Kesadaran Nala masih begitu tipis, namun ia dipaksa naik dari alam bawah sadarnya begitu mendengar suara bisikan. Nihil, tetap saja beberapa detik kemudian alam bawah sadar serta mimipi indahnya kembali menyeretnya.Terlalu banyak makan hingga membuatnya tidur kurang dari tengah malam tanpa sempat mengganti pakaiannya, bahkan melupakan rutinitas malamnya untuk menaburkan skincare rutin malamnya.Ada sesuatu yang membungkus lengannya, hingga akhirnya merasakan tubuhnya terangkat. Samar-samar ia mendengar seseorang bicara, sampai akhirnya semua pendengaran itu lenyap kala sesuatu terasa menenangkannya, membuatnya kembali jatih sejatuh-jatuhnya dalam dunia mimpi."Nala, bangun." Tepukan pelan pada permukaan pipinya membuat Nala mengerutkan keningnya, terusik selama beberapa saat sebelum kembali lelap. "hei ... bangun dulu, nanti tidur lagi kalau udah di pesawat."Hah? Sebentar. Suara itu berhasil menembus alam bawah sadar Nala, hingga kemudian ia merasakan tepukan di pipinya terjadi lagi
Entah kapan Bastian mempersiapkan semua ini dengan baik, Nala sendiri tak tau akan hal itu. Keduanya dijemput oleh seorang laki-laki paruh baya dengan senyuman manis, menampakkan gigi putihnya. Ahh, kulitnya tuh eksotis, hitam-hitam manis, sungguh Nala senang sekali melihatnya. Ada aura tersendiri yang memancar dari laki-laki itu.Perjalanan diiringi dengan percakapan ringan yang tentu saja didominasi oleh Bastian dan laki-laki yang baru Nala ketahui namanya Pak Damar. Dari mana suaminya mengenal laki-laki ini? Kok kelihatan akrab sekali?Perjalanan itu harus terhenti sejenak karena perut Nala berontak ingin segera diisi sesuatu, sebuah restoran yang ditemui di pinggir jalan menjadi objek pemberhentian. Aneka olahan Seafood menjadi menu yang dipilih Nala, seperti biasa, dua laki-laki itu juga manut, menuruti si Tuan Putri."Ohh, jadi dulu Pak Damar merantau di Jakarta juga?" Pertanyaan Nala terlontar setelah berhasil menelan habis makanan dalam mulutnya.Restoran ini memang berada di
Karena gorden ditutup dan lampu tidak dinyalakan membuat suasana dalam kamar tampak remang-remang, membuat dua anak manusia yang terbaring di bawah gelungan selimut semakin nyenyak dalam tidurnya.Posisi keduanya seperti janin yang meringkuk, dengan Bastian memeluk Nala dari belakang, menempelkan tubuh keduanya sedekat mungkin.Sayup-sayup Bastian mendengar suara rintihan hujan, membuatnya sedikit membalikkan tubuh dan melihat dari jendela yang tak sepenuhnya tertutup bahwa hujan memang turun."Hujan, ya?""He'em. Udah bangun?"Pertanyaan itu diabaikan Nala, pandangannya langsung beralih pada ponselnya yang tertindih lengannya. Meraihnya dan melihat jam yang telah menunjukkan pukul lima sore, ternyata keduanya tidur dalam durasi yang terbilang lama.Nala merubah posisinya menjadi menghadap suaminya, keduanya bertatapan selama beberapa detik sebelum Bastian yang mengulurkan tangan, menarik tubuh Nala agar lebih dekat dengannya."Tadi Mas lihat di dapur udah disiapin bahan makanan sama
"I-ini Mas yakin? Nanti malah ilfeel, loh?" Sekali lagi Nala bertanya, berharap kali ini suaminya berubah pikiran. Padahal biasanya ia tak tau malu, namun kali ini urat malunya seperti tersambung kembali.Yang ditanya pun menoleh ke arah sumber suara, menghela nafas jengah sebelum kembali berucap, "Yakin. Nggak ada Mas ilfeel kayak gitu.""Ini tempiknya lagi banyak bulunya, loh?""Nggak masalah, semua bentuk tempik udah Mas lihat. Ayo." Bastian menarik pelan tangan Nala, mengarahkan perempuan itu untuk masuk ke dalam kamar mandi. Awalnya memang Nala menahan bobot tubuhnya agar tak terbawa arus Bastian, namun tetap saja akhirnya Bastian bisa membawanya dengan mudah.Kamar mandi dalam kamar ini terbilang cukup luas, meskipun tak seluar kamar mandi di rumah. Di sana ada bath up berukuran besar yang menghadap langsung ke alam terbuka jika tirai kayu dibuka, menyenangkan sekali ketika berendam, tapi mata juga dimanjakan dengan pemandangan alam yang indah ini.Tubuh Nala didudukkan dengan p
Hembusan angin yang masuk melalui celah jendela mampu membuat anak rambut Nala menari-nari di hadapan Bastian. Namun, sama sekali tak bisa membuat keduanya menghentikan aktivitas yang sudah berlangsung selama kurang dari lima menit ini.Tangan Bastian pun tak lagi bisa tinggal diam, bergerak gelisah meraba setiap inci tubuh Nala sementara ciuman keduanya masih tertaut. Suara decapan khas menjadi pengisi suara di ruangan ini.Sampai pada akhirnya ciuman itu harus terlepas kala Nala memukul dada Bastian dengan kepalan tangannya, menciptakan benang saliva diantara keduanya yang pada akhirnya terputus oleh sapuan tangan Bastian."Akh!"Belum sempat nafas Nala kembali normal, ia langsung dibuat terkejut kala Bastian membanting tubuhnya di ranjang, lalu menindih tubuhnya dan melayangkan ciuman pada ceruk lehernya."Eugh." Lenguh Nala kala tangan besar Bastian meremas gundukan sintal miliknya, membuatnya membusungkan dada dan bergerak gelisah.Seolah ingin mempersingkat waktu, Bastian langsu
Nala sudah berbaring tepat di bawah kendali Bastian, tubuh mungil itu terus bergerak gelisah ketika di bawah sana Bastian terus memasukkan dan mengeluarkan jarinya. Basah, hangat, ketat, itulah yang Bastian rasakan."M-mas. Eughhh." Dada Nala membusung, membuat Bastian mendaratkan bibirnya pada dada sintal tersebut, mengecupnya berkali-kali dan meninggalkan jejak kepemilikan di sana. Bibirnya mendarat tepat pada puncak dada Nala, memainkan benda cokelat itu dengan lidah gigitan gemas. "aahhh." Nala mendorong kepala Bastian dengan gelisah.Sial! Rangsangan pada dada dan miliknya di bawah sana benar-benar membuat Nala melayang. Ada rasa aneh yang baru didapatkannya beberapa kali ini atas ajaran Bastian. Rasanya jiwa Nala melayang tinggi, menertawakan raganya yang terus menggeliat bagai cacing kepanasan."M-mas aku mau kel-lu-arghhh.""Iya, sayang, keluarin aja," balas Bastian usai melepaskan bibirnya dari puncak dada Nala. Ia juga merasakan bagaimana dinding vagina Nala berkedut kuat hi
"Okay, makasih banyak. Bonus gue transfer."Tut!Panggilan pun berakhir, Bastian menatap lurus ke arah langit yang tampak cerah. Jutaan bintang bertabur di sana, menemani si raja malam. Dihisapnya kuat-kuat rokok yang terjepit diantara jari telunjuk dan jempolnya, menghembuskan asap rokok tersebut dengan perlahan sebelum putung rokok tersebut dimatikan di atas asbak.Ada senyuman yang menggambarkan kebahagiaan tersendiri untuk Bastian, dirinya berhasil memerawani Nala. Iya, dia berhasil menjalankan tugasnya sebagai suami dengan sempurna, akhirnya ia berani mengambil keputusan besar itu."Setelah ini Mas janji sama kamu, Nala. Mas bakalan berjuang lebih keras buat masukin kamu sepenuhnya di hati Mas." Bastian menyentuh dadanya sendiri, menepuknya pelan. "hati ini cuma boleh diisi dan dipenuhi sama kamu, sayang. Cuma kamu."Merasa sudah puas menghirup udara segar, Bastian pun memutuskan untuk kembali masuk ke dalam villa. Tak lupa ia juga mematikan semua lampu yang dirasa tak perlu diny
Setelah menikmati sesi berendam dan sekalian mandi pagi, Nala merasa tubuhnya jauh lebih segar. Nyeri dan ngilu pada area kewanitaannya pun berkurang banyak."Mas." Bastian menoleh ke arah sumber suara, di mana Nala yang tengah menurunkan bagian bawah dress yang tadinya sempat terlipat. "kok yang dibawa baju-baju ginian, sih? Harusnya kayak yang biasa aku pakai aja.""Iya, maaf. Tadinya mau bawa itu, tapi terlalu makan tempat karena jadi banyak yang musti dibawa."Mau marah dan ngomel bagaimana juga, tidak akan membuat dress yang ada di koper berubah menjadi kaos dan celana jeans kesukaannya. Terlalu membuang tenaga, Nala pun hanya mengangguk pasrah. Kakinya melangkah menuju balkon kamar, menjelang pagi, udara masih begitu dingin.Senyumannya terbit kala netra cokelatnya menangkap bintang kejora yang ada di bagian barat, bintang itu bersinar paling terang. Hanya ia yang masih tetap tinggal bersama dengan bulan, kala jutaan bintang-bintang telah menghilang dari langit.Nala tersentak k