Share

Nadzifa, Alkohol dan Masalahnya

Farzan mencari pakaian yang akan dikenakan dari lemari. Dia baru saja mandi selepas kembali dari bekerja. Hari ini ia pulang terlambat, karena ada meeting dadakan menjelang waktu kerja berakhir.

Ketika akan mengenakan baju kaus, ponselnya berdering. Dengan semangat pemuda itu melangkah menuju nakas dan mengambil handphone dari sana. Senyum terurai di paras tampannya ketika melihat nama yang tertera di layar ponsel. Apalagi si penelepon menggunakan video call. Farzan segera memasang baju kaus, sehingga menutupi tubuh berototnya.

Assalamualaikum, Kakak Cantik,” sapanya setelah wajah cantik Arini terpampang di ponsel.

Pemuda itu segera beranjak menuju meja makan, lalu meletakkan ponsel di sana. Dia menarik kursi dan duduk di sana.

Waalaikumsalam, Dek,” balas Arini dengan wajah mengerucut, “kamu kok jarang telepon sekarang?”

Kening Farzan mengernyit saat mengingat kapan terakhir kali menelepon Arini.

“Bukannya kemarin sore aku telepon kakak ya? Kakak lu ….” Pria itu langsung tersentak menyadari penyakit Arini pasti sedang kambuh.

“Maaf, Kak. Aku … kemarin lagi sibuk, jadi belum bisa telepon. Biasa ada produk baru lagi yang mau launching di perusahaan,” sambungnya tak ingin membuat Arini bersedih.

“Ya walau sibuk tetap sempatkan telepon, Dek.” Arini memberi tatapan menuntut.

“Iya, sekali lagi maaf ya Ibu Peri. Jangan marah, nanti tambah tua,” gurau Farzan membuat mata kakak iparnya menyipit.

“Kamu ini persis kayak Mas, pintar banget merayu,” balas wanita itu berdecak.

Farzan hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan sang Kakak Ipar.

“Kabar Mama dan Papa gimana, Kak?” Farzan mengalihkan pembicaraan.

Alhamdulillah sehat. Mama suruh kamu pulang weekend ini, Dek. Kangen katanya.”

Insyaa Allah aku usahakan pulang kalau nggak lembur.”

Arini terdiam menatap layar ponsel.

“Kenapa, Kak?” Farzan khawatir jika penyakit wanita yang sangat dicintainya bertambah parah.

Kepala yang dihiasi rambut panjang hitam lebat itu menggeleng. “Cuma inget sama Mommy kamu aja. Kamu masih suka telepon Mommy, ‘kan?”

Farzan menarik napas berat, lantas menggeleng dengan enggan. “Bulan lalu, aku pernah ketemu sama Mommy, Kak,” ungkapnya.

Seperti biasa dia tidak bisa menyimpan rahasia apapun dari Arini. Hanya ada satu rahasia yang disimpannya rapat-rapat dari wanita itu, apalagi jika bukan rasa cintanya.

Wajah Arini tampak semringah. “Oya? Trus gimana?”

“Kakak kenapa sih nggak suruh Mommy balik lagi ke Uluwatu?” Farzan malah mengajukan pertanyaan.

“Ayu bilang mau lepasin kangen dulu sama kamu, makanya Kakak pesenin apartemen untuk dua minggu.”

“Hah? Dua minggu? Bukannya seminggu?”

Arini menggeleng cepat.

“Kenapa sih Kakak baik banget sama Mommy?”

Air muka Arini berganti sendu melihat ke arah kamera. “Kakak ini seorang Ibu, Dek. Jadi bisa bayangin gimana rasanya jauh dari anak. Kasihan, ‘kan?”

Jemari Farzan mengepal di atas meja. Tuduhan yang dilontarkan Ayu saat mereka bertemu terakhir kali, kembali terngiang di telinga. Sungguh tega wanita yang telah melahirkannya itu berkata yang tidak-tidak tentang Arini.

“Aku minta maaf, Kak,” lirih Farzan menahan sesak di dada.

“Eh, pinta maaf kenapa?” Raut wajah Arini tampak khawatir.

“Aku minta maaf mewakili Mommy.

“Emang Mommy kamu salah apa sama Kakak?” Arini dan kelembutan hatinya.

Farzan kembali menghela napas berat, sehingga dadanya terasa sesak.

“Cuma minta maaf aja, Kak.”

“Dek? Kakak tahu kamu nyimpan sesuatu. Ayo cerita!”

“Nanti aja aku cerita kalau udah pulang ya,” kata Farzan menatap sendu layar ponsel.

“Beneran ya? Pokoknya cerita sama Kakak, jangan simpan sendiri. Ngerti?” tegas Arini dengan sebelah alis naik.

Senyum kembali menghias wajah yang dilengkapi dengan rahang tegas itu. Mata elang Farzan berkedip pelan.

“Farzan,” panggil suara perempuan diiringi ketukan pintu.

Pemuda itu mendongakkan kepala melihat ke arah pintu masuk berada. Decakan pelan terdengar ketika Farzan tahu siapa yang berdiri di balik pintu.

“Kenapa, Dek?” Arini bingung sendiri.

“Itu … Neighbour from hell datang,” jawab Farzan memelankan suara.

Neighbour from hell?

“Iya, orangnya cerewet banget. Nggak bisa diam. Suka gangguin juga tuh,” celoteh Farzan sebal.

“Cewek?” tebak Arini.

Farzan garuk-garuk kepala yang tak gatal sama sekali. “Iya.”

Senyum usil terbit di paras wanita paruh baya itu. “Samperin gih. Kali aja bisa jadi pacar. Eh, tapi ingat nggak boleh berdua di dalam flat. Paham?!”

“Farzan.” Suara sedikit cempreng milik Nadzifa kembali terdengar. Kali ini dengan volume naik satu angka dari tadi.

“Cuma teman aja, Kak. Lagian ketuaan,” ujar Farzan beralasan.

“Nanti sambung lagi ya, Kak. Bikin gaduh nih di luar. Berisik.”

Arini manggut-manggut masih dengan raut usil. “Ingat pesan Kakak ya. Jangan berdua di dalam flat.

“Iya, Kakak Sayang. Assalamualaikum,” pungkas pemuda itu sebelum panggilan berakhir.

Lagi-lagi embusan napas pendek meluncur begitu saja dari sela bibirnya. Kaki melangkah malas menuju pintu.

“Kenapa, Mbak? Saya ‘kan udah bilang, jangan ketuk pintu,” cicit Farzan tidak semangat.

Sorry, kebiasaan gue gitu. Males pencet-pencet bel,” balas Nadzifa melihat ke dalam flat Farzan. Tanpa izin, gadis itu langsung menyelonong masuk ke dalam.

“Mbak suka banget sih masuk tanpa izin?” protes Farzan melangkah cepat menyusul Nadzifa.

Gadis bertubuh semampai itu menaikkan kedua tangan yang membawa dua kantong kresek. “Gue bawa makanan. Trus temenin gue minum,” tuturnya santai tanpa beban.

“Alkohol lagi?” Pemuda itu menunjukkan tampang jijik.

Mata hitam lebar itu membesar seiringan dengan bahu terangkat ke atas. “Apa lagi? Kepala gue mumet banget, sumpah.”

Selama satu minggu ini, Nadzifa selalu mengganggu Farzan. Bukannya ketenangan yang didapatkan dengan pindah ke apartemen, dia malah diganggu oleh tetangga yang disebut berasal dari neraka ini.

“Mbak, please. Jangan jadikan flat saya tempat minum-minum. Bisa tamat riwayat saya kalau Kakak ipar saya tahu,” lontar Farzan keberatan.

Nadzifa sudah duduk di atas meja makan, lalu mengeluarkan dua porsi nasi goreng seafood yang dibeli entah di mana.

“Kakak ipar lo galak banget ya, sampai ketakutan kayak gitu?!” tunjuk Nadzifa tepat di wajah Farzan.

“Nggak juga sih. Cuma dari kecil saya diwanti-wanti sama Kak Arini buat jauh-jauh dari alkohol.”

Nadzifa mengambil sendok yang tergantung di tempat sendok dan garpu. Dia meletakkan satu di depan Farzan, lalu mengambil satu lagi untuk dirinya.

“Kirain galak banget. Lo ketakutan banget soalnya,” ledek Nadzifa menahan tawa.

“Nih makan. Lo pasti belum makan.” Gadis itu membuka bungkus nasi goreng untuk Farzan.

“Itu halal kok. Walau suka minum alkohol, tapi gue masih jaga makanan yang masuk ke perut,” celoteh Nadzifa mengeluarkan dua kaleng bir dari kantong.

Farzan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat dua kaleng bir bertengger indah di atas meja makannya.

“Kenapa sih Mbak sering banget minum begituan? Nggak takut organ dalam rusak?” Sebenarnya pemuda itu ingin menanyakan apakah Nadzifa tidak takut dosa, tapi diurungkan.

Mata hitam lebar itu melihat nasi goreng seafood yang siap dilahap. Dia menyuap satu sendok terlebih dahulu, sebelum menjawab pertanyaan Farhan.

“Gue ‘kan udah bilang sebelumnya, kalau kepala gue mumet alias pusing. Gue minum habis makan kok, jadi perut masih aman terkendali,” tanggapnya setelah menelan habis nasi goreng yang dikunyah barusan. Dia mengelus perut yang rata itu lalu menepuknya pelan.

“Bukannya kalau minum alkohol jadi tambah pusing?” Farzan mengerling singkat sebelum memakan nasi goreng.

“Siapa bilang? Pikiran jadi enteng tahu. Melayang ke mana-mana, masalah langsung hilang.” Nadzifa mengangkat tangan, lalu mengibaskan tangan seakan membuang sesuatu.

Farzan menahan tawa mendengar jawaban gadis itu.

“Kok ketawa sih?”

“Habis jawaban Mbak itu mengada-ada.”

Kening berukuran lebar itu mengernyit heran. Dia meletakkan sendok di atas meja saat menuntut penjelasan dari Farzan.

“Kalau masalah langsung hilang, kenapa Mbak minum lagi setelah itu?” Farzan jadi ikut-ikutan meletakkan sendok, lantas menyangga dagu dengan punggung tangan.

“Ya karena ada lagi masalah lain.”

“Masalah lain atau masalah yang sama?” selidik pemuda itu menyeringai.

Nadzifa mengalihkan pandangan kepada nasi goreng yang ada di depan. Tangannya meraih sendok tadi dan menyuap lagi satu sendok nasi goreng lengkap dengan cumi-cumi yang diiris kecil.

“Pasti masalah yang sama lagi, ‘kan?” tebak Farzan tersenyum penuh kemenangan.

Gadis itu mengangguk pelan membenarkan perkataannya.

“Makanya, Mbak. Kalau ada masalah itu larilah ke Tuhan. Salat, ngaji dan banyak berdoa kalau Mbak muslim. Atau pergi ke gereja, klenteng dan vihara kalau Mbak bukan muslim,” papar Farzan geleng-geleng kepala.

“Dengan ibadah, pasti perasaan Mbak jadi lebih tenang. Masalah yang dihadapi juga bisa menemukan solusinya,” lanjutnya lagi.

Nadzifa mengunyah malas nasi goreng yang baru saja masuk ke mulut. “Lo persis kayak nyokap gue,” desisnya pelan.

“Itu yang sering diajarkan Kak Arini sama saya. Kalau ada masalah ngadu sama Allah, jangan mencari pelampiasan ke tempat lain, apalagi dengan alkohol. Nggak bakalan ada solusinya,” ungkap Farzan tersenyum mengingat bagaimana raut wajah Arini ketika menasihatinya.

“Kakak ipar lo perhatian banget.”

Farzan mengangguk membenarkan. “Baik dan penyayang juga. Makanya Mas saya cinta banget sama Kak Arini,” gumamnya.

“Pantesan seorang playboy sekelas Brandon Harun bisa berubah sedrastis itu,” decit Nadzifa tersenyum miring, “Arini terlalu baik untuk kakak lo, Farzan.”

Sorot mata elang Farzan menatap tidak suka dengan perkataan Nadzifa barusan.

Sorry, gue nggak bermaksud jelek-jelekin abang lo. Cuma nggak nyangka aja dia bisa dapat istri sebaik itu.” Dia tergelak sebentar. “Tahu nih, gue jadi sesi kalau udah bahas playboy. Jadi inget sama almarhumah tante.”

Farzan meletakkan sendok, lantas menyandarkan punggung di kursi. Kedua tangannya saling berimpitan di depan dada.

“Setiap orang punya masa lalu, Mbak. Nggak selamanya orang itu berbuat salah. Ada masanya dia berubah.”

Bibir atas Nadzifa terangkat sedikit ke atas. “Bisa jadi berubah, setelah makan korban. Ya nggak?” sorot mata hitamnya menatap dingin kepada Farzan.

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status