng yang ada ditangannya.Matias terlihat gugup, ia mencuri-curi pandang ke arah di gadis sambil mengusap-usap minuman kaleng yang dipegangnya."Seila Rosemary Weil, itu namaku," ucap si gadis tiba-tiba."Eh ... a-aku Mati ....""Matias Luther, aku sudah tahu," sela Seila ketika Matias belum selesai berbicara.Matias hanya tersenyum kecut, ia tidak bisa berkata-kata lagi, karena saking gugupnya. Ini pertama kalinya ia mengobrol dengan gadis tapi segugup itu, padahal kalau disekolah ia tidak pernah seperti itu.Seila menoleh menatap Matias, ia memperhatikan Matias yang sedang menundukkan kepalanya sambil menggenggam minuman kaleng yang ia berikan."Kamu tidak suka kopi?" tanya Seila."Su-suka!" jawab Matias langsung membuka kopi kaleng ditangannya dan menenggaknya."
Adama sebenarnya tidak ingin melibatkan Martin terlebih dahulu. Akan tetapi Patricia berhubungan dengan Leonardo dan yang lebih penting wanita itu sedang mengincar Jessica, sehingga ia pikir kalau Martin harus tahu tentang masalah tersebut."Kamu tidak perlu datang ke Narika, aku cuma memberitahumu. Setelah bukti-bukti terkumpul, akan aku seret wanita itu kehadapan kamu," ucap Adama mencoba menenangkan Martin.Martin menghela napas. "Selama ini aku sudah merepotkan kalian, tidak enak jika diriku tetap diam dan masalah ini juga berhubungan dengan Istriku, Adama.""Ck, kau baru saja kembali, anak dan Istrimu masih merindukan kamu, serahkan semuanya pada kami," ujar Adama.Adama mengangguk pelan sembari tersenyum agar Martin percaya padanya dan tidak memikirkan masalah tersebut.Martin memijat pangkal hidungnya, lantas buka suara. "Baiklah ... selesaikan dengan cepat Adama, aku tidak ingin Istriku kenapa-napa.""Siap Bos!" jawab Adama sembari hormat.Martin terkekeh geli melihat tingkah A
Setelah Adama sampai di Narika, pria itu langsung melakukan penangkapan terhadap Patricia. Mengatasnamakan keamanan Narika atas transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu, membuat Patricia pun tidak bisa berkilah lagi.Patricia berhasil ditangkap oleh Adama di bantu keamanan Narika, menggunakan bukti-bukti transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu.Bahkan beberapa orang yang bekerjasama dengannya juga ikut terseret masuk kedalam jeruji besi.Di ruang interogasi, terlihat Adama sedang duduk dihadapan Patricia yang sudah mengenakan pakaian tahanan."Katakan padaku, apa saja yang kamu ketahui tentang Martin Luther?" tanya Adama.Patricia hanya diam, menatap tajam Adama, tanpa berbicara sepatah kata pun.Adama menghela napas panjang. "Kakakmu bukanlah orang yang baik, seharusnya kamu hidup lebih baik darinya, tidak perlu meneruskan usahanya, tetap sembunyi di Vlasir."Patricia masih tetap diam, ia tidak berbicara sama sekali, hanya memperhatikan Adama dengan seksama.Adama memijat pangkal
"Sial, kenapa ini harus terjadi padaku?" gerutu seorang pria yang sedang berlari cepat di tengah hutan belantara.Tidak jauh dari pria tersebut berlari, terdengar suara derap langkah kaki yang cepat mengejarnya dari belakang.Suara bunyi tembakan terdengar, mengenai kayu-kayu di dekat pria itu.Sosok itu terus berlari tidak perduli kakinya sudah berdarah, akibat terkena ranting pohon ataupun tanaman berduri yang ada di tengah hutan.Pria tersebut baru berhenti ketika, di depannya ada jurang dan di bawahnya sungai yang mengalir deras."Sial, sial, sial! Kemana para pengawal bodoh itu!" gerutu pria tersebut saat di depannya hanya ada jurang.Suara orang-orang yang mengejarnya semakin mendekat. Pria itu menggertakkan giginya, ia terpaksa melompat dari atas jurang.ByurDuakKepala pria itu terbentur batu, seketika darah mengalir, ia pun tidak sadarkan diri dan tubuhnya terbawa oleh arus sungai.Sementara orang yang mengejarnya sampai di tebing jurang tersebut."Brengsek!" seru salah satu
Martin Reflek menoleh ke arah suara, pria itu jelas saja kebingungan ketika ada seorang pria sepuh yang menegurnya tiba-tiba, ia menghapus air matanya yang membasahi pipi."Siapa Anda?" tanya Martin sambil menatap pria sepuh dengan seksama.Pria sepuh terkejut saat Martin tidak mengenalinya, sehingga membuatnya memastikan pandangannya. Akan tetapi dari wajah dan perawakan Martin, di tambah bekas luka jahitan di lehernya, membuat ia sangat yakin kalau pria lusuh tersebut merupakan tuan besarnya."Tuan besar, ini saya Ivan Jenner asisten pribadi anda," ucap pria sepuh sopan."Asisten pribadi? Saya tidak mengenal anda," jawab Martin yang langsung beranjak dari sana dan berniat meninggalkan pria sepuh itu."Tuan tunggu! Saya bisa membuktikannya kepada anda, kalau saya asisten anda!" tegur Ivan meyakinkan.Martin menghentikkan langkahnya, ia menoleh ke arah pria sepuh tersebut, dan menatapnya dengan seksama.Ivan bergegas mendekat ke arah Martin, ia mengeluarkan sebuah liontin yang isinya
Sarah tidak bisa berkata-kata ketika Ivan menamparnya, melihat Samuel saja nampak ketakutan dengan pria sepuh itu."Tu-Tuan Jenner, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Samuel memastikan.Plak!Bukannya mendapatkan jawaban, Ivan malah menampar Samuel, kali ini tamparannya cukup keras, sehingga membuat Samuel terhuyung dan hampir jatuh."Berani sekali kamu menggoda Istri Tuan besar!" Ivan mengambil ponselnya, ia langsung menghubungi asisten Martin yang lain."Lisa, hancurkan Linston grup! Bila perlu lucuti semua properti mereka!" perintah Ivan langsung ketika panggilannya di angkat."Tunggu dulu, tidak biasanya kamu seperti ini Ivan," sahut wanita dari seberang telepon."Nanti aku jelaskan padamu, lakukan itu sekarang!" perintahnya kemudian mematikan ponselnya.Samuel tentu saja terkejut, ia langsung bersimpuh di kaki Ivan. "Tuan Jenner, tolong jangan lakukan i...."Ivan berteriak memanggil bawahan Martin yang merupakan Asasin dengan menepukkan tangannya beberapa kali.Tiba-tiba ada bebe
Martin dan Jesica sampai di Mansion Dreams, kedua orang itu menatap takjub bangunan megah yang ada di depan mereka ketika turun dari mobil."Mari Tuan!" ajak Ivan sopan.Pasangan suami istri tersebut mengangguk, Jesica tanpa sadar merangkul lengan suaminya. Tentu hal itu membuat Martin reflek menoleh ke arah lengannya, karena ini pertama kali Jesica merangkul dirinya.Mereka berdua mengekori Brody yang sudah berjalan di depan, para pelayan berbaris menyambut mereka. Saat pasangan suami istri tersebut masuk ke dalam mansion.Jesica dan Martin menatap kagum bangunan rumah itu, mereka berdua benar-benar takjub dengan setiap dekorasi dan perabotan yang begitu mewah."Tuan, Nyonya, mari saya ajak kalian berkeliling," ucap Ivan menegur keduanya.Martin dan Jesica mengangguk, mereka berdua tidak bisa berkata-kata, karena tempat itu begitu sangat menakjubkan.Ivan membawa mereka berkeliling Mansion, memerlihatkan ke pasangan suami istri itu dengan ramah. Meskipun Ivan sebenarnya merasa malu, k