Share

Surat Perjanjian Pernikahan

Setelah mengucapkan ijab qobul, Dirga menghubungi pengacara PUNGGAWA tanpa sepengetahuan keluarga Kara untuk membuat surat perjanjian pernikahan.

Pengacara tersebut tentu saja kaget, namun setelah ia jelaskan kronologinya, pengacara tersebut marah-marah namun tetap menjalankan tugasnya dengan cepat.

Inti PUNGGAWA adalah kumpulan orang-orang yang berduit. Tentu saja akan banyak orang yang melakukan segala cara. Mungkin dengan penjebakan ini salah satunya. Tidak menutup kemungkinan bukan?

Beruntung Dirga mengendarai mobilnya sendiri. Jadi bisa bertemu pengacaranya di sela perjalanan menuju rumah Kara.

"Lakukan tanda tangan secara cepat. Jangan biarkan racun terlalu lama berada di sekitar kita." pesan pengacaranya yang dibalas anggukan kepala Dirga.

Jadi sekaranglah saatnya. Niat awalnya akan dia lakukan di rumah. Tetapi berhubung teman-temannya sudah menemukan pembuat video mereka, dia harus buru-buru ke basecamp setelah ini.

Surat Perjanjian Pasca Pernikahan

Pihak Pertama:

Nama: Dirgantara Wisesa

Pekerjaan : Mahasiswa

Status dalam pernikahan : suami

Pihak Kedua :

Nama: Karamel Nandhita

Pekerjaan : Mahasiswi

Status dalam pernikahan : istri

Menyatakan perjanjian selama pernikahan berlangsung

1. Pihak Kedua tidak diperbolehkan mencampuri urusan pribadi pihak pertama.

2. Pihak Kedua tidak diijinkan memberikan info tentang pernikahannya kepada orang lain tanpa persetujuan pihak pertama.

3. Pihak Kedua tidak diijinkan melakukan kontak tubuh dengan siapapun yang berlainan jenis.

4. Pernikahan ini hanya akan berjalan bulan,dengan keterangan, pihak kedua tidak hamil. Apabila terjadi kehamilan maka pernikahan ini akan berjalan 1 tahun.

5. Jika terjadi kehamilan, hak asuh anak akan diserahkan kepada pihak kedua dengan kompensasi 2M.

6. Pihak Kedua tidak diijinkan keluar rumah selain sekolah.

7. Uang nafkah perbulan 20 juta.

Apabila pihak Kedua melanggar salah satu pasal, maka akan diserahkan kepada pihak kepolisian.

Perjanjian yang sama sekali tak menguntungkan bagi Kara. Tetapi dia tetap menerima semuanya. Toh belum tentu hamil bukan?

Dirga tersentak kaget karena Kara langsung menandatangani surat perjanjian itu tanpa sedikit pun komplain.

"Kau tak keberatan dengan semua pasal itu?" tanya Dirga meyakinkan Kara tentang keputusannya.

Tak lama kemudian, terlihat Kara menulis sesuatu ke kertas tersebut.

8. Setelah 3 bulan pernikahan, tanpa hamil atau setahun apabila hamil, perceraian ini akan tetap terlaksana tanpa alasan apapun.

9. Apabila terjadi kehamilan, pihak pertama tak perlu memberikan uang sebagai kompensasi. Cukup memberikan hak asuh saja.

Dirga yang membaca pasal 8 dan 9 menjadi heran. Uang 2M yang sangat banyak kenapa perempuan ini menolaknya?

"Kenapa Kau menolak uang kompensasi itu? Bukankah lumayan untuk biaya hidupmu nanti?" tanya Dirga dengan keheranan.

"Aku bukan pelacur. Kalau nanti aku hamil, nasab anak itu akan jatuh kepadaku karena yang pasti, Kau bukan ayah anak ini. Jadi tak ada kewajiban atasmu untuknya." jelas Kara seraya menutup resleting tasnya.

"Aku sudah siap!" ucap Kara yang membuat fokus Dirga kembali.

Dirga memasukkan berkas perjanjian ke dalam tasnya kembali. Mereka berjalan keluar secara bersama menuju ruang keluarga.

"Ini alamat rumahku dan ini ada ATM buat biaya hidupmu sementara. Pinnya sudah aku kirim ke nomor HPmu!" tegas Dirga seraya memberikan kertas kecil dan kartu ATMnya.

Setelah Kara menerima pemberiannya, terlihat Bapak Kara akan melakukan protes, "Aku sibuk. Bukan mau menelantarkan istriku. Orang rumah sudah aku beritahu tentang kedatangannya." ucap Dirga yang membuat pak Santoso tidak lagi melayangkan protes.

"Aku harus kerja. Tidak mungkin aku menafkahimu dengan minta orang tua bukan?" tanya Dirga yang dibalas anggukan kepala Kara.

"Tenang saja, Kara akan aman karena aku sendiri yang akan mengantarkannya ke rumahmu dengan aman!" Kesya merangkul pundak Kara seolah selama ini hubungan mereka baik-baik saja.

Padahal pada kenyataannya, Kesya selalu iri dengan keberuntungan Kara. Apalagi sekarang Kara sudah menjadi istri seorang Dirgantara Wisesa. Pengusaha property yang sangat berpengaruh.

"Kenapa Kara selalu lebih beruntung dari gue? Kenapa Tuhan tak pernah adil pada gue? Namun setelah ini, bakal gue pastikan, keberuntungan itu akan terhenti dan berbalik ke gue. HARUS!" monolog Kesya dalam hati.

Motor Dirga sudah mulai menjauh dari kediaman keluarga Santoso. Kini pandangan Pak Santoso beralih, hanya mampu memandang anaknya dengan sedih. Apakah melepas Kara benar-benar pilihan terbaik?

Bagaimana kalau Dirga tak menyayanginya? Bagaimana dengan sekolahnya?

Bagaimana kalau insiden ini sampai tersebar apalagi ada videonya?

Lamunan pak Santoso terhenti saat sebuah minibus berhenti di depan rumahnya. Seorang laki laki muda datang menghampiri pak Santoso.

Belum sempat bertanya, Kesya sudah keluar rumah bersama Kara digandengannya.

"Cepat sekali, sayang?" sapa Kesya pada pemuda itu. Pak Santoso hanya mampu mengernyitkan dahi.

"Kenalin, Pak! Pacar Kesya. Anak lurah kampung sebelah. Keren kan?" papar Kesya memperkenalkan kekasihnya kepada sang Bapak.

Pak Santoso menatap kaget sang anak. Pacar?

"Bapak jangan kampungan gitu ah! Habis ujian orang tuanya akan melamar Kesya sebagai mantu. Bapak harusnya bangga aku pandai memilih calon suami. Daripada kalem tau-tau nikah karena digrebek? Kan malu!" sindir Kesya. Namun Kara hanya diam enggan menanggapi sindiran kakaknya tersebut.

Kara hanya terdiam, sedangkan pak Santoso tak tau lagi harus berbicara apa.

" Dah, jangan kelamaan. Ayo pergi! "seru Kesya.

Kara lagi-lagi hanya mampu terdiam dan pasrah saat sang kakak menggiringnya masuk minibus.

" Jadi sekarang? "tanya bu Lastri yang baru keluar dari rumah dengan wajah sembabnya.

" Iyalah, Bu. Kalau kelamaan keburu malam. Alamatnya lumayan jauh dari sini."jawab Kesya karena dia sudah meminta alamat Dirga tadi kepada Kara.

" Ibu bungkusin beberapa makanan ya? Turun dulu biar ngga panas karena terlalu lama didalam "ajak sang ibu yang dibalas decakan Kesya. Sedangkan Kara, segera keluar mengikuti sang ibu.

Bu Lastri memandang sang putri bungsu dengan iba. Saat kecil, selalu sakit-sakitan. Membuat perhatian kedua orang tuanya fokus padanya. Keadaan ekonomi yang sulit, tak ada yang membantu mengasuh, membuat bu Lastri selalu mengajak sang bungsu untuk bekerja.

Berbeda dengan Kesya yang selalu diasuh kedua mertuanya. Mereka enggan mengasuh Kara karena sering sakit. Bahkan mereka sering kali menghina Kara dengan anak pembawa sial.

"Bawa makanan ini. Jika disana belum ada masakan, hangatkan makanan-makanan ini. Maaf kalau selama ini ibu belum mampu membahagiakan Kara." lirih sang Ibu. Kara memandang seseorang yang telah melahirkannya itu dengan sedih.

"Bu..."

"Maaf selalu menyuruh kamu mengalah dari kakakmu. Maaf kalau selama ini kakakmu selalu mengambil hakmu. Maaf karena kami sebagai orangtua belum sanggup untuk memenuhi semua kebutuhan kalian. Maaf, Kara. Maaf... Maaf... Maaf..." ucapan sang ibu menghantam hati Kara.

Kenapa malah sang ibu yang harus meminta maaf atas kelakuan Kesya?

" Ayo! LAMA! "teriakan Kesya memutus obrolan ibu dan anak itu.

" Bawa ini. Jual kalau kamu butuh. Ini simpanan ibu. Tak ada orang lain yang tau." bisik bu

Lastri seraya mengecup puncak kepala sang bungsu. Karamel segera menyembunyikan pemberian ibunya ke dalam saku kecil di dalam jaket agar tidak diminta kembali oleh Kesya.

Kara pun menghampiri sang kakak yang sudah tidak sabar untuk menunggu.

Kara mencium punggung tangan kedua orang tuanya lanjut masuk ke minibus.

Perjalanan menuju rumah Dirga pun dilalui. Jalan besar, rumah padat, hingga kompleks perumahan sudah terlewati. Tetapi belum sampai juga ke rumah Dirga.

Kecurigaan mulai Kara rasakan saat jalan mencapai hutan jati. Apakah memang sejauh ini alamat Dirga? Kalau sampai sejauh ini, bagaimana dengan kuliahnya nanti?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status