PoV Abang
Setelah salat Subuh, Bunda sudah pergi. Katanya, ingin menemui sekaligus membicarakan rencana pernikahannya dengan lelaki yang bernama Bramantyo. Kini, Tinggallah aku dan Ayu menikmati sarapan nasi goreng buatan istriku tercinta.
“Semalam Abang mimpiin Bunda sama laki-laki itu, Yu.”
Wanita di sampingku menghentikkan suapannya. Ia memiringkan kepala, lebih menyimak.
“Mimpi gimana?”
Meletakkan sendok di atas piring, meneguk air putih, lalu mendesah panjang.
“Mimpi Bunda dan seorang lelaki sedang menikah. Anehnya, wajah laki-laki yang dalam mimpi berbeda dengan laki-laki yang Bunda temui.”
“Mungkin Cuma bunga tidur, Sayang.” Ayu menggenggam tanganku seraya mengukir senyum manis.
“Entah. Mimpi itu kayak nyata. Suasananya juga kayak zaman dulu.” Aku membuang pandangan
PoV AbangSetibanya di rumah, langsung menekan bel berkali-kali. Tidak berlangsung lama, muncullah bidadari pujaan hati.Kudorong tubuh Ayu perlahan, menutup dan mengunci pintu kembali, lalu mencium bibir tipisnya dengan liar. Kedua mata Ayu melebar, mungkin terkejut mendapat serangan mendadak. Kemudian, perlahan ia membalas aksiku. Menyeimbangi permainan yang aku sajikan.Aku dan Ayu menghapus Jarak, entah menit yang keberapa kami saling melepaskan dengan napas terengah.Kedua tanganku menangkup pipi Ayu. Menempelkan kening pada keningnya.“Love you, love you, love you, more.” ucapku seraya mengatur napas yang memburu.“Love you too.”Tidak menunggu waktu lama, membopong tubuh Ayu dengan bridal style. Wanita yang telah menjadi istriku mengalungkan kedua tangan pada leherku, membawanya ke dalam kamar. Hin
PoV Silvi Alhamdulillah keadaanku sudah lebih membaik, pikiranku pun jauh lebih tenang. Setidaknya sekarang telah mengetahui keberadaan Putri tinggal di mana. Sedang berberes, handphone berdering. Kuambil benda canggih itu dari atas kasur. Melihat nama penelepon, rupanya Putri. “Hallo, Put?” sapaku, begitu sambungan telepon terhubung. “Kak, hari pernikahan kami dipercepat jadi lusa.” Suaranya terdengar riang gembira. Aku masih tidak menyangka, Putri seorang anak yang kukenal pendiam ternyata, ya Allah .... Mengembuskan napas yang terasa sesak. “Oh gitu? Selamat ya?” “Kakak harus datang ya? Sekalian ajak Bang Dion. Putri senang kalau Kakak mau datang.” “Iya, kakak usahakan dateng. Put?” “Iya, Kak?” “Kamu serius, Mama dan Papa Boris jangan dikasih tahu?” “Jangan, jangan, Kak. Putri gak butuh kehadiran mereka! Kalau Mama Papa datang, nanti acara Putri bakalan kacau. Pasti nanti mereka akan saling menyalahkan. Dahlah, Kak! Cukup Kakak aja yang dateng!” Aku menarik napas panjan
PoV DahliaKehidupanku semakin memburuk dari tahun ke tahun. Tidak ada lagi cinta setelah Supriyatna merenggut kesucianku.Dulu Supriyatna adalah seorang lelaki yang membuat aku jatuh cinta. Meskipun ia suka main judi dan mabuk-mabukkan, tetapi perlakuannya kepadaku sangat lembut. Tutur katanya pun halus.Suatu waktu ia datang melamar tanpa memberitahu terlebih dahulu. Sempat terkejut dengan kedatangannya. Aku pikir, ia hanya datang bertamu, tidak serta merta mengungkapkan niat ingin melamar. Andai saja, sebelumnya tahu bahwa ia datang melamar, tentu akan kusuruh ia mengurangi bermain judi dan mabuk-mabukkannya agar orang Bapak dan Ibu setuju, bersedia menerima lamaran Kang Supri.Nasi sudah menjadi bubur. Dia datang, di mana banyak orang melihat Supriyatna sehabis memenangkan permainan judi besar-besaran. Apalagi, ketika datang melamar, Supriyatna habis pesta minum-minuman. Bau alkohol d
PoV DiraSetelah menjadi saksi atas kejahatan Ratih, tak berselang lama aku langsung menjatuhkan talak padanya. Meskipun pernikahan kami legal, tapi tidak aku ceraikan melalui jalur hukum, hanya terucap dari lisan.Bukti-bukti pernikahan kami, aku ambil di kediaman Ratih. Pun rekaman video yang pernah menjadi alat untuk mengancamku. Setelah ditemui, semuanya dibakar hingga menjadi abu.Usai menjadi saksi pula, Bang Dendi langsung mengajak bergabung dalam perusahaannya. Untung saja, sudah mempunyai pengalaman sewaktu membantu perusahaan Ratih, oleh karena itu, selama bekerja di kantor Abang, tidak mengalami kesulitan yang berarti, apalagi Bang Dion selalu siap membantu tiap kali mengalami kesulitan.Tiga hari lalu, Abang telah melangsungkan pernikahan dengan Ayu. Perih, kecewa, cemburu, sakit hati melebur menjadi satu. Tapi sisi lain, aku sadar diri. Bahwa suami dari gadis yang kutaksir itu sudah sang
Setelah dari rumah Silvi, aku mengajak Abang ke pusat perbelanjaan.“Katanya mau ke salon? Gak jadi?” tanya Abang saat dalam perjalanan.“Gak ah! Nanti Abang genit-genit lagi!” sahutku mengerucutkan bibir.“Genit-genit gimana?”“Di salon kan banyak cewek cantik. Nanti pas Abang nungguin Ayu, lirik-lirik lagi!”Aku bersedekap, memandang luar jendela. Abang tertawa renyah.“Ngapain genit ke cewek lain, mending genit sama istri sendiri, bisa sambil grepe-grepe. Hahaha.”“Huuuhh ... maunya!”“Maulah .... kenyal sih!”Kenyal? Menoleh pada Abang.“Kenyal apanya?”Abang tersenyum mesum. Hem, pasti omes nih. Abang melirik dadaku sekilas. Spontan menutupi dengan kedua tangan.“Ngapain ditutupi
PoV Mang Supri Aku melajukan motor matic dengan kecepatan tinggi, menghindari kalau-kalau si Boris mengejar. “Bang! Turunin saya di depan situ!” Setengah berteriak Dahlia menyuruh menghentikkan motor. Namun tidak aku gubris, tetap melaju menuju rumah kontrakanku. Si Boris dan wanita itu pasti akan mencari Dahlia lagi. “Eh, Bang! Turunin saya! Turunin!!” Kedua tangan ringkih itu menarik-narik jaket yang aku kenakan. Aku tetap bergeming. Sampai akhirnya Dahlia terdiam. Tiba di depan kontrakan petak, mematikan mesin motor, lalu menyuruh Dahlia masuk ke dalam kontrakan tanpa membuka masker dan helm. “Kamu siapa? Kenapa mau nolong saya?” Dahlia merasa keheranan saat kusuruh ia tinggal di kontrakan dulu. “Tunggu saya di sini.” Aku bergegas keluar, mengunci pintu, kembali ke gang tadi untuk menjemput Mas Dira. Kecepatan tinggi melajukan motor. Mas Dira pasti sudah sangat terlambat. Atau jangan-jangan Mas Dira dipukulin Boris. Pikiranku semakin tak menentu. Untung saja tahu jalan pint
PoV AbangEsok harinya, pukul tujuh pagi, aku dan Ayu kembali pulang ke rumah Bunda. Semakin hari, semakin beruntung memiliki istri seperti Ayu. Dia sungguh istri yang baik. Semakin hari pula, rasa cintaku padanya semakin besar. Tidak sia-sia aku mencintainya dalam diam bertahun-tahun lamanya.Aku tahu, tidak ada wanita yang sempurna di dunia ini. Akan tetapi, bagiku Ayu adalah wanita yang sempurna. Bukan kecantikannya saja yang membuatku jatuh hati, sebab kecantikan tidak akan kekal selamanya. Bisa luntur dimakan usia atau waktu.Sekarang Ayu berwajah cantik, putih, dan mulus, bisa saja saat ia tua nanti, tidak secantik sekarang. Aku tidak mau mencintainya sekadar fisik karena kuyakin, jika hanya itu alasan mencintainya, tidak akan bertahan bersama sampai menua nanti.Aku mencintai Ayu karena ketulusan hatinya. Kebaikan budi pekerti dan jiwa sosial yang ia miliki sangat tinggi.&n
PoV AbangUsai berberes, aku dan Ayu keluar kamar. Menemui Bunda hendak pamit. Wanita yang telah melahirkanku duduk di kursi depan teras.“Bun, kami pamit. Bunda baik-baik di sini.” Tatapan Bunda tetap ke depan, tidak menoleh sedikit pun. Aku menghela napas, sementara Ayu berjongkok di sisi kursi tersebut.“Bunda ....” Ayu memanggil dengan lembut“Silakan. Silakan kalau kalian mau pergi. Toh semua ini sudah Bunda duga sebelumnya.”Sepertinya bakal terjadi pembicaraan panjang. Aku duduk di kursi sebelahnya, begitu pun dengan istriku.“Maksud Bunda apa udah diduga sebelumnya?”Bunda menarik napas panjang, menyandarkan tubuh, lengan kanan kiri tertumpu pada pegangan kursi.“Kalau kalian menikah, pasti akan ninggalin Bunda. Makanya dulu, Bunda sempat gak setuju.”