Share

Bagian 9 : Persiapan Arisan

***

"Mas, besok aku bawa teman-teman sosialita aku ke sini, boleh? Mau arisan," tanya Dina. Mereka semua, termasuk Putri, sedang makan malam.

"Biasanya arisannya di luar, Yang. Kok tumben kali ini di rumah?" tanya Radit, setelahnya menyuapkan nasi bercampur opor ayam ke dalam mulutnya. Mengunyah perlahan sambil terus menatap manis wajah glowing istrinya.

"Nyari suasana baru aja. Bosen kalau selalu di luar. Pada minta di rumah kita, mau lihat keharmonisan keluarga kita," ucap Dina. Wanita itu melirik Dira dan saling bertukar senyuman.

"Boleh, tapi besok mas mau jenguk ibu. Kirain mumpung hari libur, kamu bisa ikut. Padahal ngga bisa." Suara Radit terdengar kecewa. Ia ingin sekali-sekali bertiga dengan Dina menengok Ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan, bukan hanya berdua terus sama Diana.

"Maaf ya, Mas. Udah janjian masalahnya. Nengoknya bisalah kapan-kapan. Ibu sehat, sehat juga, kan. Aku doakan semoga sehat selalu," ucap Dina tersenyum manis. Radit hanya bisa mengangguk.

"Aunty Putri besok ikut ke rumah nenek Diana, yuk. Enak loh, Diana dimanjain banget di sana." Diana berucap sembari menatap Putri penuh harap. Gadis kecil itu ingin memperkenalkan teman barunya pada sang Nenek.

Mulut Putri yang sudah terbuka, kembali menutup karena Dina sudah angkat suara. "Ngga bisa, Sayang. Dia harus bantu mama besok. Mama kan mau repot. Maaf ya, Sayang. Sama papa saja ke sana. Salam buat nenek ya."

"Ya udah." Diana mengangguk dan kembali menyuapkan makanannya dalam mulut.

"Kata Diana, tadi Putri yang jemput dia, emang kamu ke mana, Sayang?" tanya Radit.

"Em ... tadi lagi sibuk, jadi minta bantuan Putri. Ngga papa, kan?" tanya Dina. Ia melirik pada Dira, tetapi adeknya itu tidak membantunya mengatasi pertanyaan Radit, malah asik makan.

"Ya ngga papa. Cuma tadi Diana bilang dia nunggu lama di sekolah."

"Loh, emang kamu ke mana dulu, Put?" tanya Dina tidak berdosa. "Mas, aku udah nyuruh sebelum jam pulang Diana, loh, malahan. Ngga becus kamu, Put. Kasian anak aku." Wanita itu memejokkan Putri.

"Maaf, Kak. Habisnya--"

"Habisnya apa? Apa?" Dina menyela. Ia tidak mau sampe Putri menyebutkan alasan keterlambatan menjemput karena tidak diberi alamat sekolah Diana.

"Itu, Kak--" Putri menatap Radit yang juga menatapnya. "Maaf, Mas. Tadi itu sempat berurusan sama orang gila pas dalam perjalanan." Terpaksa Putri berbohong. Ia tidak ingin ada masalah, walaupun yang Dina perbuat padanya itu keterlaluan. Mencari sekolah Diana diantara banyaknya sekolah di kota ini cukup membuatnya pusing. Namun, ia tidak kehilangan ide. Bertanya pada tetangga dan segera menuju sekolah yang disebutkan.

Mata Dina membulat. Ia tidak menyangka jawaban Putri seperti itu. Berurusan sama orang gila? Siapa yang gadis itu maksud. Dirinya, kah?

"Ya udah, ngga papa. Lain kali tolong tepat waktu. Kasian Putri."

"Iya, Mas." Putri menjawab sembari mengangguk.

"Ngga papa, Pa. Diana malah senang dijemput sama Aunty. Pulangnya dijajakan es krim." Diana tersenyum manis sembari melihat Putri. "Besok-besok Diana maunya di jemput terus sama Aunty Putri aja. Di rumah juga kita main terus loh, Pa. Kalau di butik mama, bosen. Hanya nonton tivi."

Radit tersenyum dan mengusap puncak kepala Diana. Nyaman saat melihat anaknya antusias bercerita yang membuat binar matanya berseri-seri, tampak kalau suasana hatinya sedang senang.

Dina menatap Dira. Kemudian menatap Putri. Kesal sekali rasanya dikhianati sama anak sendiri yang lebih memilih orang lain daripada ibu kandungnya.

"Besok mama yang jemput kamu," ucap Dina.

"Tapi maunya di jemput Aunty Putri."

"Mama aja. Dengarkan, biar mama aja yang jemput!"

"Tapi--"

"Diana Sayang. Dengar kata Mama." Radit kembali mengusap kepala Anaknya. Begitulah bukti cinta dan sayangnya pada Dina, selalu setuju dengan ucapan istrinya.

Ruang makan menjadi sunyi. Hanya terdengar bunyi perpaduan piring dan sendok. Makan malam pun berjalan tenang dan hikmat.

**

Radit dan Diana berangkat pagi-pagi sekali, tidak sarapan dulu karena memang berencana ingin sarapan bersama keluarganya di rumah Ibunya. Ahad, adalah hari berkumpul anak-anak Ratna, Ibu Radit.

Dira dan Dina, pun bersiap untuk menjemput para tamu. Mereka berdua mandi dan berpakaian rapi, tidak lupa berdandan menor dan glamour.

"Wow, Kakak keren banget," ucap Dira saat melihat Kakaknya keluar dari kamar dengan dandanan WOW. Dress biru selutut penuh payetan hingga terkesan bling-bling, lengan pendek, pres body, rambut yang digerai dan make up tebal, aksesoris banyak, membuat penampilan Dina terlihat Mewah.

"Ya, dong. Pake pakaian sederhana, malu sama nominal arisan kakak," ucap Dina sembari duduk di sisi Dira, di sofa, ruang tamu. Adeknya itu hanya memakai dress warna coklat dengan dandanan sebisanya. Penampilan mereka berbeda jauh.

"Emang arisan Kakak berapaan?"

"Dua puluh juta." Dina tersenyum manis. Ia menjawab, tetapi tidak sambil melihat Dira. Wanita itu sibuk memotret diri sendiri dan mengupload ke media sosial. Tidak lama, notifikasi menyerang ponselnya, tetapi membuatnya tersenyum karena isinya adalah like dan comen yang memuji penampilannya.

Dira terdiam. Ia melirik sinis. Ada rasa cemburu dengan kehidupan Kakaknya yang terlihat sangat enak.

"Putri mana?" tanya Dina.

"Ngga tau." Dira menjawab sewot.

"Cari, gih," suruh Dina. Ia sedang sibuk mengetik chat ke suaminya. Mau komplain kenapa tidak mengirim chat pujian padahal sudah melihat story akun hijau yang ia unggah.

"Iya." Walaupun kesal, Dira tetap menjalankan suruhan Dina. Ia mencari Putri ke teras dan mendapatkan gadis itu tengah menjemur pakaian di samping rumah.

"We, anak pelakor, dicari kak Dina," ucap Dira.

Putri menoleh. "Bentar ya, Kak. Nanggung, dikit lagi."

"Dicarinya sekarang. Sono temui. Babu itu jangan kurang ajar sama majikan."

Ucapan menohok itu membuat Putri tersenyum kecut. Ia menaruh jemuran dan berjalan masuk ke rumah, menghampiri Dina yang asik berfoto selfi.

"Kakak cari aku?" tanya Putri.

"Ya. Kamu buatin jus sepuluh gelas. Panasin hidangan di atas meja sama susun kue-kue dalam toples."

Dina sudah memesan makanan sejak lagi. Mengira suami dan anaknya mau sarapan bersama di rumah, ternyata menolak. Masalah cemilan, ia sudah membelinya kemarin, setelah pulang kerja.

"Baik, Kak." Putri langsung menuju dapur. Melakukan apa yang di suruh, setelahnya kembali menghampiri Dina dan melaporkan kalau tugasnya selesai.

"Bagus! Sekarang kamu ganti baju. Dira, ambilin baju buat dia," suruh Dina pada Dira. Gadis yang disuruh mendengkus, setelahnya berjalan pergi ke kamar Kakaknya, mengambil baju di atas meja rias dan segera melempar ke muka Putri.

"Cepat ganti. Teman-teman aku udah pada datang, tuh." Dina berdiri saat mendengar klakson mobil di depan rumahnya.

"Iya, Kak." Putri berjalan ke kamarnya sambil membawa baju pemberian Kakaknya. Tumben Dina memberinya baju. Namun, perasaannya tiba-tiba tidak enak. "Semoga tidak terjadi apa-apa," ucapnya sembari mengelus dada.

****

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Vanesa Silviana
lnjut ...bikin penasaran bagaimna tuh c putri k depan nya
goodnovel comment avatar
Fendi Meyza
menarik sih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status