Ada total enam perusahaan yang terpilih. Perusahaan kami, Aurous Construction, seharusnya adalah perusahaan terkecil sekaligus perusahaan dengan daya saing paling lemah. Sejujurnya, aku sama sekali tidak berharap bisa berhasil. Kehadiranku di sini hanya untuk mengalihkan perhatian Harry.Para perwakilan dari enam perusahaan berkumpul di ruang rapat yang besar dan menunggu manajer proyek Bright Celestial. Rapat ini dirancang untuk memperkenalkan kemampuan perusahaan yang lolos seleksi. Selain itu, ini juga merupakan kesempatan untuk berinteraksi dan memperdalam kesan satu sama lain.Namun, setelah lima menit berlalu, penanggung jawab atas proyek Bright Celestial masih tidak kunjung memunculkan diri. Oleh karena itu, para perwakilan mulai berdiskusi dengan suara pelan. Tepat ketika semua orang asyik berbisik, pintu ruang rapat tiba-tiba terbuka. Semua mata pun tertuju pada seorang pemuda yang melangkah masuk. Dia mengenakan kemeja putih, celana panjang hitam, dan dasi hitam. Tubuhnya san
Bagai disambar petir, panggilan telepon ini membuatku tercengang. Aku sudah dua tahun tidak kembali ke kampung halaman. Bagaimanapun, Adele masih kecil dan Harry selalu sibuk. Kalau aku membawa anak pulang sendirian, Harry selalu menolak dengan alasan khawatir padaku. Jadi, aku tidak pernah pulang ke rumahku selama dua tahun ini.Aku memegang telepon dan terpaku untuk waktu yang lama. Rasa bersalah sontak memenuhi hatiku. Aku adalah satu-satunya anak perempuan orang tuaku. Setelah mereka menafkahiku untuk kuliah, aku perlahan-lahan menjauh dari rumah. Hanya ketika mengalami kesulitan, aku baru akan meminta bantuan mereka. Namun, sejujurnya, aku telah mengabaikan mereka selama bertahun-tahun ini.Aku jauh lebih berbakti dan peduli dengan orang tua Harry daripada orang tuaku sendiri. Tanpa sadar, aku selalu menganggap mereka masih muda dan sehat. Jadi, kata "sakit parah" terasa terlalu berat bagiku. Aku panik sesaat karena aku sadar apa artinya berbakti sebelum terlambat. Mereka telah me
Aku memasuki gerbang dengan kecewa dan melangkah menuju terminal keberangkatan. Saat ini, aku sebenarnya ingin sekali pulang bersama kekasihku. Bagaimanapun, hubungan suami istri yang terlihat dekat dan penuh kasih sayang jugalah harapan dari orang tuaku. Namun, Harry malah pergi dengan terburu-buru. Mungkin ada panggilan darurat! Aku berusaha menghibur diriku sendiri. Aku menelepon Fanny untuk memberitahunya tentang keberangkatanku. Setelah itu, aku duduk di aula terminal dan menunggu untuk naik ke pesawat dengan cemas. Harry hanya pernah pulang bersamaku sebanyak tiga kali. Pertama kali adalah saat kelulusan kami. Setelah menjalin hubungan, dia pulang bersamaku untuk bertemu orang tuaku. Kedua kali adalah ketika kami memutuskan untuk memulai bisnis, tetapi tidak memiliki modal awal. Jadi, kami kembali ke kampung halaman untuk mencari cara mengumpulkan uang. Ketiga kali adalah ketika kami menggunakan rumah orang tuaku sebagai hipotek. Setelah pinjaman disetujui, dia bersikeras membaw
Aku berteriak kaget, memejamkan mata, dan mempersiapkan diri untuk terjatuh akibat tabrakan yang kuat. Namun, detik berikutnya, tubuhku terasa ditarik dengan kuat dan melayang secara tidak realistis untuk sesaat. Ketika rasa kaget belum mereda, aku mendengar seruan dan sorakan beberapa orang di sekitarku. Aku membuka mata dan mendapati diriku dipeluk oleh seorang pria yang jangkung. Aura unik dari pria tersebut menyelimuti tubuhku.Pria itu mengenakan masker berwarna hitam, sementara sepasang matanya yang tajam tertuju pada wajahku. Entah kenapa tatapan matanya terasa akrab. Tanganku masih memegang erat lengannya dan mataku menatap wajahnya dengan bingung. Pria tersebut menurunkanku dan memapahku tanpa mengucapkan sepatah kata pun, tetapi pandangannya terpaku pada tanganku yang masih memegang lengannya. Aku segera menyadari sikapku yang kurang sopan sehingga segera menarik tanganku, lalu berkata seraya tersenyum kikuk, "Maaf! Terima kasih!"Seseorang yang baik hati membantuku mengambi
Adegan yang terpampang di depan mata membuatku terkejut dan terus melangkah mundur. Untuk pertama kalinya, aku merasa begitu takut. Mataku terbelalak karena tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Namun, aku benar-benar melihat kedua wajah itu dengan jelas. Satunya adalah Harry, sementara yang lainnya adalah Jasmine.Aku hampir saja berteriak. Biarpun tahu Harry berselingkuh dan pasti akan melakukan hal seperti itu dengan wanita lain, aku tetap saja tidak menyangka bahwa wanita yang ditekannya … adalah adik perempuannya sendiri ….Aku terpana di tempat seolah-olah tersambar petir. Siapa pun yang mengalami hal ini pasti akan mendobrak pintu dengan kesal, tetapi aku malah tercengang dan tidak bisa bergerak. Di tengah kekacauan di dalam kamar, telingaku terus berdengung dan mataku terbuka lebar. Kesadaran yang tersisa menggerakkan tanganku yang gemetar untuk mengeluarkan ponsel, lalu mengambil beberapa foto dan merekam video. Setelah itu, aku diam-diam meninggalkan rumah itu. Aku menutu
Tindakan Taufan membuatku lagi-lagi tidak bisa menahan air mataku. Aku tidak sekuat itu, aku tidak tahu dari mana keberanianku untuk mengambil foto dengan tenang sebelum keluar dari rumah. Taufan ragu-ragu sejenak dan menepuk punggungku. Gerakannya sangat lembut dan sopan. Saat ini, penghiburan dari orang asing pun bagaikan penghiburan malaikat bagiku. Emosiku sontak kehilangan kendali. Layaknya anak kecil yang ditinggalkan oleh orang tua, aku tiba-tiba memeluk Taufan dan menangis lagi. Tidak disangka, aku terus-menerus bertemu dengannya hari ini dan bahkan memperlihatkan sisi yang begitu menyedihkan di depannya. Entah berapa lama kemudian, tangisanku mereda. Mungkin, air mataku sudah kering.Cahaya abu-abu menyingsing di cakrawala yang jauh dan menerangi langit yang gelap. Aku menyadari bahwa fajar akan segera tiba. "Terima kasih, Pak Taufan! Aku mau pergi ke rumah temanku! Di Godland Villa!" kataku. Dia memelukku dengan erat untuk sejenak dan mengangguk. Melihat penampilanku yang b
Ini akan menjadi sumpahku. Aku akan hidup kembali sebagai diriku yang baru. Ketika menatap aku yang tampak garang, Fanny menggelengkan kepalanya tanpa daya dan membujukku dengan pelan, "Makan sesuatu dulu!"Aku menanggapinya dengan mengangguk. Fanny segera keluar dan menyiapkan makanan untukku. Setelah menenangkan hatiku dan merapikan penampilanku, aku baru keluar dari kamar. Usai makan, aku memberi tahu Fanny, "Aku mau jemput putriku.""Kamu sanggup nggak? Bagaimana kalau kamu tinggal di sini selama dua hari lagi? Kalau benar-benar sudah tenang, kamu baru pulang ke sana," ujar Fanny. Aku tahu dia khawatir denganku.Aku pun menatapnya seraya berkata dengan tegas, "Aku nggak akan menyerah begitu saja. Aku mau mendapatkan kembali semua milikku, semuanya!" "Terus, bagaimana kamu menjelaskan alasan kamu nggak pulang?" tanya Fanny dengan agak cemas.Aku menjawabnya dengan tenang, "Aku tahu caranya." Kemudian, aku berganti pakaian, mengambil tas, dan menghidupkan jaringan ponselku. Sebelum
Malam itu, aku menahan rasa tidak nyaman untuk berbaring di ranjang yang kotor itu. Aku terus memberi tahu diriku bahwa melewati semua ini adalah langkah pertama untuk membalas dendam. Di malam hari, Harry mendekat dan ingin memelukku. Namun, aku langsung mendorongnya dan berujar, "Aku lagi mens, tolong jangan ganggu aku, menyebalkan!"Harry menjauh dengan kesal. "Aku tahu kamu lagi marah, semua ini salahku. Sayang, jangan marah lagi.""Tidurlah! Aku sangat khawatir dengan kondisi ayah di kampung, untuk apa aku marah padamu? Jangan terlalu banyak berpikir, oke?" ucapku tanpa serius di balik kegelapan.Harry sangat gembira ketika mendengar ucapanku. Dia menghampiriku dan menciumku. "Jangan khawatir, Tuhan pasti akan memberkati ayah!"Aku merasa jijik dan mengepalkan tanganku yang tertutup selimut. Di dalam hati, aku terus-menerus mengutuknya!Mengingat Harry yang begitu tidak tahu malu sampai meniduri adik perempuannya, aku benar-benar merasa jijik dan mual. Namun, aku harus mendapatka