Seringai jahat muncul dari bibir Devano, membuat Siska yang melihat merasakan hawa dingin yang menusuk kulit."Cicipi dia dan siksa! Buat hidupnya hancur, membuat ia merasa mati lebih baik. Tapi jangan biarkan dia mati, buat dia tidak bisa bicara," seru Devano dengan penuh nafsu kejam.Setelah berkata demikian, Devano melangkah pergi dengan langkah mantap, sedangkan Siska yang berusaha mengejar, tetapi dihentikan oleh para penjaga di ruangan tersebut yang segera menangkapnya."Mau kemana, cantik? Ayo kita bersenang-senang," ujar salah satu dari mereka dengan senyum penuh kejahatan."Ayo kita bersenang-senang dulu, baru setelah itu pergi ke dokter untuk ...."Perkataan lelaki itu terhenti karena Siska meronta dan menendang alat vitalnya, membuat ia memekik kesakitan. Ia segera melepaskan cengkraman di lengan perempuan tersebut. "Sialan! Dasar jalang!" hardik pria tersebut.Dengan gerakan penuh amarah, tangannya langsung melayang menampar pipi Siska. Membuat wanita itu memekik dan samp
Gadis muda yang wajahnya masih lumayan pucat itu sangat terkejut dengan ucapan yang keluar dari bibir Devano. Dengan spontan ia segera menggerakan tangan untuk meraih pecahan gelas yang berserakan. Tetapi, karena ia dalam keadaan tubuh tengah berbaring dan masih lemas, lengannya masih gemetar akibat terlalu memaksakan diri. "Dasar bodoh! Apa yang kamu lakuin," sentak Devano. Dengan gerakan kesal lelaki itu menggebrak meja, dia melampiaskan amarahnya. Suara Devano sangat mengejutkan wanita yang berada di ranjang, membuat perempuan ini tersentak dan tangannya mengenai pecahan gelas yang kecil akibat terjatuh. Beruntung dia masih bisa menahan bobot tubuh, Devano spontan berlari, segera membantu sang gadis tawanan untuk kembali ke ranjang. "Baru saja kukatai bodoh, kamu malah langsung bertindak bodoh. Dasar," omel Devano. Mendengar omelan Devano, wanita itu hanya terdiam. Ia merasakan sakit dan perih di telapak tangan, karena berusaha menahan bobot tubuh, lumayan banyak luka yang men
"Begini dong, sejak dulu seharusnya kamu seperti ini, menjadi penurut." Devano berkata dengan nada tegas.Tatapan lelaki itu terus tertuju pada Kania saat berkata demikian. Lalu bergegas meraih berkas yang baru saja selesai di tanda tangani sang gadis. "Lihat! Semuanya sekarang dalam genggamanku. Sudahlah, kamu sekarang istirahat. Aku gak akan mengganggumu sampai kamu pulih sepenuhnya," seru Devano.Walau nadanya sama seperti biasa, tetapi ada sedikit suara bersemangat. "Oh, ya! Terus lakukan hal seperti tadi pagi setiap hari, aku menyukainya," goda lelaki itu.Seringai muncul di bibir Devano, sedangkan mata Kania membulat sempurna mendengar ucapan yang terlontar dari mulut sang majikan. Ia segera memalingkan wajah membikin lawan bicaranya ini terkekeh. Dia sangat puas melihat berbagai reaksi yang ditampilkan muka tawanannya. "Beradaptasilah, aku ingin melihat ekpresi wajahmu yang lain," kata pria tersebut. Ia berkata sambil memegang dagu Kania, lalu dia bangkit dan melangkah kelu
"Terus berinteraksi sama cewek itu," seru Rayyan. Mata Devano memutar dan ia langsung mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Lalu melangkah pergi tanpa berpamitan pada sang dokter, mereka memang sangat akrab. Karena sering bertemu, dulu Ayah lelaki itu yang mengobati Devano. Kini beralih ke Rayyan, pria yanh dulu berusaha mendekati dan kini menjadi teman sampai sekarang. Devano langsung mendelik mendengar godaan sang dokter, sedangkan Alex pria tersebut hanya berjaga diluar. "Apaan sih! Aku cuma pengen pulang dan istirahat aja. Karena banyak yang kukerjakan," elak Devano. Rayyan hanya menganggukkan kepala tanda mengiyakan perkataan Devano. "Jadi pengen ketemu cewek itu, baru pertama kali dengar ada yang gak mau dekat sama kamu," lontar Rayyan. Pria tersebut langsung menatap tajam sang dokter, membuat lelaki itu terkekeh. "Lihat tatapanmu itu, membuat aku semakin pengen ketemu." Mata Devano memutar dan ia langsung mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Lalu m
Kania meremas pakaian yang ia pakai, wanita itu kini masih berada di dalam kamar Devano merasa cemas dan tertekan. Dua hari sudah berlalu, kini dia harus mulai melakukan apa yang dijanjikan. Seseorang menekan tombol di samping pintu, lalu segera bersuara memanggil sang empu. "Kania, Tuan Devano sudah menunggu! Cepat keluar, kalau enggak kami bakal celaka gara-gara ulahmu," lontar perempuan itu.Mendengar perkataan bawahan Devano, wanita itu segera bangkit dari duduk. Sebenernya memang ia sudah rapi beberapa menit lalu, memandang pakaian yang diperintahkan pakai oleh sang majikan. Kania lekas mendorong pintu dan terlihat seorang perempuan menunggu."Apa yang kamu lakuin! Kenapa lama banget, apa kamu gak tau kesalahanmu itu bisa bahayain kami," dumel perempuan tersebut.Alex yang diperintah Devano untuk ikut menjemput Kania, lelaki itu memandang dua perempuan tersebut. "Baguslah, moga kalau kaya gini dia gak bakal berulah karena banyak yang memperingati," gumam lelaki itu. Lelaki itu
Devano melangkah pergi selesai melakukan apa yang diinginkan, meninggalkan Kania yang terdiam. Wanita itu meremas seprai dengan penuh kecemasan dan rasa sedih. Menangis menggambarkan keputusasaan perempuan tersebut. Sedangkan pria pemilik kediaman ini, senyuman kepuasan terukir di bibir, berjalan sangat mantap. Sesampai di ruang makan, lelaki ini lekas meneguk air hingga tandas. Seperti orang yang sangat kehausan. "Tuan... Makanannya biar kami hangatkan kembali," lontar beberapa pembantu. Beberapa dari mereka menggerakan tangan yang terburu-buru hendak mengambil hidangan, tetapi segera di tatap tajam Devano. Membuat gerakan semua terhenti, melihat reaksi sang majikan. Mereka segera menjatuhkan diri, lutut menyentuh lantai sekaligus dan menundukkan kepala. "Cepat, sendokan makanan! Kalau kataku gak perlu ya gak perlu! Saya butuh asupan makanan ini, gak bisa ditunda lagi," omel pria tersebut dengan gerakan tangan yang tegas dan marah."Kenapa kalian malah diam! Apa harus aku sendiri
Jantung Kania berdetak lebih cepat mendengar perkataan sang majikan, matanya sampai membulat seperti hendak keluar dari kelopak. Ia bergegas keluar dari kamar dengan berlari kencang pergi ke ruang kerja Devano, sedangkan lelaki tersebut menyeringai melihat reaksi gadis itu. "Kira-kira seru gak ya," gumam pria tersebut. Setelah bergumam lelaki itu memilih mengikuti langkah sang wanita dengan santai. Lalu saat mendekati ruangan kerja, jeritan terdengar. Sedangkan Kania sudah berusaha memohon para orang yang menghukum untuk menghentikan siksaan. "Udah, tolong ... Berhenti! Aku udah ada di sini." Wanita itu memegangi kaki yang memukul para pelayan, membuat pria tengah melaksanakan tugas sedikit kesulitan karena tak ingin melukai Kania. "Kania, tolong ... Jangan sulitkan kami, kamu harusnya minta ke Tuan Devano, dia yang memutuskan, " lontar lelaki itu. Mendengar itu Kania masih terus memohon, sedangkan yang dihukum menangis kesakitan. Mereka juga tidak bisa lari karena akan lebih me
Kania langsung memalingkan wajah mendengar perkataan Devano. Sedangkan pria tersebut hanya menyeringai lalu lekas bangkit, dia melangkah menuju meja kerja dan mengambil berkas. "Tangkaplah! Baca baik-baik aturan yang dibuat, jangan lupa patuhi juga," lontar Devano. Selesai berkata demikian, Devano segera melempar ke arah Kania. Wanita tersebut spontan hendak menangkap benda itu, tetapi tidak dapat. Pemilik kediaman ini hanya menggelengkan kepala dan memilih duduk di kursi mulai berkerja. "Jangan sampai ada aturan yang terlewat!" Devano berkata dengan nada menekan, mendengar hal tersebut Kania mendengkus. Ia segera mengambil berkas yang jatuh ke lantai lalu lekas memandang benda yang berada di tangannya. "Tuan, yang bener aja!" pekik Kania.Lelaki itu hanya melirik sekilas lalu fokus mengerjakan pekerjaannya lagi. "Semuanya bener kok," balas Devano santai. Mendengar jawaban lelaki itu, Kania segera bangkit lalu perlahan mendekati pria tersebut. "Nomor ini gak bener lho, aku ga