Setelah menutup telepon dan melihat jam, aku pun buru-buru bangun, mandi, dan turun ke bawah. Ternyata Adele sudah diantar ke sekolah.Saat aku ingin makan, Shea meneleponku. Dia mengatakan kepadaku jika Susan Sadie sedang menungguku di kantor. Mendengar hal tersebut, aku buru-buru memberi tahu Shea bahwa aku akan segera ke sana.Aku mengambil tasku dan berjalan keluar. Tepat pada saat itu, ibuku kembali dari mengantar Adele sekaligus pergi ke pasar.Ibuku bertanya kepadaku begitu melihatku keluar rumah. “Kamu sudah makan?”“Aku belum makan. Nanti saja aku makan di kantor. Kebetulan ada klien yang datang. Aku akan makan bersamanya.” Setelah berkata seperti itu, aku buru-buru meninggalkan rumah.Aku bergegas pergi ke kantor. Benar saja. Susan sedang menunggu di ruanganku. Dia sedang mengobrol dengan Shea. Begitu aku masuk, dia buru-buru berdiri dan menyapaku dengan gugup, “Bu Maya.”Sambil berjalan masuk, aku bertanya kepadanya sambil tersenyum, “Sudah menunggu lama, ya? Kemarin hari ul
Aku dan Susan saling berpandangan untuk sesaat. Susan juga mendengar nada sinis dalam ucapan Manuela. Susan lalu bertanya dengan lembut, “Siapa dia?”Aku menatap Susan dan tertawa pelan. Jelas jika Susan tidak mengenal Manuela. Hal ini juga menunjukkan bahwa pada hari di mana Manuela mengacaukan kontrak kami, Manuela selalu berada di belakang layar. Manuela bahkan tidak pernah menunjukkan wajahnya. Jika tidak, Susan pasti akan tahu siapa wanita itu.Itu sebabnya, aku berbisik kepada Susan, “Kamu mungkin belum tahu. Dialah si pembuat onar yang sudah merusak rencana kita.”Susan langsung mengerutkan kening dan menatapku. Dia tidak mengerti apa maksudku.Aku langsung menjelaskan pada Susan, “Dialah orang yang mengenal istri bos kalian. Dia juga orang dibalik layar yang sudah membantu istri bos kalian dan membuat kita kehilangan kesempatan bagus untuk bekerja sama.”Susan pun langsung mengerti. Matanya membelalak dan dia menunjuk Manuela. “Dia? Memangnya dia itu siapa? Kenapa bisa begitu s
Kata-kataku ini mengejutkan semua orang, terutama Manuela. Dia mungkin tidak akan menyangka jika aku berani membuat masalah.Tiba-tiba saja, Manuela menghentikan apa yang sedang dilakukannya dan menatapku dengan tajam. Namun, dia tidak mengatakan apa pun. Dia hanya diam menyaksikan pertengkaran antara aku dan gadis kecil itu.Resepsionis yang pertama kali menyambutku buru-buru mendekatiku sambil tersenyum. “Jangan khawatir, Nona. Aku akan segera memeriksa berapa lama lagi waktu yang dibutuhkan untuk masuk ke ruangan.”“Aku nggak terburu-buru. Santai saja. Semua orang bisa menunggu, aku pun juga bisa menunggu. Di mana pun aku berada, aku akan mengikuti aturan di tempat itu. Semua orang sedang menunggu. Pasti ada yang datang duluan dan ada yang datang belakangan. Yang duluan datang yang dilayani. Bisa-bisanya bilang ada perbedaan tingkatan. Bukankah itu nggak pantas namanya!”Aku sengaja memprovokasi massa untuk saling menyerang dan memancing kemarahan semua orang. Lagi pula, bukan hanya
Aku menyeruput tehku dengan tenang sambil menatap Manuela. Aku sama sekali tidak menghindari tatapan matanya dan malah tersenyum kepadanya. Aku sengaja menunjukkan pada Manuela jika aku sama sekali tidak peduli.Wajah Manuela tampak makin dingin. Dia terlihat seperti ingin mencabik-cabikku dengan tatapan matanya.Aku merasa geli. Orang ini benar-benar agresif. Aku tidak mengerti kenapa Gilbert bisa jatuh cinta pada wanita yang menyebalkan seperti ini. Pantas saja Gilbert mengatakan jika harus ada seseorang yang bisa menyembuhkan sikap angkuh Manuela ini.Tiba-tiba saja aku mengerti kenapa Gilbert ingin menyembunyikan asetnya. Mungkin Gilbert sudah lama merasa jika hubungannya dengan Manuela tidak akan bertahan lama. Mereka tidak akan menjadi pasangan yang berbagi suka dan duka untuk waktu yang lama. Itu sebabnya Gilbert sudah mulai menyembunyikan hartanya. Dia pasti sedang membuat semacam persiapan.Tak lama kemudian, seorang wanita dengan setelan jas hitam keluar dari dalam. Posturnya
Saat aku memberikan kartu keanggotaanku kepadanya, Wanda mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Saat hendak menyentuh kartu itu, tiba-tiba saja dia diam terpaku …Aku menatapnya dengan bingung dan masih memegang kartu keanggotaanku. Aku tidak mengerti apa maksud Wanda.Wanda memicingkan matanya dan tiba-tiba menatapku. Dia memperhatikan wajahku dengan saksama. “Kamu … kamu …”Aku benar-benar tidak mengerti kenapa tiba-tiba saja kelakuan Wanda menjadi aneh begini.Susan juga menjadi bingung dan berkata, “Ayo kita pergi.”Namun, Bu Wanda terlihat malu. Sudut mulutnya bergerak-gerak. Dia menatapku dan berkata sambil tersenyum, “Tolong tunggu sebentar. Aku … aku mau menelepon dulu.”Susan terlihat enggan. “Apa maksudmu? Kami masih harus menunggu lagi? Kami harus mengantre untuk beristirahat. Sekarang, mau mengembalikan kartu saja juga harus menunggu? Apa maksudmu? Memangnya kami datang kemari untuk membuang-buang waktu?”“Bukan begitu … aku, kalian tunggulah sebentar.” Ekspresi Wanda menu
Manuela tampak tidak memercayai pendengarannya sendiri. Dia menatap Wanda dengan marah dan kembali bertanya kepadanya, “Apa aku nggak salah dengar? Apa kamu yakin?”“Ya, aku yakin. Bu Gilbert, aku akan segera mengurus prosedur pembatalan keanggotaanmu.” Wanda juga tampak bersikap tegas. Dia memanggil supervisor bagian kartu dan mulai mengurus prosedurnya.“Tunggu sebentar,” teriak Manuela dengan marah. “Apa maksudmu, Wanda? Panggil bosmu untuk memberiku penjelasan.”“Maaf Bu Gilbert, jangan mempersulitku. Bos sudah memerintah seperti ini.” Ekspresi wajah Wanda terus berubah.“Apa maksud kalian? Kenapa bukan keanggotaan dia yang dibatalkan?” Amarah Manuela langsung meledak dan lupa akan citra dirinya. Beberapa wanita yang bersamanya juga terlihat cemas. “Itu benar. Kenapa malah keanggotaan kami yang dibatalkan?”Manuela melangkah maju dan menatap Wanda, seakan-akan ingin memakannya. “Percaya atau nggak kalau aku akan meminta semua temanku untuk membatalkan keanggotaan mereka?”“Kak Manu
Segera setelah itu, orang-orang ini mendapatkan ruangannya masing-masing. Aku dan Susan juga masuk bersama. Wanda datang sendiri menghampiriku dan memberitahuku bahwa dia sudah mengatur terapis pijat terbaik di tempat itu untuk melayaniku.Sambil dipijat, aku dan Susan mengobrol bersama. Susan tertawa terbahak-bahak. Kami berdua menjadi lebih dekat.Setelah selesai dipijat, aku mengajak Susan pergi ke Restoran Benvoli. Kami makan sambil mengobrol. Kali ini, barulah aku benar-benar mengenal diri Susan yang sesungguhnya. Susan juga menceritakan kepadaku bagaimana dia bisa bertemu dengan bosnya. Sepertinya dalam kehidupan seseorang, setiap orang punya kisahnya masing-masing. Kita tidak bisa menilai moralitas seseorang hanya berdasar benar dan salah saja.Tidak sulit untuk melihat jika Susan adalah orang yang cakap. Entah kenapa, aku merasa sedikit tertarik kepada Susan. Aku pun bertanya dengan ragu kepadanya, “Kalau kamu kembali dan istri bosmu mencari gara-gara denganmu, apa yang akan ka
Harry terlihat begitu antusias dan gembira saat melihatku, hingga membuatku tidak bisa berkata-kata.“Maya, kebetulan sekali. Kamu juga datang lebih awal? Kita akan pergi bersama. Aku nggak sabar ingin bertemu dengan putriku.” Harry keluar dari mobil dan menutup pintunya. Kemudian, dia bergegas menghampiriku.Aku tidak menghentikan langkahku dan ingin menjaga jarak darinya. Sejujurnya, aku benar-benar tidak ingin Adele pergi makan malam bersama Harry. Alasan yang pertama adalah aku tidak bisa merasa tenang dan alasan yang kedua adalah aku merasa tidak nyaman.Aku buru-buru menelepon ibuku. Aku takut ibu akan keluar lebih awal dan bertemu dengan Harry. Aku tidak ingin menambah beban pikiran ibuku.Baru setelah itu, aku menjemput Adele dan keluar. Adele tertegun untuk sesaat saat melihat Harry. Tanpa sadar, Adele menatapku. Aku mengerti perasaan Adele.Anak ini sudah belajar menilai perkataan orang lain dan mengamati ekspresinya, untuk menebak apa yang dipikirkan orang itu.Harry bersika