"Kok kamu diam saja, Ga?" tegur Dela mendapati suaminya merenung. "Kayaknya kamu gak setuju dengan usulku?" cecar Dela dengan menyipit.Saga menarik napas perlahan. "Kamu ngusulin saran itu karena memang malas ngerawat aku, ya?" tuduh Saga tanpa basa-basi.Adela melongo. "Apa kamu bilang?""Kalo iya, mending kamu nyari perawat saja dari pada ngusulin Nayra kembali ke rumah ini lagi," suruh Saga tanpa mau balas menatap Adela. Lelaki itu membuang muka ke samping.Mulut Adela kembali ternganga. Wanita itu terpaksa tertatih-tatih memutari ranjang agar bisa menatap mata Saga. "Kenapa kamu sampai punya pikiran seperti itu?" Dia balas menuding."Karena gak ada alasan lain, Dela," sergah Saga dengan tatap nanar. Suaranya cukup terdengar bergetar. Pria itu merasakan perih di hati."Dulu saat masih sehat, aku gak
"BRAKKK!" Nayra terkaget saat Davi membanting pintu kamarnya dengan begitu keras. Hatinya teremas mendengar ancaman saudara satu-satunya di dunia ini. Hatinya dilanda gamang. "Nayra." Nayra berpaling ketika namanya dipanggil oleh Adela. Tatapan kakak madunya tampak begitu memohon. Begitu juga dengan Saga. Apalagi saat menyebut nama Abrina, lelaki itu terlihat sekali merindukan buah sang hati. "Nayra, kamu mau kan tinggal kembali bersama kami?" Adela mengulangi pertanyaannya. Nayra yang masih dilanda dilema tidak juga langsung menjawab. Ketika tatapannya tertuju pada Azriel, pemuda itu balik menatapnya dengan tajam. Tentu saja Nayra paham jika Azriel tidak mungkin menghendaki kepergian dia. "Eum ... maaf Mbak Dela, untuk saat ini aku belum bisa memutuskan," jawab Nayra mencoba tenang, "kalian datang tanpa memberi kabar, lalu tiba-tiba saja menyuruh aku dan Bina untuk pulang. Tentu saja ini mengagetkan Davi. Bagaimana pun juga dia saudaraku. Aku harus berunding dulu dengan dia." "
Adela dan Saga sama-sama terperanjat mendengar perkataan Nayra. Keduanya saling pandang dan tak mampu bicara lagi."Ada yang menyetir kamu, Nayra?" Dela menebak, "apa pemuda itu?""Ziel dan Davi gak pernah nyetir aku," balas Nayra tenang, "mereka cuma mau aku hidup bahagia.""Oke, lalu apa yang bisa membuat kamu hidup bahagia?" tanya Adela sembari melipat kedua tangan di dada.Nayra menatap Dela dan Saga secara bergantian. "Hidup bersama orang yang menyayangiku.""Kami berdua menyayangimu, Nayra." Saga menyahut."Jika benar demikian, tolong buat statusku sah di mata hukum, Mas," pinta Nayra pelan.Dela dan Saga kembali terkesiap. Tentu saja di sini Dela yang lebih tersentak."Nay, ingat gak sih saat aku dan Saga minang kamu?" Dela mencoba mengingatkan,
Nayra sedang merangkai bunga. Hari ini lumayan ada banyak pesanan. Namun, entah kenapa dia tidak begitu bersemangat.Toko bunganya memang sedang berkembang. Sekarang Nayra sudah mampu menggaji tiga karyawan. Namun, dari semenjak pagi hatinya selalu resah. Padahal dia sedang dituntut untuk cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan.Ketika sedang memberi arahan pada karyawannya tentang model rangkaian bunga, terdengar deru mesin mobil. Nayra hafal bunyi mobil tersebut. Itu suara mobilnya Saga.Hati Nayra dilanda bimbang. Pastinya kedatangan Saga adalah untuk menyampaikan keputusan. Jantung Nayra kini berdetam-detam."Apakah Mbak Dela mengizinkan akumenjadi istri sahnya Mas Saga?" tebak Nayra dalam hati. "Bagaimana jika tidak? Apakah hari ini perpisahankami?"Nayra menggigit bibirnya karena cemas.Benar saja Range Rover hitam metalik itu be
Saga sedang duduk menyendiri di atas balkon. Di bawah sana bunga-bunga mawar hasil tanaman Nayra tengah bermekaran. Bayangan wanita itu kembali menyelinap.Tanpa terasa bibir Saga melengkung mengingat masa-masa indah bersama Nayra. Saat mereka hanya hidup berdua saja tanpa Dela. Karena istri pertamanya sedang ada projek di luar negeri.Nayra yang perhatian akan selalu membangunkan dia dengan penuh kasih, yaitu sebuah ciuman hangat. Wanita itu tidak segan untuk membuatkan Saga makanan yang nikmat.Nyaris selama tinggal bersama, Saga tidak perlu lagi makan di luar. Sarapan dan makan malam, dia pasti selalu menyantap hidangan dari Nayra. Kecuali jika makan siang karena status mereka masih bersembunyi.Nayra yang pengertian akan selalu menyiapkan baju kantornya. Serta memberi kehangatan di atas ranjang. Hati Saga teremas perih jika mengingat itu semua.Apalagi jika mengingat Abrina. Seme
"Nayra ... maukah kamu menjadi istriku?" Azriel melamar kembali."Ayo ... Nay!" Para karyawan Bapak Abdul berseru menyemangati."Terima ... terima ... terima!"Suara-suara itu bergema. Nayra menatap wajah Azriel. Hanya ketulusan yang terpancar pada maniknya.Saat Nayra menoleh pada Saga, sang mantan hanya membisu. Namun, parasnya menunjukkan kemuraman. Seakan belum rela melepas Nayra untuk Azriel."Bagaimana, Nayra?" Azriel sedikit mendesak.Nayra ternganga bingung. Sementara tangisan Abrina kian membuat hatinya gundah. Bayi kecil itu menunjuk-nunjuk kursi minta duduk."Eum ... sorry, Ziel. Rasanya ... Ini terlalu mendadak," ujar Nayra merasa sedikit tidak enak. "Baru juga kemarin aku ditalak oleh Mas Saga. Aku masih mau menikmati kesendirian dulu buat ngerawat Bina."Azriel termangu. Begitu juga para pemirsa lainnya. Apalagi Davi. Pemuda
"Pamit?" tanya Nayra dan Davi lumayan tercengang."Hu-um. Aku mau nerusin S2 di Jepang nih," jawab Azriel."Kapan?" tanya Nayra lumayan kalut.Azriel menengok wanita yang duduk di jok belakang itu. "Bulan depan."Nayra meneguk ludah."Kenapa ngedadak begini, El?" tegur Davi mewakili isi hati Nayra."Gak juga." Azriel mengelak lirih, "ini udah melalui pemikiran panjang kok. Aku pengen memperdalam lagi ilmu bisnis, biar lebih menguasai nanti," terangnya kalem."Tapi, kenapa pilih Jepang? Kenapa gak di Jakarta aja?" Davi terus memprotes."Pengen cari suasana baru aja, Vi," sahut Azriel tetap santai, "lagian bosen juga kalo di sini ketemunya elu-elu terus," candanya sedikit meringis."Arghhh!" Davi mendengkus kasar, sedangkan Nayra hanya terdiam.Wanita itu melempar pandangan pada jendela kaca mobil. Sama sepe
"Sebenarnya aku juga sayang sama kamu, El," ungkapnya tersedu. "Balik ... El!" ratapnya pilu.Suara pengumuman keberangkatan pesawat terbang tujuan Jakarta-Tokyo bergema. Tubuh Nayra terasa lemas. Sungguh ia menyesal.Puas menangis Nayra memutuskan untuk pulang."Nayra!"Langkah Nayra terhenti. Wanita itu langsung balik badan. Sosok Azriel dengan kaca mata hitam melambai padanya. Wanita itu membeku.Takut salah penglihatan, Nayra mengusap air matanya. Benar. Sosok Azriel memang nyata sedang menatapnya.Di ujung sana, Azriel sendiri melepas kacamata hitamnya. Pemuda itu mengangguk saat Nayra memindainya tidak percaya. Bagai ada yang menggerakkan, Azriel merentangkan kedua tangannya.Sementara Nayra, entah apa yang merasuki pikirannya. Dengan mengabaikan rasa malu, wanita itu melangkah maju. Lalu mempercepat langkah, kemudian berlari kencang untuk menghambur