Kevin bangun dari duduknya kemudian memukul mulut Justin. “Berisik, setan! Anak gue lagi tidur. Emangnya elo mau, kalau dia bangun terus nyari sumber susunya. Mau … ngasih ASI ke dia?”Justin menggelengkan kepalanya. “Gue gak punya ASI, Vin. Noh! Punya Selena gede. Pasti ASI-nya melimpah.”Plak!Kevin berhasil memukul kepala Justin dengan sangat keras. “Kalau punya otak dipake, Justin! Punya Selena udah kodratnya dari sananya udah gede. Elo isep sampe pagi pun gak akan keluar tuh ASI!”Selena menganga mendengar perdebatan Justin dan Kevin yang membahas buah dadanya. Dengan spontan perempuan itu menutup dadanya dengan kedua tangannya.“Kenapa kalian bahas buah dada Selena, sih?” Ranti geleng-geleng kepala pada kedua pria di depannya ini.“Kevin yang mulai, Tante. Masa nyuruh aku kasih ASI ke anaknya. Aku emang punya, tapi gak ada isinya.”Justin—dengan polosnya berucap seperti itu kepada Ranti.“Jelas nggak akan ada, Justin. Laki-laki mana bisa menyusui. Jangan aneh-aneh deh, kalian in
Satu tahun berlalu.Menjalani hidup penuh dengan perasaan campur aduk. Bisa dibilang terlalu cepat untuk waktu 365 hari ini. Justin dilanda kebingungan. Sudah tiba di tahun ini, di mana dirinya akan menemukan jodohnya. Namun, nyatanya masih belum menemukan.Di dalam ruang pimpinan. Justin tengah menimbang-nimbang ucapan Kevin mengenai Selena. Ia adalah jodoh yang Tuhan berikan padanya. Sembari menangkup dagu, Justin menatap jarum jam yang berdetak, yang menempel di dinding berwarna putih itu.Tok tok tok!Selena datang sambil membawa sebuah undangan di tangannya."Selamat siang, Pak Justin. Ada undangan pernikahan di hari Minggu ini," kata Selena sembari memberikan undangan tersebut kepada Justin.Pria itu mengambilnya. Tak bertanya, dia langsung membukanya. Mata melotot kala melihat nama yang tertera di sana."Diandra mau nikah?" ucapnya dengan terkejut.Selena mengangguk pelan. "Iya, Pak. Bu Diandra akan segera menikah, di hari Minggu ini. Enam bulan pacaran, mungkin sudah cukup bag
Pikiran Justin sudah mulai berkeliaran. Kembali pria itu menggelengkan kepalanya. "Argghh! Otak, kali-kali mikirnya yang sehat-sehat. Jangan penyakit mulu yang elo pikirin."Selena kembali ke kamar Justin setelah selesai mengganti gaun yang menurutnya lebih sopan ia kenakan."Yuk! Acara resepsinya sudah mulai." Selena menganga kala melihat sinyal Justin terpancar di bawah sana. "Pak Justin. Anda habis ngapain? Kenapa itu sinyal mentereng begitu?"Justin lantas membalikkan tubuhnya lantaran Selena menangkap basah miliknya yang masih bangun.Selena lantas menyunggingkan bibirnya. "Gara-gara saya pakai gaun kurang bahan tadi, kan? Anda saja terangsang. Apalagi para lelaki hidung belang di luaran sana, Pak. Jangan aneh-aneh makanya.""Iya, iyaa. Saya mau menidurkan adik saya dulu.""Haah? Gimana caranya, Pak?" Selena tampak bingung dengan ucapan bosnya itu.Justin menghentikan langkahnya. Kemudian menatap Selena dengan lekat. "Sama kamu aja deh. Sini! Biar cepet."“Nggak, nggak! Enak aja.
Perasaannya sedari tadi tidak enak. Hatinya terus menerus memikirkan Diandra. Semakin buyar perasannya saat tahu Diandra menikah dengan pria yang Justin kenal dulu.“Anda tidak perlu tahu, Pak Justin. Diandra akan bahagia dengan suaminya. Begitu juga dengan Anda. Semoga segera melupakan Diandra, dan bahagia dengan Selena.” Andrian mengulas senyumnya.Seakan-akan tidak terjadi apa-apa pada adik semata wayangnya itu. Sementara Justin menatap Diandra yang tengah berbincang dengan Giandra.Ada senyum sendu di sana. Seperti tak ikhlas menerima ucapan yang diucapkan oleh suaminya itu. Justin menelan salivanya dengan pelan.‘Ada apa dengan kamu, Diandra? Setahun menghilang, tiba-tiba nyebar undangan.’ Justin menoleh kembali pada Andirian. “Kata Selena, mereka sudah pacaran sejak enam bulan yang lalu. Benar, begitu?”Andrian mengangguk ragu dan kembali mengulas senyumnya. “Iya. Mereka sudah saling mengenal sejak enam bulan yang lalu.”Justin mengerutkan keningnya. “Bohong! Kamu sedang memboho
Selena memalingkan wajahnya setelah memberi tahu syarat untuk Justin. Pria itu menatap Selena dengan lekat. Kemudian mengulas senyumnya dengan lebar.“Karena kamu takut, saya berpaling? Kamu sudah menganggap kalau kita sedang pacaran? Ya udah, kita pacaran aja deh kalau gitu. Gimana?”Selena kembali menatap Justin. “Ma—maksud Anda?” Selena tak paham.“Kalau menikah kan masih lama. Kita pacaran aja dulu. Sambil menumbuhkan perasaan kamu ke saya. Biar sama-sama saling jatuh cinta, kemudian menikah.”Selena menaikkan alisnya sebelah. “Memangnya Pak Justin sudah jatuh cinta, pada saya?”Justin mengusapi lehernya yang terasa pegal itu. “Seperti yang kamu ketahui. Perasaan saya selalu bercabang. Ada dua nama lagi di hati saya. Kamu … dan Diandra.”Semakin tak yakin lah Selena menerima Justin. Apalagi sampai menjadikan pria itu sebagai suaminya.“Pak Justin sulit dipercaya. Saya tidak yakin, bisa mencintai Anda dalam waktu dekat. Sepertinya sulit untuk menerima Anda menjadi suami saya,” ujar
Selena selalu menegaskan bahwa dirinya bukan orang penting di hidup Justin. Hanya karena Justin mencintainya, bukan berarti Selena akan semena-mena dan melarangnya berbuat apa yang ingin Justin lakukan.Sudah tiba di rumah."Terima kasih sudah mengantar saya pulang, Pak Justin. Sampai jumpa besok." Selena keluar dari mobil bosnya itu.Diikuti oleh Justin. Berdiri di samping mobilnya, menatap punggung Selena yang tengah melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumahnya."Ya Tuhan. Kapan aku bisa menjadikan Selena satu-satunya yang ada di hatiku. Jangan kau biarkan aku terus terjebak dalam dua manusia. Aku ingin mengakhirinya. Tolong bantu aku, ya Tuhan," lirih Justin sembari menatap satu Selena yang tengah membuka pintunya.Suara bising mengganggu pendengaran Justin. Matanya membola kala melihat Selena diseret keluar oleh pria yang ada di dalam rumah itu."Pergi dari rumah ini. Ini bukan rumah elo. Elo bukan keluarga gue! Bukan adik gue! Jangan pernah injakkan kaki elo di sini lagi. Elo ...
Justin menaikkan kedua matanya. Tengah mengingat-ngingat kapan terakhir kali ia tinggal di apartemen itu. "Mungkin sudah hampir dua tahun, saya mengosongkan apartemen itu. Kenapa memangnya?" Selena mengembuskan napasnya dengan kasar. "Pantesan! Hhhh!" "Kenapa sih? Ada kecoa? Mana ada, Selena. Apartemen saya itu apartemen paling mahal, hewan sekecil apa pun tidak akan masuk ke dalam sana." "Bukan itu, Pak Justin," ucap Selena dengan kesal. "Lalu, apa dong? Kenapa kamu kayak kesel gitu? Ada yang ajak kenalan?" Selena kembali menggeleng. "Saya memakai sabun mandi yang sudah expired. Huwaaaa!!" Justin mengulum bibirnya menahan tawanya kala mendengar ucapan perempuan itu. "Ya sudah, ya sudah. Sore ini, pulang dari kantor kita ke supermarket. Beli semua keperluan kamu di sana. Sekalian beli stok makanan juga. Buang bahan makanan yang masih ada di sana. Karena sudah pasti semuanya sudah expired juga." Justin mengacak rambut perempuan itu. Selena masih terlihat kesal. Justin lantas men
“Namanya orang lagi patah hati, apa pun terasa hambar. Apa pun malas dikerjakan.”“Seperti mendengar kabar Bu Diandra akan menikah. Sama galaunya saat pertama kali ditinggal pergi olehnya ke luar negeri.”Justin mengusap rambut belakangnya. “Kamu belum dapat informasi mengenai pernikahan mereka, kan?”“Belum lah, Pak. Dicari juga belum. Ketemu sama Pak Andrian juga belum.”“Ngapain ketemu sama Andrian. Tidak boleh!” Seketika Justin mengeluarkan emosinya saat mendengar nama Andrian.“Memangnya kenapa sih? Kenapa Anda terlihat tidak senang pada Pak Andrian? Beliau baik, kok. Orangnya santai, murah senyum dan saya senang dengan karakternya.”Justin lantas menatap dengan tajam wajah Selena. Memperlihatkan kecemburuannya lantaran perempuan itu membahas pria lain di depannya.“Kenapa, Pak Justin? Cemburu ya, bahas pria lain di depan Anda? Begitulah kira-kira kalau orang yang kita cinta, membahas pria lain. Membahas kebaikan orang lain.”Justin memutar bola matanya dengan pelan. “Kamu selalu