Aku melayangkan tatapan dingin, aku sungguh mengagumi ketangguhan hati Jasmine.Aku bergumam di dalam hati, Jasmine benar-benar tidak tahu malu. Dia masih berani berhadapan denganku dan mengatakan ingin memberi tahu kabar baik?"Katakan saja, aku sudah terbisa menghadapi kejutan dari kalian. Selama nggak punya malu, apa yang nggak sanggup kamu lakukan?" Aku balas menyindirnya."Nggak perlu sok galak, kamu juga bertanggung jawab atas semua yang terjadi. Jangan berlagak jadi korban." Jack membentakku secara tiba-tiba.Aku tertegun menatap Jack, aku tidak menyangka Jack ikut menyerangku. Aku tidak tahu bagaimana merespons ucapan Jack.Di saat bersamaan Harry baru pulang ke rumah. Dia melihatku memeluk Adele sambil mematung di tempat. Sesaat melihat ekspresi anggota Keluarga Sinjaya, Harry berusaha membujukku. "Ayo, kita pulang.""Kak, kamu mau pulang ke mana? Aku belum memberi tahu Kak Maya kabar baik." Jasmine menatap Harry dengan ekspresi sinis. "Kamu masih mau mengajak dia pulang? Baga
Wajahku terasa perih sesaat tamparan itu mendarat. Sudut bibirku sampai meneteskan darah.Adele menangis tersedu-sedu sambil memeluk kakiku.Aku menegakkan tubuh sambil memegang pipi dan menatap tajam Harry. "Akhirnya kamu menunjukkan tabiat aslimu!"Pupil Harry tampak menyusut, dia kelihatan agak panik. Namun di saat bersamaan, Jasmine berjalan ke dapanku dan berkata, "Maya, kalau tahu diri, serahkan semua harta yang dipindahkan atas namamu. Kalau nggak, hidupmu bakal lebih sengsara daripada sekarang.""Jangan mimpi!" Aku mengumpulkan seluruh tenaga yang tersisa untuk menghadapi wanita jalang ini. "Aku sudah cukup baik kepada kalian. Harry, kamu ingat baik-baik tamparan ini, aku akan membalasnya ribuan kali lipat."Ketika aku hendak menggendong Adele, Jasmine malah menjambak rambutku dan menyeretku.Melihat tindakan Jasmine, Adele langsung melepaskan kakiku dan berusaha mendorong Jasmine. Orang jahat, orang jahat ...."Harry berteriak melihat pertengkaranku dan Jasmine, "Lepaskan!"Di
Aku menatap dokter sampai lupa untuk bernapas. Fanny mencengkeram erat tanganku, tetapi aku tidak bisa merasakan apa-apa, aku sudah mati rasa.Dokter menjelaskan, "Organ vital pasien sudah kembali normal, hanya saja kepalanya mengalami pendarahan dan terjadi kerusakan pada jaringan lunak wajah. Pasien masih harus diobservasi selama 24 jam ke depan, kami tidak bisa memastikan kapan pasien sadar, bisa jadi sadar, bisa jadi ...."Aku pingsan mendengarnya.Ketika aku sadarkan diri, Harry, Giana, dan Fanny berada di ruanganku. Aku juga melihat James yang entah kapan datang.Aku bangkit dari tempat tidur dan bertanya kepada Fanny, "Di mana Adele? Mana putriku?""Adele masih berada di ruang perawatan intensif. Jaga emosimu, tenang." Fanny menahanku.Aku memaksa turun dari tempat tidur, tetapi Fanny berusaha mencegatku. Aku tidak dapat membendung emosiku. "Lepaskan aku! Aku mau menemani putriku, dia masih kecil, dia pasti ketakutan. Dia paling takut ke rumah sakit.""Sayang ....""Pergi, pergi
Melalui jendela kaca, aku melihat beberapa orang dokter yang sedang memeriksa putriku. Seorang dokter tampak menjelaskan hasil CT-Scan kepada dokter yang lainnya. Dokter yang lain mengangguk, lalu kembali memeriksa putriku.Aku mengamati para dokter yang menangani putriku. Pemeriksaan berlangsung selama 1 jam.Setelah dokter itu keluar, dia berbicara kepada Taufan, "Pak Taufan, aku melihat tidak ada luka pada saraf dan tengkorak kepala pasien, seharusnya sebentar lagi pasien siuman. Hanya saja pasien mengalami gegar otak yang lumayan serius, kerusakan jaringan luka, dan pendarahan di bawah kulit. Aku akan melakukan pemeriksaan lanjutan setelah pasien sadar."Harry berterima kepada Taufan yang telah membantu kami untuk mencarikan dokter profesional.Putriku pingsan selama 28 jam. Akhirnya aku lega setelah putriku sadarkan diri.Setelah Adele sadar, dokter melakukan pemeriksaan komprehensif untuk memastikan keadaannya. Adele patuh menjalani semua pemeriksaan yang dilakukan, hanya saja di
Aku tersentak dan refleks menoleh ke arah pintu.Sesaat pintu dibuka, aku melihat Harry yang berdiri mematung di tempat. Harry terkejut melihatku, dia kelihatan agak gugup, dia tidak menyangka malah bertemu denganku di sini.Aku memegang 2 koper besar berisi barang-barangku dan Adele. Selain pakaian, aku juga mengemas beberapa barang berharga yang penting."Sayang, kamu sudah pulang?" Harry tersenyum lembut sambil menghampiri. "Sayang ...."Aku melangkah mundur, entah sejak kapan pria ini membuatku merasa asing. Kehadirannya bagaikan mimpi buruk yang menghantuiku.Aku jijik, takut, dan benci. Perasaanku terasa campur aduk.Awalnya Harry mengerutkan alis saat melihat sikapku, tetapi dia segera kembali tersenyum dan menatap dua koper besar yang kupegang. "Sayang, kamu mau ke mana?""Aku datang mengambil barang-barangku." Aku menarik kedua koper tersebut dan beranjak pergi.Akan tetapi, Harry malah menarik pergelangan tanganku. "Sayang, jangan pergi!"Aku terkejut dan buru-buru menepis ta
Jasmine murka melihat Harry yang memelukku. "Harry, apa yang kamu lakukan?"Harry langsung melepaskan pelukannya, dia ketakutan melihat Jasmine yang muncul dan memarahinya.Harry bersikap seolah sedang ketahuan berselingkuh. Aku tertawa melihat reaksinya, mereka berdua selalu membuatku jijik."Maya, kamu nggak punya rasa malu, ya? Beraninya menggoda Harry, sampai kapan kamu mau mengganggu kehidupan kami? Wanita murahan!" Jasmine memarahiku sambil berjalan masuk dan menatapku dengan tajam."Kamu merebut dan memindahkan harta kami, lalu menjebloskan ayahku ke penjara. Dasar, wanita licik! Bukannya kamu sudah punya pacar baru? Kenapa masih menggoda kakakku? Ada saja alasanmu untuk kembali menggoda Harry. Gatal, ya?""Jaga ucapanmu!" Aku tidak takut kepada wanita kejam ini. "Kamu takut pacarmu direbut? Sebaiknya kamu mengawasi kekasihmu ini. Kamu berhasil merebutnya dariku, siapa tahu di luar sana juga ada wanita lain yang sanggup merebutnya dari pelukanmu. Selingkuh adalah tabiat, nggak b
Walaupun membenci anggota Keluarga Sinjaya, aku masih bisa menoleransi Giana. Aku bisa memaafkan sikapnya yang dingin kepadaku. Manusia adalah makhluk egois, siapa yang tidak tergiur melihat keuntungan di depan mata?Giana memintaku pergi ke rumah Keluarga Sinjaya, tetapi aku menolaknya. Pengalaman tempo hari membuatku agak trauma. Aku menawarkannya untuk bertemu di sebuah kafe yang terletak di dekat rumah Keluarga Sinjaya.Hatiku agak luluh saat bertemu Giana. Aku bersikap ramah seperti sebelumnya. Sebenci-bencinya kepada Keluarga Sinjaya, aku tidak tega sampai melawan orang tua.Setelah beberapa hari tidak bertemu, Giana terlihat sangat lesu dan tidak bersemangat. Raut wajahnya pun tampak gelisah.Sebenarnya aku dapat memahami perasaan Giana. Aku memesan segelas susu hangat untuknya sambil menunggunya membuka pembicaraan.Giana mengangkat kepalanya dan bertanya dengan terbata-bata, "Adele .... Bagaimana keadaannya?"Giana bertanya sambil meneteskan air mata. Harus kuakui, Giana meman
Tindakan Giana membuatku kaget, aku merasa sikapnya tidak masuk akal.Teriakan Giana sontak menarik perhatian para pengunjung kafe. Sejumlah pasang mata pun tertuju ke arah kami.Aku bergegas memapah Giana untuk bangkit berdiri, tetapi dia malah melunjak. "Aku tidak mau berdiri sebelum kamu mengabulkan permintaanku!"Sikapnya membuatku merasakan sebuah gejolak kebencian yang sulit dijelaskan. Keluarga Sinjaya memang tidak tahu diri. Kalau dikasihani malah melunjak.Aku bangkit berdiri dan menjawab secara tegas, "Maaf, aku bukan kamu. Aku nggak mau melakukan kebodohan yang sama. Aku nggak punya kewajiban untuk terus memaafkan tabiat anakmu yang busuk. Pulanglah, nggak lama lagi anakmu akan memberikanmu menantu yang baru. Lagi pula Jasmine sedang mengandung cucumu, kamu mengakuinya, 'kan?""Maya, kamu nggak boleh seperti ini!" Giana buru-buru menarik tanganku, dia melayangkan sebuah tatapan yang kejam. "Kamu sudah bertahun-tahun menjadi menantu Keluarga Sinjaya. Kamu nggak boleh pergi be