“Jangan berisik ya.” Kenzo memperingati sambil menempelkan telunjuknya di bibir sebelum membuka MacBook.
Jillian mengedipkan satu mata seraya membentuk huruf O dengan ibu jari dan telunjuknya.Dengan patuh Jillian duduk di sofa merah yang bentuknya sensual dan berada di dekat meja kerja Kenzo.Kenzo langsung tersambung dengan ruang meeting di mana setiap pimpinan divisi sudah siap untuk mempertanggung jawabkan laporannya.Baru kali ini Jillian melihat Kenzo memimpin rapat, suaminya memiliki kharisma kuat yang mampu membuat setiap orang tunduk dan setuju dengan setiap apa yang keluar dari mulutnya.Jillian jadi tahu satu hal kalau Kenzo ternyata pemimpin yang tegas, berkali-kali Kenzo menegur bawahannya ketika tidak bisa memberikan alasan yang memuaskannya karena target tidak tercapai.Tapi Kenzo juga mampu memberikan solusi yang bisa dilakukan orang itu memperbaiki kinerjanya.Luar biasa bukan?“Lo enggak salah?” Izora meneliti penampilan Jillian dari atas hingga bawah. “Apanya yang salah?” Jillian bertanya polos. “Style lo … sejak kapan ganti style jadi cupu gini?” Jillian menunduk menatap pakaiannya lalu mengembuskan napas jengah seraya menjatuhkan bokong di sofa Caffe Callista di mana mereka berada saat ini. Sebentar lagi Izora akan pergi ke London jadi sebelum itu ingin sering bertemu dengan tiga sahabatnya dan Caffe Callista akan selalu menjadi tempat mereka berkumpul karena tidak akan ada yang protes bila mereka berlama-lama di sini. “Gue mikirnya juga gitu, gue pasti aneh banget pake baju-baju kaya gini … tapi si Ayang nyuruh gue ke kampus pakai dress ini, malah hampir setiap pulang kerja dia mampir dulu ke Mall buat beliin gue baju untuk dipake ngampus … kalau enggak dipake ‘kan enggak enak sama si Ayang, kasian si Ayang udah perhatian banget beliin baju buat gue.” Jillian berceloteh di dalam hatinya.
“Ngapain sih pake surprise-surprise segala? Kalau dia niat pasti udah ngajakin kita liburan ke mana gitu buat ngerayain ultahnya kaya tahun kemarin ….” Callista menggerutu karena malam ini bertugas mengemudi ke kediaman Adolf Guzman alias rumah Jillian. “Selagi gue masih di sini gue mau kita seru-seruan apalagi momennya pas sama ultah Jillian … minggu depan gue udah pergi ke London.” Izora menimpali. “Iya, siapa tahu Jillian lupa sama hari ulang tahunnya … jadi surprise kita bakal keren banget kalau dia bener lupa.” Kirana yang kedua tangannya memegang dus kue begitu antusias. “Gue sih bukan apa-apa ya, Jillian itu udah enggak punya bokap … gerak-geriknya aja diawasin tiga walinya, nah pasti duit jajannya juga dikurangin … lo enggak inget waktu di Paris dia malah tidur di hotel dari pada ikut kita shopping … jadi, udah jelas banget ‘kan kalau dia itu enggak bisa kaya dulu lagi … dan kalau kita datang kasih surprise sama dia, bukannya akan menjadi
Sesuai kesepakatan beberapa hari lalu, Jillian dan ketiga temannya kembali berkumpul di Caffe Callista. Jillian menduga akan ada pesta kejutan karena ketiga sahabatnya belum mengucapkan selamat ulang tahun. Bibirnya mengulum senyum saat mendapati mobil ketiga sahabatnya telah terparkir di pelataran parkir Caffe Callista semakin memperkuat dugaan akan adanya kejutan di dalam sana. Jillian menghirup udara dalam kemudian mengembuskannya perlahan saat mendorong pintu Caffe Callista. Langsung menuju meja yang di klaim sebagai meja mereka di bagian outdoor Caffe. Dari jauh Jillian sudah melihat ketiga sahabatnya sedang duduk di meja tersebut tapi ia tidak melihat ada kue atau balon atau pernah-pernik ulang tahun lainnya. Oke, mungkin mereka akan membuat drama mengerjainya dulu. Dengan santai, kaki yang dibalut flatshoes dan dress di bawah lutut dengan motif
“Jadwalkan untuk kunjungan ke proyek dan beritahu mereka tentang perubahan hasil meeting lal—“ Kalimat Kenzo terhenti mendapati Jillian duduk di kursinya. Pria itu sempat terkejut lantas tersenyum kepada Jillian sebentar kemudian kembali melanjutkan instruksi untuk Amira. “Lalu buat laporannya dan kirim ke iPad saya,” sambung Kenzo kemudian. Entah Amira mendengar atau tidak instruksi dari Kenzo karena matanya melirik tajam pada Jillian sedangkan Kenzo tidak sekalipun mempersilahkan Amira masuk, pria itu menghadang di ambang pintu. Dan ketika Amira mengalihkan tatap pada Kenzo, ia mendapati sorot mata pria itu memberi kode kepadanya agar segera pergi. Tidak ada tanggapan ketika Amira memutar badannya lalu pergi, hanya delikan tajam yang ia berikan untuk Kenzo. Kenzo selalu mengabaikan sikap tidak profesional Amira, baginya yang penting Amira mau mengerjakan pekerjaan seba
Jillian : Kenapa harus nginep? Kenzo : Karena tadi di sini hujan dan aku belum selesai ngecek proyek. Jillian : Pokoknya pulang sekarang! Jill enggak mau kamu nginep sama tante Amira. Kenzo : Kita tidur beda kamar, sayang. Jillian : Tadi pagi janjinya pulang! Kenzo : Aku minta maaf. Jillian kessseeeeelllll!!!!! Kenzo : Baby … Kenzo : Sayang? Kenzo : Kalau aku bolak-balik terlalu jauh, aku bisa sampai jam dua pagi lalu aku harus balik lagi jam empat pagi untuk tiba jam delapan di proyek. Kenzo : Baby Begitulah isi room chat Kenzo dan Jillian saat ini. Kemudian ponsel Jillian berdering panjang, Jillian melirik layarnya dan nama beserta foto Kenzo memenuhi layar. Jangan harap Jillian akan menjawab panggilan telepon dari Kenzo, ia sedang kes
“Aku enggak ada perasaan apa-apa sama Amira … kalau aku mencintai dia kenapa dulu aku memutuskan dia dan kenapa aku enggak nikah sama dia aja?” Kenzo menarik tengkuk Jillian untuk menyatukan kening mereka. “Karena aku udah nggak mencintai dia lagi, sekarang aku mencintai kamu … hanya kamu.” Jillian membisu, kehabisan kata-kata. “Kamu boleh enggak ngakuin aku sebagai suami kamu tapi tolong … jangan dekat-dekat sama cowok lain … kamu tahu rasanya cemburu, kan?” Jillian menganggukan kepala. “Aku merasakan seribu kali lipat sakit dari apa yang kamu rasakan karena aku sangat sangat sangat mencintai kamu.” Kenzo menjauhkan wajahnya, mengusap kepala Jillian dengan lembut, menyelipkan sejumput rambut ke belakang telinganya. “Aku akan memindahkan kamu ke kampus lain kalau cowok itu masih dekat-dekat sama kamu.” Meski Ken
“Jadi, ceritakan sama Mommy kenapa kamu kabur?” Laura dan Jillian melakukan semua percakapan ini menggunakan bahasa Inggris untuk menghargai Jeniffer yang tidak mengerti bahasa Indonesia. “Kenzo kerja terus, beberapa hari lalu ke luar kota trus kemarin malam ke Luar Negri … long weekend dia ke Malaysia dooonk … bayangin keselnya Jill ... jadi pas Kenzo pergi, Jill minggat ke sini.” Jillian memulai curhatnya sambil mengerucutkan bibir. “Di Malaysia ‘kan enggak long weekend.” Ucapan Laura itu percis seperti apa yang dikatakan Kenzo. “Tapi dia pergi untuk bekerja, bukan bersenang-senang.” Jeniffer mengingatkan. Jillian mengembuskan napas, melorotkan bahu, bersandar punggung lebih dalam. Kenapa sih tidak ada yang mengerti perasaannya? “Seharusnya kamu ikut setiap kali suami kamu pergi bussines trip, ayah mertua kamu selalu mencari wanit
Kenzo tidak tahu kenapa bisa ada istri dari daddynya di rumah sang mommy dan mereka tampak begitu dekat. Lalu kakak tirinya juga terlihat akrab dengan Jillian. Apa saja yang sudah dilewatkannya selama dua hari pergi ke Malaysia? Kenapa ia seakan pergi puluhan tahun lamanya hingga mendapati kenyataan tidak masuk akal seperti ini? Setau Kenzo, Jeniffer sangat membenci Mommy Laura termasuk dirinya. Tapi kenapa istri dari daddynya itu bisa ada di sini bahkan duduk satu meja bersama mommy Laura? Kenzo berpikir seiring langkahnya menaiki anak tangga yang diseret oleh Jillian setelah tadi Jillian pamit dari ruang makan dengan alasan ingin bicara sebentar dengannya. “Kamu tuh ya, masa ngomong gitu sama Mommy?” tegur Jillian, kedua tangannya ia letakan di pinggang setelah menutup pintu rapat. “Panggil aku kaya tadi lagi!” titah Kenzo masi