Share

Pria Itu

Sarah dan Rachel sudah tiba di sebuah Klinik Kehamilan Sehat. Gedung berwarna cream dengan ditambahkan garis berwarna emas dengan interior yang berwarna senada memberikan kesan mewah itu dipenuhi oleh orang-orang yang berlalu-lalang keluar masuk ruangan untuk memeriksa kesehatan kehamilan mereka. Terlihat raut wajah orang-orang di klinik ini memasang raut wajah bahagia dengan kondisi mereka yang sebentar lagi akan menjadi seorang ibu dan ayah.

Setiap wanita hamil didampingi oleh pasangannya masing-masing. Dan sepertinya dari semua wanita hamil yang datang ke klinik di hari ini hanya Rachel sajalah yang diantar oleh sahabatnya. Tak bisa dipungkiri rasa sakit melihat orang-orang yang bahagia dengan kehamilannya itu muncul dalam diri Rachel. Kehamilan ini hanyalah kehamilan yang tak pernah terbayangkan dan tidak pernah direncanakan oleh Rachel. Bagaimana bisa Rachel merasa bahagia dengan kehamilannya ini. 

Setelah melakukan pendaftaran, Rachel dan Sarah duduk di kursi yang di sebelahnya terdapat pasangan muda yang juga hendak memeriksakan kehamilan. Terlihat perutnya sudah sangat besar mengembung dengan sempurna sepertinya bulan ini adalah waktu kelahirannya. Dielusnya perut yang sudah mengembang dengan sempurna itu oleh suaminya. "Cepat keluar ya nak, ayah dan ibu sudah tidak sabar bertemu denganmu" ucap pria muda itu dengan wajah yang didekatkan dengan perut istrinya. Dielus balik kepala pria muda itu oleh istrinya dengan melebarkan senyuman merasa bahagia sekaligus senang dengan pemandangan yang ada di depannya. Sungguh pasangan yang bahagia. Mereka menikah dengan cinta dan memiliki anak dengan penuh harapan. Keadaannya sangat berbanding terbalik dengan Rachel. Rachel yang tak pernah mendapatkan cinta dari seorang pria dan sekarang harus menghadapi kenyataan pahit dengan kehamilannya. Sudah pasti Rachel sangat iri melihat pasangan muda yang berada di sebelahnya.

Selang beberapa menit, seorang perawat dengan papan dan pulpen yang dipegangnya di setiap tangan memanggil pasangan muda itu untuk masuk. "Ibu Nayra Ollivia silakan untuk masuk ruangan." Pasangan muda itu berdiri, suaminya memapah istrinya dengan hati-hati. Dipegangnya pundak dan tangan istrinya untuk mempermudah berjalan karena kaki istrinya yang terlihat sudah sangat bengkak bahkan sandal yang berukuran besar juga sudah tidak mampu untuk menampung kakinya karena bengkak yang diakibatkan kehamilan.

"Ada apa Rachel?" Sarah tiba-tiba mengalihkan pandangan Rachel yang sedang fokus melihat pasangan muda itu sedang berjalan masuk masuk ruangan dokter.

"Dari tadi aku lihat pandanganmu tidak lepas dari pasangan muda itu. Apakah ada yang salah dengan mereka?" Ucap Sarah dengan penasaran.

Rachel tidak menjawab pertanyaan dari Sarah. Dilihatnya dengan lekat wajah Sarah, rasa syukur dan bahagia Rachel ucapkan karena mendapatkan seorang sahabat seperti Sarah yang selalu mendampinginya dalam kondisi apapun. Baik sekali Tuhan menjadikan Sarah sebagai sahabat untuknya. Hanya dari Sarah, Rachel bisa mendapatkan kasih sayang dan juga perhatian. Hanya Sarah yang menemaninya selama ini. Sahabat satu-satunya, Rachel berani melakukan apa saja untuk bisa membalas kebaikan Sarah kepadanya. 

“Terima kasih sudah membawaku kesini dan terima kasih karena mau bersamaku dalam keadaan seperti ini,” ucap Rachel yang menggenggam tangan sahabatnya. Langsung dipeluknya Sarah dengan erat dan tak terasa air mata keluar begitu saja. Sarah yang mendengar sahabatnya menangis, membalas pelukan Rachel. 

“Tenang saja. Kita ini sahabat, sudah sepantasnya aku melakukan semua ini untuk sahabatku,” ucap Sarah dibarengi dengan menepuk-nepuk punggung Rachel berusaha untuk menenangkan.

Tiba-tiba saja pandangan Rachel teralihkan dengan seorang pria yang memakai kemeja kotak-kotak berwarna hitam dengan kaos putih di dalamnya dan celana jeans biru dengan sepatu kets yang sedang berjalan dengan terburu-buru menghampiri mereka dengan wajah penuh kekhawatiran. Pria itu adalah Arkan Hansel. Sahabatnya yang ditemuinya ketika mereka sedang duduk di bangku sekolah menengah pertama. Satu-satunya sahabat pria dan juga satu-satunya pria yang dicintai oleh Rachel sejak mereka pertama kali bertemu dan sampai sekarang. Arkan hadir di dalam hidup Rachel yang paling pertama kali sebelum mereka bertemu dengan Sarah. Rasa cintanya kepada Arkan ternyata harus Rachel kubur dengan dalam karena tak lama setelah mereka bertiga berteman, Sarah dan Arkan berpacaran. Rachel sadar diri dan lebih fokus untuk tidak menghancurkan pertemanan mereka hanya karena perasaannya. Susah payah Rachel mencoba untuk menghilangkan rasa cintanya pada Arkan, tetapi percuma saja itu semua tidak berhasil meskipun Rachel tahu bahwa Arkan sangat mencintai Sarah. Dan sekarang mungkin adalah waktunya bagi Rachel untuk melupakan Arkan. Dengan keadaan seperti ini tak akan pernah ada harapan lagi bagi Rachel untuk bisa terus mencintai Arkan. 

“Siapa yang mengundang Arkan?” Tanya Rachel. 

“Kenapa? Kita bertiga kan teman. Aku sudah menceritakan semuanya pada Arkan saat di perjalanan tadi.” Jawab Sarah yang kemudian melambaikan tangannya pada Arkan. 

Arkan yang menerima tanda dari Sarah segera menghampiri mereka. Dengan nafas yang masih ngos-ngosan karena berlari meskipun hanya beberapa meter, Arkan langsung duduk di sebelah Rachel dan menatap Rachel dengan lekat. Tatapan khawatir Arkan, Rachel hanya menganggapnya bahwa itu hanyalah tatapan khawatir dari seorang teman dan tidak lebih.

“Apakah kamu baik-baik saja? Pria mana yang berani sekali melakukan ini pada sahabatku? Akan aku tonjok wajahnya jika nanti bertemu!” Ucap Arkan dengan suaranya yang  memburu tapi masih ngos-ngosan dan tangan yang sudah mengepal siap untuk memukul seseorang.

“Jangan dulu banyak pertanyaan. Rachel masih harus mencerna keadaannya sekarang. Biarkan dia tenang dulu” Sarah langsung menghentikan Arkan yang terlihat sudah sangat penasaran dengan keadaan Rachel. 

Rachel melihat kedua sahabatnya yang sangat menyayanginya. Dalam keadaan seperti ini ternyata masih ada orang yang peduli pada Rachel. Ketika dunia terasa membencinya, kedua sahabatnya ini hadir untuk melindunginya. Ketika Rachel tidak pernah merasakan hangatnya sebuah keluarga, mereka hadir untuk menciptakannya. Mereka memberikan Rachel hal yang kecil namun bermakna.

Keheningan terjadi. Arkan dan Sarah terdiam, meskipun banyak sekali pertanyaan yang ingin mereka tanyakan tapi mereka menahannya, memberikan waktu bagi Rachel untuk menenangkan diri. 

Rachel yang melihat kedua sahabatnya terdiam merasa heran. Biasanya ketika mereka bertiga berkumpul maka setiap orang akan saling bergantian untuk bercerita dan melakukan hal-hal menyenangkan lainnya. Selalu ada momen menyenangkan ketika bersama mereka. Namun, kali ini keduanya diam seribu bahasa. Terlihat hanya pandangan kosong di mata mereka. 

“Sepertinya aku mengingat momen kecil pria itu.” Rachel mencoba untuk mencairkan suasana. Rachel tidak ingin kedua sahabatnya ini juga menderita karenanya. Sudah cukup aku menjadi beban bagi mereka dan jangan sampai dengan masalahku ini mereka juga harus menanggungnya.

Arkan dan Sarah yang mendengar Rachel berbicara antusias mendengarkan obrolan selanjutnya dari Rachel.

“Aku tidak tahu dengan pasti bagaimana sosok pria itu. Yang aku tahu dia memiliki punggung yang tegak dan tubuhnya tinggi dan kekar” Bisa-bisanya Rachel hanya mengingat bentuk tubuh dari pria itu

“Sepertinya dia pria yang memiliki postur tubuh yang bagus. Aku berharap anakmu nanti akan memiliki postur tubuh yang seperti itu” Sarah tertawa dengan ucapannya. 

“Memangnya ada orang yang memiliki postur tubuh yang lebih baik daripada aku?” Ucap Arkan

“Masih banyak pria di luar sana yang memiliki tubuh yang jauh lebih baik daripada milikmu. Seperti pria itu contohnya” Sarah langsung menunjuk seorang pria yang sedang berada di meja administrasi.

Rachel yang langsung melihat ke arah pria yang dimaksud oleh Sarah. Ya memang benar pria itu memiliki postur tubuh yang sangat baik. Tapi sebentar. Sepertinya pria itu tidak asing bagi Rachel. Bentuk tubuhnya kenapa sangat mirip dengan postur tubuh pria itu.

“Pria itu…”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status