Tiba-tiba aku merasa diriku sungguh pantas ditertawakan. Bisa-bisanya aku masih berpikir untuk mencari jalan pulang, bahkan rumahku saja sudah hilang entah ke mana. Mungkin memang aku yang sudah gila.Benar seperti apa yang Fanny katakan, aku ini hanyalah manusia bodoh. Harry ingin menjualku, tapi aku justru malah membantunya menghitung uang. Sampai detik ini, aku masih tidak tahu siapa selingkuhannya Harry.Akan tetapi, sejujurnya bagiku sudah tidak penting lagi siapa wanita itu. Itu hanya sebatas rasa penasaranku saja. Setiap orang pasti ingin tahu dari siapa mereka kalah. Sebenarnya siapa pun orangnya, hasilnya akan tetap sama. Akulah yang kalah.“Yang paling aku mau tahu, ke mana perginya uang itu,” kataku.“Aku sudah minta orang buat selidiki, nggak perlu buru-buru,” balasnya.Sesudah itu aku kembali ke kantor. Aku harus memikirkan cara bagaimana caranya aku mendapatkan kembali perusahaan yang sudah kudirikan ini. Aku ingin membuat Harry kembali ke wujud asalnya, hanya itulah hara
Harry tampak tercengang mendengar pertanyaanku.“Uang untuk beli rumah baru kita! Uang itu harus balik secepatnya. Kalau ada tanah yang bagus, aku bakal langsung beli nggak pakai lama. Apalagi sehabis Adele jatuh, aku jadi makin panik. Aku mau cari TK lain, kalau bisa yang terbaik kayak Sekolah Bina Karunia.”Karena Harry dari tadi hanya diam saja, aku pura-pura bertanya lagi, “Kamu kenapa nggak ngomong apa-apa? Kayaknya kamu nggak begitu peduli, ya?”“Mana mungkin! Aku sudah punya perhitunganku sendiri, tenang saja! Soal uang itu aku sudah bilang, ‘kan. Aku pakai untuk investasi ke satu proyek. Banyak orang yang sudah nunggu-nunggu, karena kepepet, jadi aku pakai uangnya. Kalau nanti perusahaan kita sudah makin besar, kita nggak perlu pusing lagi mikirin rumah!”Harry tersenyum ramah dan mencubit hidungku. Namun aku bisa melihat bahwa senyumannya itu hanya sebatas di permukaan saja. Makan siang itu berjalan dengan kami berdua yang sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku sangat khawati
“Biar aku kasih tahu sesuatu. Dia hebat banget!”Sebuah pesan tertulis yang pendek itu membuatku berimajinasi tiada henti. Apa yang dia maksud dengan “hebat” itu tentu sudah tak perlu dijelaskan lagi.Sontak darahku naik sampai ke ubun-ubun dan spontan aku langsung melempar ponselku dengan sangat keras. Aku menahan napasku sekuat tenaga agar aku tidak berteriak histeris.Rupanya wanita ini sedang menantangku! Beraninya dia menantangku secara terang-terangan. Aku menggertakkan gigi dan memejamkan mata, lalu menarik napas yang dalam. Beberapa saat kemudian aku mengambil ponsel dan tasku, lalu pergi keluar. Aku masih tak bisa mengontrol emosiku saat bertemu dengan Fanny. Aku pun menangis sejadi-jadinya dalam pelukannya.aku tidak tahu mengapa aku harus melalui cobaan yang begitu menyiksa ini.Setelah Fanny melihat fotonya,dia juga marah dan menggila, yang mana itu sudah sangat membantu dalam meredakan kesedihanku.“Dasar nggak tahu malu! Orang gila!”Setelah kami berdua lebih tenang, aku b
Akhirnya, James dikonfirmasi berada di lokasi itu. Ketika Fanny melaporkan padaku, aku merasa sangat terkejut. Ternyata, tempat yang dikunjungi James setiap hari adalah Godland Villa, sebuah kawasan vila kecil yang baru dikembangkan.Fakta ini membuatku tiba-tiba teringat pada kunci itu. Jangan-jangan kunci yang selama ini tidak diketahui fungsinya sebenarnya adalah kunci untuk vila itu? Aku kesulitan menerima kenyataan ini.Selama bertahun-tahun, aku menjalani hidup susah bersama Harry. Aku berulang kali memintanya mencari lingkungan belajar yang lebih baik untuk Adele. Usulanku untuk pindah ke apartemen yang lebih besar di area sekolah tidak pernah dianggap serius olehnya dan tidak pernah terealisasi. Sekarang, dia malah membeli vila kecil di Godland Villa.Perbuatan Harry benar-benar mengubah pandanganku terhadap pria yang berselingkuh. Dia bukan bodoh, melainkan tidak bermoral. Setelah lokasinya dipastikan, aku tidak berani bertindak gegabah. Fanny mengatur seseorang untuk mengawas
Kehidupan dengan hubungan yang munafik sungguh sulit untuk dijalani. Aku sangat kagum pada pasangan yang mampu bertahan tanpa adanya perasaan. Saat ini, kehidupan rumah tanggaku terasa seperti drama, sementara aku dan Harry adalah pemeran yang terus berakting di setiap adegan.Sejak menemukan kondom itu, aku tidak mau lagi berhubungan dengannya. Setiap kali Harry mencoba melakukannya, aku merasa mual layaknya orang yang sedang sakit. Terutama setelah melihat adegan yang terpampang dalam dua foto itu, aku makin tidak bisa menahan rasa jijikku. Setiap sentuhan dari Harry membuatku merinding. Untungnya, hatinya tidak tertuju padaku saat ini.Ketika terjadi hal seperti itu, dia berniat membawaku ke rumah sakit. Akan tetapi, begitu aku bersikeras menyatakan bahwa diriku baik-baik saja, dia akan berhenti memaksa. Jelas, dia makin menjauh dariku.Beberapa hari ini, aku makin berusaha memeriksa data-data asli yang "diretas" Fanny untukku. Aku merasa sangat terkejut ketika melihat penjualan sel
Sesuai informasi yang diberikan Fanny, James benar-benar memasuki vila tepat pada waktunya. Begitu memasuki vila, dia langsung berteriak, "Di mana orang-orang itu? Sialan, ke mana mereka pergi ...." Sebelum kata-katanya selesai terlontar, dia langsung terpaku di tempat dan ternganga karena melihat aku yang duduk tenang di sofa. Aku pun tersenyum dan menyapa, "Pak James!" James terpana untuk waktu yang lama hingga akhirnya menjawab dengan tergagap-gagap, "I ... Ibu!" "Kenapa? Kamu sangat kaget?" Aku masih menatapnya sambil tersenyum dan lanjut berkata, "Ayo duduk! Jangan khawatir, aku yang suruh para pekerja pulang dulu!""Ah ... anu ... saya akan telepon dulu buat suruh ... suruh si mandor hitung jam kerja!" Usai berkata, James buru-buru melangkah keluar. "James! Nggak perlu buru-buru telepon ke mandor, bukan?" tanyaku dengan suara yang pelan, tetapi terdengar cukup mengintimidasi saat bergema di ruang tamu yang kosong.Langkah kaki James tiba-tiba terhenti. Dia berbalik untuk meliha
"Saya benar-benar tidak tahu, saya ... saya cuma tahu bahwa dia punya kekasih di luar, tapi saya tidak tahu siapa itu," jawab James yang ekspresinya telah berubah drastis dan mulai terlihat bimbang. "Pak ... Pak Harry ....""Kamu tahu dia punya wanita di luar, tapi kamu tidak tahu siapa orang itu? James ...." "Kak Maya, saya tidak berbohong, saya benar-benar tidak tahu. Dia tidak pernah membawanya keluar dengan terang-terangan, saya juga cuma pernah melihat punggung wanita itu dua kali ...."Hatiku terasa bergejolak. Sepertinya, Harry sangat berhati-hati atau mungkin James sedang berbohong. Namun, untuk sekarang, yang paling penting bagiku bukanlah masalah ini. Aku berusaha menahan kemarahanku dan menenangkan diriku. "Lakukan sesuatu untukku!" Aku sekali lagi mengalihkan topik seolah-olah sudah menyerah untuk mendapatkan jawaban dari James. Nada bicaraku pun terdengar lebih lembut. Alhasil, James langsung terlihat lega. "Oke! Kak Maya, katakan saja! Saya pasti akan berusaha melakukan
Ketika aku keluar dari lift, raut wajah Harry tampak membeku, lalu segera kembali normal. Dia tersenyum dengan tenang dan kembali berbincang dengan wanita itu. Akan tetapi, dia tidak mengenalkanku siapa wanita tersebut dan hanya mengantarnya ke lift seperti seorang jentelmen. Aku tanpa sadar melirik wanita yang terlihat elegan, pintar, dan anggun itu. Pada saat yang sama, wanita itu juga melirikku dan tersenyum. Saat pintu lift perlahan tertutup, aku bertanya, "Siapa dia?" Harry menjawab dengan sangat singkat, "Seorang klien!" Kemudian, dia merangkul bahuku dan bertanya balik, "Kamu ke mana?" Tampaknya, keberadaanku masih dipantau oleh Harry. Pertanyaannya ini menunjukkan bahwa dia tahu aku telah keluar. Aku tersenyum, memandangnya dengan nakal, dan menimpali, "Rahasia!" James tidak kembali ke perusahaan sampai jam pulang kerja. Keesokan harinya, dia diam-diam membawakan informasi yang aku inginkan ke kantorku. Dia memohon seraya menunjukkan raut wajah yang sangat sulit untuk dideskr