Akira dan Dany kini telah berada di rumah. Saat ini mereka tengah menikmati nasi bungkus, yang dibeli di pinggir jalan, sepulang sekolah tadi.Dany menikmati makan siangnya sembari matanya fokus menatap ke layar ponsel. "Na, ntar lu mau ikut? Bayu ngajakin gue, katanya ada acara party." Ucap Dany tanpa mengalihkan pandangannya."Kemana? Gue kayaknya gak ikut deh, Dan. Gue capek, mau tidur aja." Akira memang tipe yang tidak terlalu suka keramaian, apalagi acara kumpul party."Serius? Gue pulang malam lho, Na. Apa gue minta Argi buat nemenin lu di sini?" Kini pandangan Dany menatap ke arah Akira."Duh, gak usah Dan. Kalau Argi kesini nanti jadi masalah, gue gak enak sama tetangga di samping rumah." "Hmm, iya juga sih. Tapi beneran lu berani sendiri di rumah?" Tanya Dany lagi memastikan, sebenarnya dia tidak enak hati meninggalkan Akira sendirian, cuma ajakan Bayu juga susah untuk dia tolak."Lu santai aja, gue berani." Ucap Akira meyakinkan sahabatnya.Dany pun mengangguk paham, setel
Hari itu cafe dalam kondisi tidak terlalu banyak pengunjung. Leo masih setia mendampingi Anggara duduk di balik meja kasir.Anggara meraih ponselnya dan mulai menghubungi mama Ruth yang dia tinggal sendiri di kontrakannya. Gak menunggu lama teleponnya terhubung dengan wanita itu."Halo, mama sedang apa? Udah makan?""Ya, Nak. Mama udah makan. Jam berapa pulang, sayang?" "Dua jam lagi aku pulang. Mama mau aku bawain sesuatu?" "Gak Nak, hati-hati di jalan. Mama tunggu di sini ya."Setelah memastikan keadaan mamanya baik, Anggara pun mengakhiri panggilan itu. Kembali bekerja melayani para pengunjung cafe yang ada.Hingga tak terasa jam pun berlalu dengan cepat, kini dia berkemas-kemas untuk menyelesaikan pekerjaannya. Sementara itu Leo kini tengah duduk menemani Maya yang masih setia menunggu Anggara. Meskipun pemuda itu sudah menolak permintaannya, namun Maya masih bersikeras untuk berada di sana menunggunya."Udah May, daripada elu capek nungguin Aang, mending lu pulang sama gue, gue
Tak lama, Anggara sampai di kontrakannya. Terlihat mobil ayahnya masih terparkir di depan kontrakan.Dia turun dari motor dan berjalan menuju kamar sambil menenteng kantong plastik berisi nasi goreng yang tadi dia pesan.'Tok, tok, tok' "Mama, ni aku." Tak ada jawaban dari dalam kamar.Kembali dia mengetuk pintu itu, hingga akhirnya pintu itu terbuka. Terlihat wajah mama Ruth yang seperti baru bangun tidur, dia tengah ketiduran ketika menunggu anaknya pulang."Nak, udah pulang?" Wajah kantuk dari Ruth terlihat jelas namun dia begitu senang melihat kedatangan anaknya."Hmm." Anggara meraih tangan mama Ruth dan menciumnya.Ruth melebarkan pintu kamar agak anaknya bisa masuk ke dalam. Lalu dia menyalakan lampu kamar. Membuat Anggara terkejut dengan penampakan kamarnya saat ini. Kasur miliknya kini berubah dengan kasur berukuran besar yang sama persis dengan kasur miliknya, yang berada di rumah. Lemari kecilnya kini sudah berubah dengan lemari besar dengan pintu geser. Rak sepatunya yan
Di dalam perjalanan, sebenarnya banyak pertanyaan yang ingin diajukan oleh gadis itu kepada pemuda di sebelahnya. Namun tidak ada satu katapun yang terucap di mulut Akira."Kenapa? Hmm? Apa yang kamu pikirkan, katakanlah.." Anggara menatap sekilas ke arah samping, lalu kembali memfokuskan pandangannya ke depan."Mobil ini.." ucap Akira terhenti.Seakan mengerti kemana arah pikiran Akira, pemuda itu menjawab pertanyaannya." Ini mobil mama, dia sudah tidur dari tadi. Sorry tadi aku lupa ngasih kabar." Akira mengangguk mengerti, dan kembali terdiam. Dalam hati, sebenarnya dia begitu penasaran dengan kehidupan pemuda ini. Mobil ini terlihat sangat mewah, dan bukan mobil sembarangan orang bisa memilikinya. Anggara pasti dari keluarga yang berada. Namun mengapa pemuda itu memilih hidup mandiri di kontrakan. Apa mungkin dia mempunyai masalah dengan keluarganya, mungkin memang benar apa yang diucapkan oleh Bayu beberapa hari lalu.Pikiran Akira begitu penuh praduga pada Anggara. Raut wajah A
"Na, masih bangun? Sorry ponsel gue kehabisan daya." Ucap Dany terdengar dari seberang sana."Lu kemana aja, Dan? Udah dimana sekarang?" Tanya Akira."Gue masih di rumah temennya Bayu, Na." "Udah jam berapa ini? Mau jam berapa pulang?""Gak tau dah, Na. Besok pagi mungkin gue balik, pokoknya sebelum kita ke sekolah gue pastiin udah balik, Na. Lu ga apa gue tinggal semalaman?" "Terserah dah, Dan. Yang penting lu jangan aneh-aneh. Lu baik-baik aja kan?" Sebenarnya Akira begitu khawatir pada sahabatnya itu. Karena kalau terjadi sesuatu pada Dany, maka dialah orang yang pertama merasa bersalah.Akira menutup telefon itu dan menaruh ponselnya kembali."Dany gak pulang deh kayaknya." Ucapnya pada Anggara."Hmm, kamu udah ngantuk? Mau pulang sekarang?" Tanya Anggara memandang ke gadis yang sangat di cintainya itu "Belum, Ang. Kamu mau pulang?" Akira kembali bertanya pada pemuda itu "Belum, bilang aja nanti kalau kamu mau pulang aku antar." Ucapnya meraih kembali tangan gadis itu dan menc
Sementara itu sesampainya Anggara di kontrakan, dia mengendap-endap masuk ke kamar. Agar tak membangunkan mama Ruth yang masih tertidur lelap.Mengambil bantal dari samping mamanya, kemudian menaruhnya di bawah, di atas karpet bulu di bawah kasur. Matanya kini terasa amat berat, tak lama diapun tertidur.Matahari mulai merambat muncul dari ufuk timur, cahayanya yang hangat menembus melalui celah-celah korden.Jam dinding sudah menunjuk pukul tujuh pagi hari. Ruth terbangun dari tidurnya. Malam ini dia begitu menikmati tidurnya. Meskipun jauh dengan suaminya namun kini dia berada di dekat anaknya.Melirik ke samping tempat tidur, dan ternyata kosong, tak ada puteranya di sana, diapun berniat bangun dari tempat tidur dan melangkah mencari anaknya. Namun ketika dia bangkit, terlihat Anggara tertidur di bawah kasur, membuat Ruth sedikit terkejut. Dan mencoba membangunkan Anggara dari tidurnya."Nak, bangun." Ucapnya sembari menepuk pelan punggung Anggara yang tengah tidur dengan posisi te
Sementara itu ketika istirahat sekolah, Akira masih berusaha menelpon Dany, pikirannya diliputi rasa cemas yang mendalam terhadap sahabatnya itu. Dia merasa takut jika terjadi sesuatu yang buruk terhadap sahabatnya. Karena dialah orang yang pertama kali harus tanggung jawab.Beberapa kali melakukan panggilan, akhirnya sahabatnya mengangkat telepon itu."Halo, Dan. Lu dimana?" Ucap Akira yang begitu merasa khawatir dengan keadaan temannya.Di seberang sana hanya terdengar tangisan dari sahabatnya. Membuat Akira semakin khawatir."Dan, kenapa lu? Lu dimana sekarang?" Ucap Akira sarat akan kekhawatiran terhadap sahabatnya.Namun gadis di seberang sana hanya menangis sesenggukan, tanpa kata-kata terucap, tak menjawab pertanyaan Akira.Akira kini berada di dalam toilet sekolah, sengaja dia kesana agar perkataannya tak di dengar oleh siswa-siswi yang lain."Dan, jawab gue, lu dimana sekarang? Dimana Bayu? Gue mo ngomong sama Bayu.." ucap Akira lagi, dia semakin cemas karena Dany masih tak m
Argi langsung memukul wajah Bayu, ketika melihatnya keluar. Bayu yang tak menyadari, terhuyung mundur hingga punggungnya menyentuh tembok kamar mandi."Gi, lu disini?" Ucap Bayu sembari memegang pipi sebelah kiri yang terkena pukulan temannya.Argi tak menjawab pertanyaan itu, dia kembali mendekati Bayu, dan meraih baju pemuda itu."Lu ngapain si Dany? Lu jangan kurang ajar, Bay!!" Muka Argi merah padam menahan emosi, dia telah mendengar pengakuan dari teman Bayu. Kalau pemuda ini telah berbuat tak senonoh dengan teman kekasihnya. Argi merasa tidak enak hati pada Akira, karena dia telah mengenalkan Dany pada pria seperti Bayu. Yang dia tahu Bayu temannya adalah pemuda yang baik, dan gak mungkin melakukan tindakan yang tak pantas.Ketika Argi hendak melayangkan pukulannya lagi pada Bayu, Akira berlari menghampiri untuk menghentikan aksinya."Gi, jangan. Jangan pakai kekerasan." Ucap Akira sambil memegang lengan pemuda itu.Argi mendengar suara Akira, kini membuat kepalan tangan pemuda