Senna mengangguk “Hai Kek, namaku Senna Casia Charlisle. Mendengarmu memanggil Xue Tian, mungkin aku bisa mengenalkan diriku yang lain. Ran Xieya.” Kakek itu bangkit berdiri “Masuklah, tak perlu terburu-buru.”Ucapnya mengajak dua sejoli itu untuk masuk kedalam kediaman tradisional ini. Xuanze Rhein Qita membakar tumbuhan kering yang ia masukkan kedalam sebuah wadah, sehingga menghasilkan aroma wangi yang menenangkan. Pemuda itu juga membantu menuangkan teh dari teko ke cangkir kecil kakeknya. Kemudian menuangkannya kembali ke cangkir Senna. Kakek ramah itu tertawa pelan “Bagaimana cucuku? Apa dia menyulitkanmu Tuan Puteri?”Goda kakek tua itu padanya. Senna menggeleng pelan “Dia melindungiku dengan baik, merawatku sedang sakit dan memasak dengan baik pula. Calon isteri yang baik bukan?”Senna meledek Xuanze Rhein Qita. Pemuda itu hanya menatap dengan raut datar seraya menduduki dirinya disebalah Senna. “Tak sopan jika tidak mengenalkan diri pria tua ini pada tuan puteri yang legend
Sinar mentari pagi menyapu kulitnya dengan hangat, Seorang gadis menikmati cuaca bagus hari ini dengan duduk di sebuah bangku taman Universitas. Senyumanya merekah dengan manis, dikala surai pendek legamnya diguyur oleh angin dengan lembut. Sejam yang lalu gadis berperawakan kecil ini mencapai seperempat pencapaiannya. Ditangannya menggengam sebuah map berisi lembaran-lembaran penelitiannya.“Bagus ... bagus ... diterima atas dasar diperbaiki ... hari yang bagus," ucap Senna dengan kedua kelopak mata tertutup menikmati panas mentari diwajahnya.Saat sedang nyaman bersantai, suara riuh dari sekelompok mahasiswa lain turut mendekat dipendengarannya. “Senna Jie! Congrats!” teriak sorak-sorak yang riang. Senna mengangguk dengan senyum merekah manisnya. "Terima kasih," ucap Senna sembari mengulumsenyuman.“Lihatlah dirimu, hari ini hari bahagiamu Jie-jie, berbahagialah, teman-temanmu merayakan kebahagiannya juga. Kenapa kau hanya berjemur di halaman Universitas?" tanya dari suara Gadis it
"Apa tak lelah?” tanya Xuanze Rhein Qita. “Tidak akan," jawab Senna.Senna meraih ujung jas hitam milik pemuda itu. “Sebenarnya, aku juga ingin memastikan sesuatu. Ayo, ki-kita langsung saja," ujar Senna dengan semu kemerahan dipipinya. Sejujurnya, ia sedikit malu ketika bertemu lagi dengan pemuda ini.“Hn. Ayo," sahut Xuanze Rhein Qita. kemudian diraihnya pergelangan tangan Senna.Pemuda itu hanya diam sambil menyetir buggati metalik miliknya, tampang serius pemuda beriris biru ini tampak berbeda. Sikapnya yang tenang bahkan tampak elegan hanya menyetir, Xuanze Rhein Qita memang Pria yang serba bisa dan anggun dalam setiap tindakannya. Semua itu sama di Shizu Ran dan di dunia modern. Sama halnya dengan Senna, dia pun turut diam di bangku penumpang tepat disebelah pemuda itu seraya meremat stick giok yang sudah lama ia pegang sembari melirik sosok Xuanze Rhein Qita. “Uhm ... Xue Tian.” Senna berucap sembari memandangi tangan Pemuda itu yang meremat kemudi dengan keras. Raut waj
“Hn. Cantik. Xieya, Senna selalu cantik.”Ran Xieya memengangi pipinya yang memanas. “Uhm ... Terima kasih,"sahut Ran Xieya yang sebenarnya dia hanya ingin memastikan, jika Han Xue Tian menganggap dirinya.“Kalian, tampaknya baru dari perjalanan yang jauh. Selamat datang kembali, Tuan Puteri," ucap Han Suiren Hua. Pemuda berwibawa itu hanya tersenyum-senyum melihat duo sejoli ini, bahkan sejak tadi pula mendengarkan percakapan keduanya.Ran Xieya lantas memberi hormat, dia baru menyadari keberadaan pria terhormat ini. "Oh, iya, hehe, terimakasih Pemimpin Han.” Ran Xieya mengangguk gugup.“Anggap He Hua seperti Shizu Ran, walaupun ini bukan istana lebih seperti ke diaman para murid Han.”“Tentu, He Hua begitu dingin. Sangat nyaman," pujinya. Ran Xieya tersenyum kala melihat beberapa baris anak remaja yang tampak sedang berlatih ilmu bela diri. Kini iris magenta Ran Xieya beralih menoleh ke arah Pemuda biru itu. “Han Xue Tian, pernah kukatakan ingin berkunjung kemari untuk menjadi murid
Setelah senja citrus berlalu, Ran Xieya tampak merebahkan diri dengan tenang di dalam sebuah ruangan bambu ke diaman utama He Hua. Kamarnya ini terletak lumayan jauh dari kediaman Han Xue Tian. Sejak lima jam yang lalu Han Xue Tian menghantarnya, Gadis berrambut legam ini hanya berbaring malas-malasan didalam kediaman ini.Dia tak sesungguhnya bermalas-malas, padahal sengaja tetap terjaga hanya pura-pura merebahkan diri karena dia sudah sadar tengah diawasi oleh seseorang. Bahkan sejak tadi, dia berkomunikasi dengan gurunya melalui telepati.“Apa He Hua memang sengaja memata-mataiku?” tanya Ran Xieya dari telepatinya. “Pikirkan saja Gadis bodoh, senang merepotkan gurumu. Aku tengah meneguk minuman bagus mereka.”“Maafkan aku Guru Ra, apakah Ran Xieya ini menganggumu?” tanya Ran Xieya.Terdengar suara decihan dari luar pintu. “Keluar murid bodoh.” Ra Byusha berucap sembari menggedor pintu. Ia yang tiba dengan sebotol minuman beraroma khasnya itu seraya membanting pintu bambu kamar Ran
Ran Xieya bangun dikeesokan harinya. Kedua kelopak matanya terbuka saat hari sudah mulai senja. Dia terperanjat setelah melihat keseluruh ruangannya, Ran Xieya mengingat jika ini kamar yang digunakannya selama di He Hua. Dia pun menghela nafas sembari berbaring kembali. “Tubuh Ran Xieya ini kumat lagi, kenapa tubuhmu sungguh lemah menahan energi spritual?” Keluhnya sembari meletakkan punggung tangannya kedahinya sendiri. Dia menatap langit-langit kamar. Bibir ranumnya mengatup dengan rapat. Tak lama Ran Xieya beranjak berdiri dari ranjang kasurnya. “Baise ... pasti sudah menghantarku kemari," ucap Ran Xieya sembari mengganti jubah dalam dengan yang baru serta jubah baru lainnya yang sudah disediakan diatas nakas meja. Rambut hitam legamnya sudah diikat oleh pita hitam, tanpa riasan tanpa perhiasan. Ran Xieya tetap seperti dulunya saat tiba di Shizu Ran, bedanya surai hitamnya tak ikut memanjang. Sama pendeknya dengan tampilan didunianya. Ran Xieya menghela napas, dia meraih stick
Ran Xieya yang masih berada digendongan Han Xue Tian menguap kecil “Engh...”Ia pun mengeratkan pegangan kedua tangannya pada leher Han Xue Tian, bahkan kini wajahnya sudah telungkup dalam ceruk leher Han Xue Tian itu.Kedua kelopak mata Ran Xieya terpejam, tampaknya ia nyaris tertidur.Kemudian, kilatan pedang lain terbang dengan cepat dengan hampir mengenai Ran Xieya..Srayyysshhhh..Pedang biru Han Xue Tian dengan cepat pula menangkis pedang lain itu, sepasang iris biru Han Xue Tian menatap dengan datar. Ia masih menggendong Ran Xieya dipunggungnya dengan mudah menahannya hanya dengan lengan kiri nan kekar itu.“Gege! Apa yang kau lakukan?! Memalukan!”Itu Han Fei Yi, bahkan serangan itu ulahnya pula.Han Xue Tian hanya diam dengan tenang, Ran Xieya sendiri sudah mendengkur dengan halus.“Dia itu hanya gadis gila yang akan mengancam He Hua! Gadis monster!”Pekik Han Fei Yi.Han Xue Tian tetap diam dengan tenang. Tak mengubris Han Fei Yi sama sekali.“Adik Fei... Kenapa gaduh?”Han S
“Kalian bertiga, sungguh berisik.” Tertegunlah ketiga bersaudara Han itu, Ran Xieya yang mereka kenal mendadak berubah. “Xieya...”Panggil Han Xue Tian. Ran Xieya memengangi dahinya “Tch. Aku tahu kau, diamlah. Aku kenal kalian semua, hanya jangan ikut campur dengan urusanku.”Ucap Ran Xieya sambil membuka pita yang mengikat surai pendeknya. Gadis itu menyibakkan surai hitam legamnya “Pinjami aku kuda kalian, atau kalian lebih senang melihatku mencurinya?”Ucap Ran Xieya kali ini sambil memainkan ujung gagang pedang Sen Ya miliknya. “Kau gadis kecil. Rasa dengkimu itu menjijikkan.”Ucap Ran Xieya seraya menunjuk Han Fei Yi dengan ujung pedangnya. “Kau—“ “Ya ya aku? Aku memang menyukai kakak keduamu itu. Saudara angkat bukan? Ya sama saja. Oh mungkin karena hal itu yang membuatmu tak masalah karena bukan saudara kandung, baiklah”Ran Xieya mengangguk “Tapi tak akan kuberikan Han Xue Tian itu padamu atau wanita manapun.”Ucapnya lagi diakhiri seringai yang licik. Telinga Han Xue Tian