Share

Menantu Terhina Ternyata Mafia
Menantu Terhina Ternyata Mafia
Penulis: Pein

Bab 1. Martin

"Sial, kenapa ini harus terjadi padaku?" gerutu seorang pria yang sedang berlari cepat di tengah hutan belantara.

Tidak jauh dari pria tersebut berlari, terdengar suara derap langkah kaki yang cepat mengejarnya dari belakang.

Suara bunyi tembakan terdengar, mengenai kayu-kayu di dekat pria itu.

Sosok itu terus berlari tidak perduli kakinya sudah berdarah, akibat terkena ranting pohon ataupun tanaman berduri yang ada di tengah hutan.

Pria tersebut baru berhenti ketika, di depannya ada jurang dan di bawahnya sungai yang mengalir deras.

"Sial, sial, sial! Kemana para pengawal bodoh itu!" gerutu pria tersebut saat di depannya hanya ada jurang.

Suara orang-orang yang mengejarnya semakin mendekat. Pria itu menggertakkan giginya, ia terpaksa melompat dari atas jurang.

Byur

Duak

Kepala pria itu terbentur batu, seketika darah mengalir, ia pun tidak sadarkan diri dan tubuhnya terbawa oleh arus sungai.

Sementara orang yang mengejarnya sampai di tebing jurang tersebut.

"Brengsek!" seru salah satu di antara mereka.

"Sudahlah, dia pasti mati jika melompat ke bawah, mengingat di dasar sungai banyak sekali bebatuan besar." teman orang tersebut buka suara.

"Kamu benar juga, tapi untuk memastikan, kita susuri pinggiran sungai memastikan kematiannya!"

Mereka semua menganggukan kepala kemudian turun ke bawah menyusuri tempat tersebut. Sayangnya tidak ada apa pun yang mereka temukan di sana.

Kelompok tersebut lalu pulang dengan tangan hampa, mereka mengatakan kepada bosnya jika sudah membunuh pria yang mereka kejar dan meninggalkannya di hutan.

***

Dua tahun berlalu sejak kejadian tersebut....

Hiruk pikuk keramaian pasar, terlihat seorang pria dengan pakaian lusuh sedang menjinjing tas belanjaannya sambil melihat daftar belanjaan yang ia tulis di secarik kertas.

"Sayur sudah, bumbu juga sudah, tinggal beli Ikan," ucap pria itu sambil tersenyum simpul.

Pria tersebut bernama Martin, ia pria yang tidak mempunyai marga seperti orang pada umumnya.

Martin dua tahun lalu menjadi menantu keluarga Bloody, tidak tahu dari mana asal-usulnya Pak tua Bloody menikahkannya dengan Cucu pertama dari Anak keduanya.

Awalnya pak tua Bloody menyuruh salah satu dari Cucunya dengan paksa agar menikah dengan Martin. Namun, karena Martin tidak jelas asal-usulnya mereka menolak.

Pak Tua Bloody sangat marah, ia memarahi semua anak dan Cucunya, tapi tiba-tiba Jessica Bloody, anak pertama dari pasangan Sarah Bloody dan Reinhard Muse menawarkan diri untuk menerima Martin, agar Kakeknya tidak marah lagi.

Pak Tua Bloody sangat senang dengan keputusan Jessica. Mereka pun langsung di nikahkan, walaupun kedua orang tua Jesica sebenarnya tidak setuju.

Pak tua Bloody memberikan Jesica dan Martin sebuah rumah untuk hadiah pernikahan mereka.

Kehidupan rumah tangga keduanya berjalan baik, tapi bencana itu tiba saat Pak tua Bloody meninggal.

Rumah yang di tinggali Martin dan Jesica di rampas oleh anak pertama Pak Tua Bloody, dengan alasan mereka lebih layak mendapatkan hak waris tersebut.

Orang tua Jesica mencoba melawan, tapi sayangnya ia tidak bisa menyangkal ucapan Kakaknya, hingga akhirnya Jesica dan Martin tinggal bersama dengan orang tua Jesica.

Kehidupan Martin semakin memburuk ketika tinggal bersama dengan kedua mertuanya. Mereka bukan menganggap pria itu sebagai menantunya, melainkan hanya pembantu rumah tangga, karena Martin tidak punya keahlian bekerja di luar.

***

Martin pulang dari pasar dengan sepeda listriknya. Para tetangga menggunjingkan dirinya yang menjadi Bapak rumah tangga. Namun, semua itu sudah menjadi makanan sehari-hari Martin, jadi ia tidak peduli sama sekali.

"Martin! Lama sekali kau di pasar, mana pakaianku yang kamu cuci kemarin!"

Baru saja masuk rumah, Martin sudah kena marah mertuanya. Namun, Martin yang sudah terbiasa dengan caci maki Ibu mertuanya itu, ia tidak marah sama sekali.

"Sebentar Bu, Martin ambilkan di dalam," jawabnya lembut.

"Cepat! Aku mau keluar sekarang!" bentaknya lagi.

Martin hanya mengangguk, ia bergegas masuk ke dalam dan mencari pakaian mertuanya itu. Jika saja ia belum jatuh hati dengan Jesica, mungkin Martin akan pergi dari rumah yang bagaikan neraka tersebut.

Martin dengan buru-buru membawakan pakaian mertuanya, agar dirinya tidak terkena cacian sang mertua lagi.

"Ini Bu, pakaiannya," ucap Martin dengan sopan.

Sarah meraih pakaian ditangan Martin dengan cepat, ia melihat pakaian tersebut. "Apa-apaan ini! Apa kamu tidak menyetrikanya? Kenapa ini masih kusut sekali!" raungnya marah.

"Belum Bu, rencananya ini baru mau aku lakukan," jawab Martin sambil menundukkan kepalanya.

"Banyak alasan! Cepat lakukan sekarang!" Sarah melemparkan pakaiannya ke wajah Martin, seraya berlalu pergi.

Martin menghela napas berat, ia pun bergegas masuk ke dalam, segera melakukan perintah Ibu mertuanya itu.

Kehidupan sehari-hari Martin memang penuh dengan cacian dan makian dari sang mertua, terutama Ibu mertuanya yang memang begitu membenci dirinya. Namun, di balik itu semua, setidaknya pria yang menjadi Bapak rumah tangga itu masih memiliki sedikit kehangatan jika istrinya ada di rumah.

Jesica memang tidak pernah memarahi Martin, ia malah cenderung tidak memperdulikannya sama sekali, tapi bagi Martin itu lebih baik daripada ia harus di caci maki satu keluarga.

Setelah Martin selesai menyetrika pakaian Ibu mertuanya, ia bergegas memberikan pada wanita paruh baya yang menjadi sosok menakutkan untuk dirinya itu.

Tidak ada kata terimakasih yang terucap dari bibir wanita yang sangat membenci Martin itu, walaupun Pria itu sudah berusaha melakukan semua tugasnya dengan baik. Ia berlalu begitu saja mengambil pakaian ditangan Martin sambil memelototi menantunya itu.

***

Sore harinya Martin menjemput istrinya menggunakan sepeda listrik. Karena itu sudah menjadi kegiatan rutin setiap hari untuk dirinya.

Martin menunggu di depan gerbang perusahaan Bloody grup seperti biasanya menunggu sang istri pulang.

Tin... Tin ....

Terdengar suara klakson mobil memekakan telinga, sehingga Martin yang sedang bersender di dekat gerbang perusahaan terkejut.

"Hahahaha... Hei Pria tidak berguna, lebih baik kamu pulang saja! Istrimu yang cantik ini tidak pantas naik sepeda butut mu!" tegur pria di dalam mobil dengan bangga.

Martin mengerutkan keningnya. "Apa mak...." suara pria lusuh itu tercekat saat melihat istrinya ada di dalam mobil.

"Martin, aku akan pulang dengan Samuel, kamu pulanglah," perintah Jesica datar.

"Sayang, apa maksudmu? Kita biasanya pulang bareng," ucapnya sedih.

"Sudahlah babi tidak berguna, biarkan istrimu bersamaku yang bisa membuatnya bahagia!" hardik Samuel sambil menyeringai.

Martin menatap istrinya dengan seksama, tapi ia malah membuang muka darinya, sehingga membuat Martin sangat kecewa.

Samuel tersenyum puas. "Bye, babi tidak berguna."

Samuel menginjak pedal gas, mobil pun meninggalkan Martin yang tertegun di tempatnya sambil mengepalkan tangan.

"Lihatlah, menantu tidak berguna keluarga Bloody, kasihan sekali Istrinya meninggalkan dia."

"Kasihan apanya? Seharusnya dia sadar diri, wanita secantik Jesica tidak pantas bersanding dengannya!"

"Kamu benar juga, aku rasa kalau Jesica tidak di paksa Pak Tua Bloody dulu, dia tidak akan mau dengannya."

Hinaan demi hinaan sudah menjadi makanan sehari-hari Martin, tapi ia tidak bisa apa-apa, karena kenyataannya memang dirinya tidak berguna sama sekali.

Martin meraih sepeda listriknya, ia kemudian pergi dari sana, pria itu mengendarai sepeda listriknya menuju danau Yume yang ada di pinggiran kota, tempat ia melepaskan kesedihannya.

Argh!

Martin berteriak keras ke arah danau untuk meluapkan emosinya, hanya itu yang membuatnya bisa sedikit tenang.

"Tuhan, kenapa Engkau sangat tidak adil, orang satu-satunya yang aku harap bisa menerimaku, sekarang dia juga meninggalkanku, apa salahku?!" gumam Martin sambil terkulai lemas di tepian Danau.

Bulir bening mengalir dari pelupuk mata pria itu, setelah dua tahun ia berusaha memberikan yang terbaik untuk istrinya, tapi sekarang Istrinya lebih memilih pria lain.

Martin tidak menyalahkan Istrinya, karena ia tahu pasti Jesica sangat tertekan memiliki seorang suami yang tidak dapat di andalkan.

Semua wanita pasti ingin mencari kebahagian, harta adalah sumber kebahagiaan pertama untuk menjalani kehidupan.

Jika dirinya memiliki banyak uang mungkin tidak akan terhina seperti sekarang. Ia sadar akan hal itu, tapi Martin tidak bisa apa-apa, identitasnya saja tidak jelas sampai sekarang ini.

"Tuan besar! Astaga, ternyata benar itu anda Tuan besar!"

Seorang Pria sepuh tiba-tiba menegur Martin yang sedang bersimpuh di tepi danau.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Mora Ta
Terasa kisahku...
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
semoga cerita bagus,karena sya suka kalau mafia
goodnovel comment avatar
Patra Gantu
ceritanya menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status