Leonardo di ruangannya bersama dengan Helinsiki. Seperti kata Daryl, pria itu memang hampir selalu ikut kemanapun Leonardo pergi, termasuk di kantornya."Galard belum memberiku kabar sama sekali semenjak ia akan memulai penyerangan terhadap Martin, apakah menurutmu dia juga gagal?" tanya Leonardo serius sambil menopang dagunya dengan kedua tangan yang saling bertautan."Saya tidak tahu Tuan, selama ini yang bisa menghubungi Galard cuma anda seorang," jawab Helinsiki jujur.Leonardo menghela napas berat, ia menyenderkan tubuhnya di kursi. Terlihat wajah kesal pira itu, mengingat tidak biasanya Galard akan mengabaikan dirinya.Galard orang yang sangat Leonardo percayai selain Helinsiki, pasalnya pria itu selalu menjalankan misi sesuai dengan perintah yang ia berikan."Aku mungkin terlalu khawatir padanya," ucap Leonardo tidak berdaya.Tok! Tok!Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Leonardo menatap Helinsiki menyuruhnya membuka pintu. Bawahan setia Leonardo itu mengangguk mengerti mem
Martin sampai di pelabuhan ketika larut malam, pria itu sengaja tidak ingin terlihat oleh orang lain saat sampai di sana.Bawahan Norman yang sudah diberitahu perihal Martin yang akan secara langsung memimpin transaksi, mereka langsung menyambutnya."Selamat datang Tuan besar, mari ikut saya," ajak bawahan Norman sopan.Martin mengangguk, ia mengikuti bawahan Norman, masuk ke sebuah kontainer yang sudah di sulap menjadi rumah yang sangat nyaman.Pria itu menyapu pandangannya ke seluruh isi kontainer, ia cukup puas dengan tempat yang di sediakan bawahan pamannya tersebut."Maaf Tuan, hanya tempat ini yang bisa saya sediakan," ucap bawahan Norman sopan."Tidak apa, ini cukup bagus. Siapa nama kamu?" tanya Martin sambil duduk."Raka Tuan," jawabnya sopan.Martin mengangguk pelan. "Jam berapa kapal akan berangkat?" "Jam delapan, nanti saya akan jemput Tuan, istirahatlah dengan nyaman," jawabnya sopan.Martin mengangguk lagi. Raka langsung pamit undur diri, ia sebenarnya sangat gugup saat
Ke esokan harinya Martin dibangunkan Raka, ketika Kapal akan berangkat menuju Arkansas. Bawahan Norman tersebut tidak berani bertanya apa pun kepada Martin, meski ia selalu ada di samping Martin saat di dalam Kapal."Kenapa? Apa kamu takut?" tanya Martin sambil menatap lautan."Jujur iya Tuan," jawab Raka lemah."Kamu masih sangat muda, apa memiliki keluarga sampai setakut itu?" tanyanya lagi.Raka menggelengkan kepala. "Saya sudah hidup sebatang kara dan kebetulan ikut Tuan Norman saat dia masih gelandangan," jawabnya jujur."Begitu ternyata, apa kamu tahu kenapa aku memberikan kesempatan padamu?" cecar Martin.Raka menggelengkan kepalanya, ia memang tidak tahu sama sekali apa yang ada didalam pikiran Martin."Keluarga, semua yang masuk dalam Kelompoknya Mafia Luther adalah keluarga, jangan meragukan keluarga kalian yang berada di atas. Jika semua yang kamu lakukan benar, pastikan musuhmu terbunuh dan beritahu ke kami masalahnya secara langsung, apa kamu mengerti, Raka?" tanya Martin
Martin masih menatap wajah wanita itu dengan seksama, si wanita juga semakin mendekatkan wajahnya. Ia sudah tertarik dengan Martin, mengingat semenjak pertama datang pria itu tidak menyentuhnya sama sekali.Martin sedikit menoyor kepala wanita itu dengan jarinya sambil tersenyum. "Kau masih bocah, seharusnya fokus dulu dengan belajarmu," ucapnya sambil memalingkan wajah dan menenggak minuman yang ada di tangannya.Si wanita menggembungkan pipinya, ia kesal ternyata Martin masih kekeh dengan pendiriannya."Siapa nama kamu?" tanya Martin sambil menatap lautan."Buat apa tanya nama ku, lagian kita juga tidak akan bertemu lagi dan Anda terlalu suci untukku," jawabnya ketus.Martin menoleh, melihat si wanita yang sedang menenggak minuman digelasnya. Entah kenapa ia sedikit tertarik dengan wanita tersebut yang tampak tidak takut sama sekali dengan dirinya. Meskipun tahu kalau ia seorang pemimpin Mafia."Andai, Istriku seperti kamu, mungkin aku akan menghanyutkannya ke laut," celetuk Martin t
Ke esokan harinya Martin keluar dari hotel pagi-pagi buta. Tentu saja hal tersebut membuat Raka dan yang lainnya terkejut."Tuan, anda mau kemana?" tanya Raka yang berjaga di depan pintu kamar Martin semalaman."Ke taman kanak-kanak yang di kunjungi Leonardo, siapkan mobil segera!" perintah Martin sambil berjalan cepat.Raka langsung mengambil ponselnya, menghubungi bawahannya yang berjaga di depan hotel untuk menyiapkan mobil.Sesampainya di bawah Mobil sudah di siapkan. Raka bergegas membukakan pintu untuk Tuannya dan dia sendiri yang mengemudi untuk Martin.Bawahan Raka langsung bergegas mengikuti Mobil yang di naiki Martin dari kejauhan, agar mereka tidak terlihat mencolok.Setelah satu jam perjalanan, Mobil yang di naiki Martin sampai di taman kanak-kanak di mana Leonardo pernah datang ke sana."Kamu tunggu di sini, aku akan masuk sendirian!" perintah Martin sembari keluar dari Mobil.Raka hanya menganggukkan kepalanya patuh. Ia langsung menghubungi bawahannya agar mengawasi daera
Tiga hari menjelang transaksi akan dilakukan. Martin menggunakannya untuk mencari informasi tentang Leonardo. Ia memang sengaja datang ke sana lebih awal agar bisa melakukan hal tersebut.Siang hari sebelum transaksi. Martin sedang di kamarnya sambil melihat laptop nya. Ia menggabungkan seluruh informasi yang di dapatnya.Ponsel Martin berdering, pria itu langsung mengangkatnya. "Semuanya sudah siap?" tanyanya langsung."Sudah Tuan, tempat transaksi sudah kami amankan, orang-orang dari pihak lain juga sudah mulai berjaga," jawab seseorang dari seberang telepon."Jangan sampai melewatkan sesuatu yang mencurigakan sedikit pun!" perintah Martin tegas."Dimengerti Tuan!" jawab orang di seberang telepon.Martin mematikan ponselnya, ia tersenyum melihat laptop di hadapannya. Pria itu seolah sudah mendapatkan apa yang ia mau.***Malam harinya, di tempat Transaksi berada ....Lokasi Transaksi berada di dekat pelabuhan, di sebuah gedung yang dulunya sebuah hotel. Namun, sudah terbengkalai cuku
Greyat pikir kalau kedatangan Martin ke Narika hanya untuk mengincar Leonardo yang telah membuatnya kehilangan kekuatan. Namun, ternyata pria itu mengetahui tentang bagaimana keluarganya dulu tewas."B-Bagaimana kau tahu tentang itu?" tanya Greyat tergagap.Martin tersenyum. "Sepandai-pandainya kalian menyembunyikan sesuatu, tidak mungkin bisa menutupnya dengan rapat!" Martin mengambil sebuah foto dari balik jasnya. Greyat tercengang melihat foto tersebut, di mana seorang pria tua yang ia sangat kenal sedang duduk bersama keluarganya sambil memeluk mereka."Tidak mungkin, seharusnya dia berada di luar negeri," ucap Greyat semakin ketakutan."Kamu benar Tuan Atkinson dan dia bekerja dengan saudaraku," jawab Martin sambil menyeringai.ClapArgh!Greyat berteriak histeris ketika Martin menancapkan pisaunya di paha pria paruh baya tersebut.Argh!Greyat berteriak lagi saat Martin menggerakkan pisaunya. "Katakan padaku, selain Leonardo, siapa lagi kelompok kalian, atau keluargamu juga perl
Jesica sudah pasrah akan di pukul oleh penjaga gerbang, mengingat bawahan Martin memang semuanya terlihat menakutkan."Berhenti bodoh!" terdengar suara seruan Zarko.Penjaga gerbang menghentikan tangannya, menoleh ke arah suara, terlihat Zarko bergegas berlari menghampirinya.Jesica membuka matanya saat mendengar seruan dari Zarko, wanita itu langsung bergegas berdiri.Zarko bergegas menghampiri Jesica, mendorong penjaga gerbang yang sedang mencekal lengan Jesica."Nyonya, kenapa anda tidak bilang datang kemari?" tanya Zarko sopan.Jesica menghela napas. "Aku tidak punya nomor kalian," jawabnya sedih.Zarko menepuk jidatnya, mentap iba Istri Tuannya itu yang terlihat sangat lelah. "Kita masuk dulu, pasti anda sangat lelah."Jesica menganggukkan kepalanya, ia bersyukur bisa bertemu dengan Zarko setelah semua yang telah ia lewati.Penjaga gerbang ketakutan, tidak berani bergerak sama sekali. Ia mengutuk dirinya sendiri atas kebodohan yang telah di perbuatnya."Kenapa kau diam, bawakan ba