Reynald tidak sedikit pun melepaskan genggaman tangannya di tangan Leanna. Bahkan ketika Dokter Vira melakukan pemeriksaan USG, pria itu terlihat begitu antusias melihat gumpalan yang mulai tumbuh membesar di perut Leanna. Kedua dokter itu mengobrol dengan banyak istilah medis yang tidak Leanna pahan. Namun Leanna tahu kalau dia dan bayinya akan baik-baik saja. Hal itu jelas terlihat dari raut wajah Reynald yang ceria saat menatap layar monitor USG.Reynald memang terkenal sebagai dokter yang teliti, tetapi Leanna baru tahu dan baru melihatnya semenjak wanita itu hamil. Semua makanan dan minuman, kadar gizi dan vitamin, semua Reynald hitung berul-betul agar Leanna dan bayinya tidak kekurangan sedikitpun. Seperti saat ini, hasil pemeriksaan bersama Dokter Vira pun betul-betul diperiksanya dengan teliti bahkan pria itu suah menyiapkan solusi untuk berbagai kemungkinan yang ada dalam proses kehamilan dan kelahiran. Seserius itu Reynald menanggapi kehamilan calon anak pertamanya ini. Hin
Sejak insiden terakhir kali bertemu Safira di rumah sakit, semenjak itu pula Leanna sering melihat aktris cantik itu berada di rumah sakit. Seperti kali ini, saat Leanna baru selesai memeriksa kandungannya, wanita itu melihat Safira sedang berdiri di dekat meja perawat sambil menelepon.“Hei, Rey!” panggil Safira saat melihat Reynald berjalan ke arahnya bersama dengan Leanna. “Apa kamu melihat Steven?”Reynald mengerenyitkan keningnya. “Ternyata hubungan kalian benar-benar berjalan lancar, ya?”“Tidak usah meledekku! Aku mau terapi, tapi dia tak menjawab teleponku.”“Terapi atau kencan?” ledek Reynald lagi dan kali ini Safira langgung menampilkan tatapan tajam khas singa betina miliknya.“Terapi ya … TERAPI!”“Oke-oke, tidak perlu segalak itu, kan?” balas Reynald sambil menahan tawanya. “Memangnya sudah buat janji? Dokter Steven lumayan favorit loh di sini.”“Justru dia yang sudah membuatkan jadwalnya. Apa kamu tahu di mana dia sekarang? Aku sudah tanya mereka, tetapi tidak ada yang t
"Sudah saya bilang kan, kalau saya ada rapat dengan kepala rumah sakit?" Reynald mencoba memberikan penjelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi. "Iya, tapi kenapa rapatnya di hotel?""Kepala rumah sakit mengundang Profesor yang pernah mengajari kami waktu kuliah. Jadi kami semua berkumpul di sini.""Terus kenapa juga Mas berangkat satu mobil dengan Dokter Rysha?""Supaya lebih praktis saja. Setelah rapat nanti kami kembali lagi ke rumah sakit.""Kenapa dia tidak ikut mobil Dokter Steven saja?""Di mobil Dokter Steven sudah ada dua dokter lainnya.""Tetap saja." Leanna masih merengut dengan tangan dilipat di depan dadanya. Masih tidak suka mendengar semua alasan yang dilontarkan Reynald."Kamu tidak percaya sama saya?" tanya Reynald sambil menatap Leanna lekat-lekat. "Mana bisa aku percaya begitu saja. Mas tidak ingat apa saja yang sudah Mas lakukan dulu bersama dia?""Saya kan sudah minta maaf untuk hal yang lalu," ucap Reynald sambil menggenggam kedua tangan Leanna berusaha memb
"Apa yang sedang kalian lakukan?" Suara Reynald terdengar bersamaan dengan gumaman pelan yang keluar dari mulut Safira. Kedua wanita itu tak berkutik. Seperti tertangkap basah sudah melakukan hal buruk. Di samping Reynald, Steven pun terlihat memasang raut wajah yang menyeramkan. Baru kali ini Safira melihat pria penyabar itu terlihat sebegitu kesalnya. "Ah, ini. Mereka para penggemarku. Mereka adalah pilot yang sedang seminar di atas." Ucapan penjelasan dari Safira justru terdengar seperti alasan belaka. Tanpa membalas dengan kata-kata, Reynald segera duduk di samping Leanna begitu pun dengan Steven yang langsung duduk di sebelah Safira. Seperti sedang menunjukkan teritorinya pada lawan yang hendak merebut wilayahnya. "Aku kan sudah bilang tunggu aku baik-baik di restoran. Terus kenapa bisa ada mereka? Kamu tidak ingin mengenalkan kami?" ucap Steven terdengar ramah, tetapi terkesan menusuk hingga membuat Safira nyaris menahan napas karena grogi. "Ah, ini kapten Rigel dan yang i
Ponsel Reynald berdering begitu mereka berada di dalam mobil yang akan membawa mereka pulang. Seperti biasa tepat di jam 9 malam, Nico selalu memberikan laporannya terkait masalah di perusahaan Savero Group. Masih masalah yang sama, yaitu menentukan penerus yang bisa memimpin Savero Group menjadi lebih baik lagi. Reynald mengaktifkan penyuara telinganya dan mulai mendengarkan semua laporan Nico. Kalau sudah begini, pria itu akan terlihat serius dengan beberapa kerutan di keningnya. "Baiklah, Nic. Saya mengerti," ucap Reynald sebelum mengakhiri sesi teleponnya. "Ada apa?" tanya Leanna yang merasa khawatir karena wajah suaminya sejak tadi terlihat muram. "Biasa. Tuan Darwin mau Kakek menentukan penerusnya. Menurut Nico, Beliau sudah bersiap untuk mengambil alih saham yang tersisa.""Lalu, kita harus bagaimana?" tanya Leanna sambil menatap Reynald. "Menurut Nico, kalau saya tidak mengambil posisi penerus itu, bisa jadi kepemilikan saham Savero Group akan beralih semua ke Tuan Darwin
Sudah beberapa hari ini Reynald tidak pulang ke rumah. Selesai dengan pekerjaannya di rumah sakit, pria itu langsung menuju kantor pusat Savero Group untuk membantu kakeknya menyelesaikan masalah yang ada di perusahaannya. Pria itu terpaksa menginap di kantor karena banyak berkas yang harus diperiksanya satu per satu. Baru hari ini dia bisa pulang, itu pun tengah malam dan dengan kondisi sangat kelelahan.“Mas sudah makan?” tanya Leanna saat melihat kondisi suaminya yang jauh dari kata sehat. Wajah terlihat lesu dengan mata mengantuk.“Tidak usah. Saya mau tidur saja sebentar. Jangan lupa bangunkan saya jam 5 pagi ya, Leanna.”“Memangnya Mas mau ke mana?” tanya Leanna heran.“Masih ada berkas data keuangan yang perlu saya periksa sebelum rapat dewan direksi siang nanti.”“Baiklah. Mas istrirahat saja dulu.” Leanna membantu Reynald mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur. Tampaknya pria itu sungguh sudah kehabisan tenaganya. Beberapa kali Reynald menguap lebar menahan kantuk yang sem
Tuan Darwin menatap Kakek Antony dengan tatapan tajam. Kakek Antony pun tidak mau kalah. Kakek Antony menatap sahabatnya itu dengan tatapan menyelisik.“Apa maksudmu, Tony? Aku hanya melakukan semua ini demi kemajuan Savero Grup,” kata Tuan Darwin dengan raut wajah tenang seakan merasa tidak bersalah sedikit pun.“Tidak pelu mengelak. Aku tahu apa yang kamu lakukan pada cucuku ini!” kata Kakek Antony sambil melirik Reynald yang duduk di sampingnya.“Apa maksudmu?” ucap Tuan Darwin masih dengan tenangnya.“Tentang Rysha, akan kubicarakan masalah itu nanti. Jadi tolong jangan pernah membawa tujuan pribadimu dalam rapat ini!” balas Kakek Antony dengan nada tegas. Tidak akan dia biarkan masalah politik dalam perusahaan menghancurkan kehidupan cucu-cucunya.Kemudian seketika saja wajah Tuan Darwin memerah seakan menahan marah. Begitu pula anggota dewan direksi yang mendukungnya nyaris tidak berkutik mengajukan argumen mereka. Untuk sesaat suasana ruang rapat hening. Kakek Antony memandang
Suasana ruang kantor Kakek Antony mendadak sedingin lemari es. Reynald duduk menghadap Fiona dan Kennard yang duduk bersebelahan di sofa panjang. Pria itu menatap Kennard dengan tatapan menyelisik. Beberapa kali Leanna harus menyenggol lengan suaminya agar mengondisikan raut wajah galaknya. Namun sayangnya usaha Leanna tidak berhasil. Reynald masih menatap Kennard dengan tatapan tidak suka.“Sejak kapan kalian berhubungan?” tanya Reynald ketus.“Tidak usah galak-galak, Kak! Kamu terlalu sibuk mengurus bumil satu itu sampai tidak memperhatikan kehidupan adik semata wayangmu ini,” balas Fiona tak kalah ketus.“Tapi seharusnya kamu memberi tahu kami, kan?” kata Reynald tak mau kalah.“Aku tidak sempat. Pekerjaanku di Queen’s sedang padat-padatnya. Lagipula waktu itu juga Kakak sibuk membantu Kakek, kan?” balas Fiona lagi.“Sudah … sudah!” Kakek Antony mulai menengahi pertikaian kedua cucunya. “Aku hanya akan mengajukan satu pertanyaan pada Kennard.” Kali ini Kakek Antony menghadap Kennar