“Oh ya ... Ra Byusha! Kukira kepalamu sudah terpisah dari tubuhmu.” Ran Xieya berucap ketus.Ra Byusha justru tersenyum hangat. “Benar, aku sendiri bahkan menggunakan tipuan kotor untuk menghindarimu," sahut Ra Byusha. Dia sudah tahu Ran Xieya berubah karena An Tian sedang merasukinya. Lian Xia Tian mengibas kipasnya. “Maka dari itu, kau membosankan Ra Byusha. Manusia yang menyia-nyiakan kekuatan untuk selalu lari dari masalah, apa hidup damaimu itu sudah usai? sampai mau mengangkat murid tak berguna ini?” ucap Lian Xia Tian melirik Ran Xieya sembari menutup sebagian wajahnya yang sedang tersenyum miring itu.“Benar, Tuan Iblis ini benar sekali," sahut Ran Xieya mengangguk.“Kalau begitu, aku permisi Xieya ... Kau gadis yang menarik," ucap Lian Xian Tian yang berangsur-angsur menghilang itu. Brukkk “Xieya!" Tubuh Ran Xieya itu dipegang oleh Han Xue Tian. “Maaf, aku hanya kelelahan," ucap Ran Xieya masih sempat terkekeh kecil karena melihat raut cemas Han Xue Tian itu. Pemuda beri
“Dengar!” teriak Ran Xieya lantang. Ia pun membuka pedangnya. “Namaku Ran Xieya, masih hidup dan sehat sampai saat ini. Putri kedua Ran, pewaris sah Shizu Ran. Sekarang mundur atau mati?” ancam Ran Xieya tak main-main. Dia menggengam Sen Ya dengan kokoh, siap menebas siapa pun yang akan menghadangnya.Namun tak lama Kedua mata magenta Ran Xieya bulat bergetar. Kala melihat, tubuh Ran Rinyou babak belur dan lemah. Tubuh itu malah dihadapkan pada Ran Xieya sebagai sandera.“Rin ...you ...," Bibir Ran Xieya bergetar. Dia mengepalkan kedua tangannya, Sang Kakak yang terikat tak berdaya dengan sengaja diperlihatkan oleh Ran Xieya sebagai ancamannya.Han Xue Tian langsung menarik pergelangan tangan Ran Xieya. “Kumohon, jangan gegabah," ucap Han Xue Tian.Ran Xieya menatap dengan merasa bersalah dengan tuan muda kedua Han ini, dia pun mengangguk dengan pelan. "Baiklah," sahut Ran Xieya.Pria itu tertawa melihat Ran Xieya. “Bagaimana? Ingin melihat Ran Rinyou ini mati?”“Dia keponakanmu juga
“A-Zhen! pergi dari sini!” Ran Xieya berusaha bangkit berdiri dengan meremat erat gagang Sen Ya. “Pergi!” teriak Ran Xieya lagi pada gadis itu. "Tidak Bibi!" Ran Hua Zhen menggeleng, dia malah memanah pria itu walaupun tak berefek apa-apa padanya. “Eh ... Ada tikus kecil lainnya.” Ran Xieya, berusaha tetap bangkit. Dia harus bertarung, jika tidak Ran Hua Zhen akan habis ditangan pria gila berbaju zirah itu. “Kekuatannya tidak main-main.” Ran Xieya berucap sambil meringis kecil. Dia pun kembali bergerak. Satu ayunan pedangnya mengenai lipatan paha dan siku, karena pakaian zirah itu tak membalut bagian tersebut. Ran Xieya kembali melesatkan serangannya bertubi-tubi hingga luka-luka itu berhasil membuat pria berbaju zirah itu bertekuk lutut. “Ambisimu tak salah, hanya saja sasaranmu salah, namun kakakku dan keluarga kami tidak berhak menanggung nafsu kekuasaanmu," ucap Ran Xieya sambil bersiap dengan meluruskan pedang Sen Ya nya yang mengkilap berwarna magenta. Seiras dengan kedua
“Kau mengasihi orang yang akan mati. Menjijikkan.”Han Xue Tian duduk disebelah Ran Xieya, dia meletakkan lilin itu didepan mereka. Pemuda berraut datar itu menoleh ke arah Ran Xieya.Ran Xieya mengangguk sambil memengang tangan lebar Han Xue Tian. “Dugaanku benar, sebagai orang yang terkenal dengan kekuatannya. Kau tak mungkin mengalah dengan seranganku begitu mudahnya.”"Kau sengaja melakukannya!" bentak Xiaoying.Dalam keheningan yang membelenggu, ada jeda keheningan antara keduanya. Ran Xieya engga berucap namun hanya diam dengan pikiran berkecamuknya sendiri. Cahaya remang-remang dari obor langit-langit yang redup menyinari. Kedua mata Ran Xieya bercahaya magenta yang berkilau menatap Xiaoying.Xiaoying, di sudut sel sempit, dia duduk bersandar di dinding yang rapuh. Matanya yang pernah penuh ambisi kini terlihat redup, seolah kehidupannya telah dicabut dan dihunjamkan di balik jeruji besi. Kemudian ia menoleh mendapati sepasang iris mata bercahaya magenta tengah menatapnya, Pria
"Xieya, menangislah, tidak mengapa," ucap Han Xue Tian lembut. Ran Xieya mengangguk kemudian beralih menanggahkan pandangannya untuk menatap Han Xue Tian. "Aku mau pergi ke suatu tempat yang bisa membuatku tenang," ucap Ran Xieya. Bagi Han Xue Tian, itu seperti sebuah perintah baginya. "Baiklah," sahut Han Xue Tian mengangguk kemudian Pria Bermata Biru itu menggendong Ran Xieya seperti pegantinnya. "Kita pergi ke danau teratai." Han Xue Tian berucap sembari menggendong Ran Xieya dengan mudah. Kedua tangan Ran Xieya melingkari leher jenjang Han Xue Tian. "Hm," gumam Ran Xieya mengangguk. Wajahnya bersembunyi di dada bidang Han Xue Tian, membiarkan Pemuda itu membawanya keluar dari Istana kemudian melesat cepat menuju ke sebuah tempat. Di tepi danau yang tenang, matahari senja perlahan tenggelam di balik perbukitan, menyisakan warna jingga dan merah yang menghiasi langit. Angin sepoi-sepoi menyapu lembut rambut Ran Xieya yang tergerai, masih tercipta suasana hening antara keduanya
"Xieya, kenapa?" tanya Han Xue Tian cemas.Ran Xieya menggeleng. "Tidak apa, aku baik-baik saja," jawab Ran Xieya dusta. Energi dari An Tian dalam jiwanya bergetar hendak keluar namun Ran Xieya menahan diri karena Ran Rinyou yang terluka itu sedang dalam ambang bahaya."Ayo, kita harus segera bergegas," ucap Ran Xieya dengan was-was.Racun itu, yang dulunya hanya sebatas legenda, tapi tampaknya kini mulai memengaruhi Ran Rinyou dan merusak sistem kekebalannya. Semua tabib dan dukun kerajaan sudah dikerahkan dengan segala cara untuk menyelamatkannya, tetapi racun tersebut begitu kuat sehingga sulit untuk diatasi. "Bagaimana ini bisa terjadi pada kakakku?" tanya Ran Xieya dengan nada meninggi.Dia murka, sebagai pewaris kedua setelah Putra Mahkota. Ran Xieya tak menerima takhta karena kematian kakaknya. Seluruh tetua di aula istana tak berani menatap Putri reinkarnasi An Tian itu yang tengah murka. "Itu semua karena siksaan oleh Tuan Xiaoying," ucap Penasehat Kerajaan."Bagaimana kau
Pria itu tersenyum kecil menatap Ran Xieya yang telah berkaca-kaca itu. Dia lebih mau menemani saudarinya tumbuh jadi ratu yang teladan. "Xieya dengar, Shizu Ran membutuhkanmu," ucap Ran Rinyou. "Hentikan, kumohon, hentikan ..." Ran Xieya menahan ucapannya saat tangan Ran Rinyou menyentuhnya. "Kematian akan datang menghampiriku," ucap Ran Rinyou tabah. "Titip Jia dan anak kami," ucap Ran Rinyou. Senyum yang dulu menghiasi wajahnya, kini pudar ditelan oleh rasa sakit yang menghantui setiap detiknya. Di dalam hatinya, Ran Rinyou sebenarnya juga merasakan ketakutan yang tak terhingga. Setiap detiknya dihabiskan dalam perang melawan penyakit yang merajalela di tubuhnya. Rasa takut akan kehilangan kendali, kehilangan masa depan, dan kehilangan dirinya sendiri membayangi setiap gerakannya. Terutama takhta yang sudah ada padanya harus segera tiada. "Suamiku, tidak! apa yang menimpamu!" jerit Jhan Jia. Permaisuri saat ini, istri dari Ran Rinyou yang tampak kurus dari sebelumnya, Jhan Jia
Di suatu malam yang gelap pada ruangan berdinding bambu. Ran Xieya duduk di depan meja petak rendah yang dikelilingi oleh gemerlap lilin-lilin yang redup. Wajahnya yang cantik kini dipenuhi dengan ekspresi kekhawatiran yang mendalam. Rambut panjangnya yang hitam seperti malam terurai dengan anggun, tetapi matanya memancarkan kelelahan."Jika aku memaksakan eksekusi, bagaimana jika sebenarnya Ayah bukan pelakunya?" Ran Xieya bergumam sendiri.Dia merasa pusing dan kelelahan, seperti beban dunia diletakkan di pundaknya sendiri. Pilihan yang harus diambilnya tampak begitu sulit, dan tiap keputusan membawa konsekuensi yang besar. "Bagaimana aku bisa menerima takhta dengan keadaan seperti ini?" "Xieya," ucap Han Xue Tian, belakangan merangkap jadi ajudan pribadinya.Ran Xieya menoleh mendapati Pria Rupawan itu tengah membawa nampan berisi teko teh yang masih mengepul, aromanya harum dan nyaman. "Kenapa bersusah payah?" Ran Xieya tersenyum hambar mendapati kekasihnya membawa teh hangat itu