Embusan angin hangat yang menerpa keningnya membangunkan Leanna dari tidurnya. Hal pertama yang dilihatnya ketika membuka mata langsung membuat jantungnya nyaris melompat dari rongganya. Leanna memejamkan kembali matanya kuat-kuat berusaha mengingat apa yang telah terjadi semalam hingga mereka dalam keadaan seperti sekarang. Tidur berdua saling berhimpitan di sofa panjang ruang tamu apartemen Reynald. Iya, berdua di sofa sempit itu. Salah satu tangan Reynald melingkar di pinggang Leanna sedangkan tangan yang satunya lagi dijadikan bantalan.Leanna mematung tidak berani bergerak sedikit pun. Berusaha menenangkan jantungnya agar tak berdetak semakin kencang . Namun sepertinya suara detak jantungnya sangat berisik, hingga membuat pria di hadapannya terbangun dan mulai bergerak pelan.“Ah … kamu sudah bangun.” Pria itu membuka matanya tanpa rasa canggung sedikit pun dan membuat Leanna semakin salah tingkah. Jarak wajah keduanya yang hanya sesenti membuat Leanna nyaris menahan napasnya.“D
“DOR!” Sebuah tepukan diiringi teriakan nyaring membuyarkan lamunan Leanna. “Kamu kenapa pagi-pagi kok melamun di sini?” tanya Arvian dengan senyum cerianya saat melihat Leanna baru memasuki lobi gedung.“Suaminya selingkuh kali! Tuh, lihat wajahnya merengut begitu,” sahut Alvaro asal.“Sembarangan! Suami aku bukan tipe yang seperti itu tahu!” sungut Leanna jengkel.“Bercanda, Leanna,” kata Alvaro santai sambil merangkul Leanna dan menyeretnya menuju lift.“Hei, Alva! Kenapa kamu sembarangan merangkul Leanna? Lepas! Cuma aku yang boleh merangkul dia seperti itu!” teriak Arvian sambil mengejar keduanya sampai ke dalam lift.“Jangan pelit dong, Vian! Aku juga suka tipe wanita seperti Leanna. Lucu!”Arvian dengan cepat menjitak kepala Alvaro sambil menarik lengan Leanna menjauh dari sepupunya itu. “Cari saja di tempat lain, jangan Leanna. Tidak cocok sama kamu yang playboy!” sungut Arvian jengkel.“Memangnya kamu cocok sama dia? Buktinya dia nikah sama orang lain, bukan sama kamu!” Kata-
Sejak semalam sikap Reynald membuat Leanna heran sekaligus bingung. Bahkan semenjak bangun tidur pria itu sudah menginterogasi Leanna tentang jam kerjanya. Pria itu bahkan nyaris menelepon Nico agar menghubungi pimpinan Leanna di stasiun TV VO-Channel untuk meminta pengurangan jam kerja untuk istrinya kalau saja wanita itu tidak memohon dan berjanji tidak akan bekerja hingga larut malam.“Telepon saya kalau kamu sudah selesai bekerja. Saya sendiri yang akan menjemput kamu nanti,” kata Reynald saat pria itu tiba di dapur minimalis apartemennya dan duduk di meja minibar yang berfungsi sebagai meja makan.“Iya, Dok. Dokter sudah bilang begitu dari semalam,” jawab Leanna di sela-sela kegiatan memasaknya.Pria itu hanya mengangguk pelan sambil menyesap kopi hitam kesukaannya. Sesekali memperhatikan Leanna yang sedang memasak. Seragam TV VO-Channel yang dikenakan Leanna justru membuat pesonanya sendiri. Rambut yang dicepol asal itu terlihat kontras dengan wajah oval Leanna dan berhasil menc
Sepanjang perjalanan pulang, Leanna hanya diam membisu. Beberapa kali Reynald mengucapkan permintaan maaf sambil terus membujuk Leanna yang sedang merajuk. Bahkan saat mereka sampai di apartemen pun, Leanna masih merengut kesal tanpa menanggapi satu pun permintaan maaf Reynald. Wanita itu dengan cueknya berjalan mendahului Reynald masuk ke dalam kamar mereka.“Kamu masih marah sama saya?” tanya Reynald berusaha menyejajari langkah Leanna sambil menatapnya.“Saya kan tidak sengaja. Tiba-tiba saja tim saya buat acara penyambutan rekan baru untuk Rysha. Tidak mungkin saya tidak ikut. Apalagi ada beberapa senior.”Leanna hanya mendesah pelan. Mendengar alasan yang diucapkan Reynald, entah kenapa membuat Leanna semakin kesal dengan pria itu.“Maaf, ya. Lain kali saya tidak akan membuatmu menunggu lagi.” Reynald masih berusaha membujuk Leanna yang masih bungkam. “Leanna ….”Melihat wanita di hadapannya masih diam membisu, Reynald menarik lengan Leanna dan membuat wanita itu berdiri menghada
Leanna menghentikan langkahnya ketika tatapannya beradu dengan tatapan Reynald yang kini sedang berdiri di depan pintu restoran dengan salah satu tangan berada di dalam saku celana. Wajah pria itu terlihat dingin dan rahangnya mengeras tanda pria itu sedang marah. Matanya menatap tajam pada pria yang berdiri di sebelah Leanna.“Leanna, ayo pulang!” perintah Reynald dengan nada dingin yang mungkin bisa membekukan satu kota. Pria itu segera menarik lengan Leanna menuju parkiran. Leanna hanya bisa melambaikan tangannya pelan pada Arvian dan Nindy karena Reynald menariknya dengan cepat.Pria sedingin es di samping Leanna itu tidak bersuara sedikit pun, membuat suasana mobil sedingin freezer lemari pendingin. Leanna nyaris bergidik saat melihat raut wajah Reynald sewaktu menariknya pergi dari hotel barusan. Pria itu mengetatkan rahangnya menahan emosi yang entah apa itu.Leanna juga sempat melihat tatapan khawatir Arvian begitu Reynald menariknya pergi. Bahkan sekarang Leanna hanya berani
Leanna terbangun dalam dekapan yang membuatnya nyaman dan tidur nyenyak semalam. Lengan Reynald masih melingkar erat di pinggang Leanna. Tubuh wanita itu bahkan menegang di balik selimut, tetapi begitu teringat apa yang telah terjadi semalam membuatnya berusaha menyembunyikan wajah pada dada bidang pria itu.“Kamu sudah bangun, Leanna?” Reynald mengecup puncak kepala Leanna sambil mengetatkan pelukannya. “Apa punggungmu sakit? Kenapa kaku begini?” Sentuhan pria itu sempat membuat Leanna bergidik. Leanna menggeleng pelan masih dengan menyembunyikan wajahnya.“Kamu kenapa?” tanya pria itu lagi berusaha mengangkat wajah Leanna yang disembunyikan di dadanya.“Aku malu, Dokter!” sahut Leanna pelan“Malu kenapa?”“Dokter jangan lihat aku. Pokoknya aku malu!” Leanna semakin membenamkan wajahnya di dada bidang Reynald.“Loh, kenapa? Kamu kelihatan cantik kalau bangun tidur begini.”Reynald mengangkat wajah Leanna perlahan. Menatapnya sambil tersenyum kemudian mencium bibirnya lembut.“Kalau w
Hanya dalam sekejap saja mobil Reynald dan Ardant berhenti tepat di depan halte bus tempat Leanna menunggu. Reynald menghampiri istrinya yang berusaha menahan panik dan memberi aba-aba agar Laila bisa bernapas teratur. Kemudian menarik wanita itu sedikit menepi agar Rysha dan Ardant bisa segera memeriksa keadaan Laila.Leanna memeluk gadis kecil yang terlihat khawatir menatap keadaan bundanya. Berusaha menenangkan gadis kecil bernama Vanya itu dan meyakinkan kalau sang bunda akan baik-baik saja.“Kita harus segera membawanya ke rumah sakit, Rey! Bisa kamu telepon Dokter Vira untuk stand by? Aku pikir dia akan segera melahirkan,” kata Rysha sambil membantu Laila masuk ke dalam mobil Reynald.Reynald mengangguk. Segera menelepon rekan sejawatnya yang dimaksud sambil masuk ke dalam mobil dan segera melajukannya ke rumah sakit.“Bertahanlah sedikit lagi. Mereka sudah siap di depan pintu IGD!” kata Reynald saat melihat Leanna dan Rysha membantu Laila bergantian melalui kaca spion.Sesekali
Semenjak tinggal di rumah Kakek, Reynald sering kali menghabiskan waktu di ruang kerja sang kakek untuk membantunya menyelesaikan beberapa masalah bisnis mereka. Tidak jarang Reynald membawa beberapa berkas pekerjaan Kakek ke kamar dan mempelajarinya hingga larut malam.“Dokter, mau kubuatkan kopi?” tanya Leanna begitu pria itu masuk ke dalam kamar dengan membawa setumpuk berkas yang harus diperiksanya.Pria itu hanya menjawab dengan sebuah senyuman dan anggukan pelan.“Kalau begitu, aku buatkan dulu. Tunggu sebentar, ya.”“Leanna ….”“Ya.”Reynald menarik lengan Leanna pelan kemudian mengecup bibir wanita itu sekilas sambil tersenyum. “Maaf kalau belakangan ini aku sibuk sekali.” Reynald menatap lembut Leanna seakan merasa bersalah.“Tidak apa-apa. Aku mengerti, kok.” Leanna hanya tersenyum simpul kemudian kembali melangkah menuju dapur untuk membuat secangkir kopi kesukaan suaminya itu.Walaupun Leanna tidak tahu segala macam hal tentang bisnis, tetapi sepertinya ada hal serius yang