Keduanya sudah berada di rumah. Indi tampak puas setelah melihat semua barang belanjaan yang sudah dia beli. Sementara Damian menganga melihat banyaknya barang yang dibeli oleh istrinya itu.“Sayang, mau diapakan semua barang-barang ini?” tanya Damian kepada sang istri.Indi mengendikan bahunya. “Terserah aku lah. Mau diapain juga aku yang berhak menentukan. Kenapa? Nyesel, karena udah ngasih kartu unlimited kamu itu?” Damian menggelengkan kepalanya. “Nggak. Aku hanya tanya.”Indi menghela napas kemudian menatap Damian dengan tangan melipat di dadanya. “Sudah jam delapan. Kamu nggak mau melakukan apa, gitu?”Damian menaikkan alisnya sebelah sembari menatap Indi bingung. “Euh … mandi dulu kayaknya, yaa?” Indi menganggukkan kepalanya. “Boleh. Duluan aja. Aku mau beres-beres belanjaan aku dulu.”Damian kemudian mengangguk lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum melakukan apa yang ada di otaknya itu. Sudah traveling dengan santai agar tidak terlih
Indi kemudian mengikat rambutnya seraya duduk menghadap Damian yang tengah bersiap menyambut permainan yang akan dilakuan oleh Indi kepadanya.Perempuan itu menarik pusaka itu dan memulainya. Melakukan apa yang diminta oleh sang suami kepadanya. “Oouughh … good, Honey!” bisik Damian menikmati sentuhan yang dilakukan oleh Indi kepadanya.Indi semakin gila. Benda asing itu masuk dengan penuh di dalam mulut Indi. Dengan suara percikan dari permainan itu terdengar begitu jelas. Damian membuka mulutnya, mengatur napasnya karena tidak bisa bernapas sebab ulah Indi yang membuatnya begitu menggila di malam itu.“Sayang … kamu memang luar biasa,” puji Damian kemudian mengulas senyumnya seraya menatap Indi yang masih memainkan pusaka miliknya. Sepuluh menit kemudian, Indi melepaskan pusaka itu dari mulutnya. Lalu mengusap bibir merahnya itu sembari menatap Damian yang masih terbaring sembari mengatur napasnya. “So! Kalau aku kurang luar biasa, apakah kamu akan tetap mencintaiku?” tanya Indi
Indi mengambil baju di dalam lemari lalu mengenakannya sebab tubuhnya masih polos tak mengenakan apa pun. “Indi. Apa yang kamu ketahui tentang kecelakaan itu?” tanya Damian kembali menghampiri Indi. Perempuan itu kembali melangkahkan kakinya untuk mengambil pil kontrasepsi sebab belum meminumnya di malam itu. Ia menatapnya seraya menghela napasnya dengan pelan lalu menoleh kepada Damian. “Bukankah usia pernikahan kamu dan dia sudah beranjak satu tahun?” tanyanya kemudian. Damian menganggukkan kepalanya. “Ya.”“Dia juga menggunakan ini? Atau sangat berharap bisa memberi kamu anak?” tanyanya sembari menyodorkan pil kontrasepsi tersebut. Ia kemudian mengambil satu butir pil itu dan menelannya. Damian mengendikan bahunya. “Aku tidak tahu. Berhubungan juga hanya sebatas kalau aku lagi mau aja. Atau dia sendiri yang menawarkan. Tidak setiap hari, hanya kadang-kadang saja.”“Kalau ditembak di dalam harusnya jadi meskipun hanya kadang-kadang. Ribuan sel mani yang dikeluarkan di dalam pas
Waktu sudah menunjuk angka lima sore. Indi yang tengah asyik nonton film itu diganggu oleh ketiga temannya yang menghubunginya. Indi kemudian memutar bola matanya dengan pelan seraya menerima panggilan video itu. “Heuung?” ucapnya dengan malas. “Lagi ngapain Nyonya Damian? Kayaknya udah mulai berbaur dengan status barunya nih,” ledek Manda kepada Indi. Sementara Rhea dan Gladis tertawa mendengarnya. “Nggak usah banyak bacot, kalian. Ada apa? Mau ke rumah gue? Nggak bisa! Nanti malam bokapnya Damian mau ke rumah. Hari ini gue nggak bisa ke mana-mana karena harus jadi istri yang baik dulu.”“Woaahh! Indira benar-benar udah mau berbaur dengan statusnya. Keren! Gue pikir, elo bakalan teguh pada pendirian elo. Nggak akan mau membuka hati buat suami sendiri.” Gladis kembali bersuara.Indi menghela napas kasar. Ia kemudian menatap Rhea yang tengah sibuk makan. “Rhe. Gue mau nanya sesuatu sama elo.”“Nanya apaan?” tanyanya santai. Indi menatap ketiga temannya itu secara bergantian. “Rhe.
Indi menatap Damian. Terdiam setelah mendengar pertanyaan dari suaminya yang mungkin sedikit sulit untuk dia jawab. Ia kemudian menghela napasnya dengan pelan lalu mengulas senyumnya.“Untuk saat ini mungkin belum bisa mengatakan hal itu. Tapi, suatu saat nanti aku pasti akan mengatakan hal itu. Aku tidak ingin berbohong kalau masalah perasaan, Damian.”Damian kemudian mengecup kening Indi lalu mengusapi surat rambut perempuan itu yang menghalangi wajah cantiknya. “Aku akan menunggunya. Meski harus menunggu lama, aku akan menunggunya,’ ucap Damian kemudian mengulas senyumnya.“Sudah mau jam enam. Kita selesaikan mandi, habis itu makan malam sama-sama.”Keduanya lantas melanjutkan acara mandinya setelah bercinta dengan waktu yang cukup singkat. Hanya dua puluh menit saja karena dikejar waktu yang mengharuskan mereka mempersingkat hubungan intim tersebut. Lima belas menit kemudian, keduanya menyelesaikan acara mandinya. Bahkan mengenakan pakaian pun secara bersamaan. “Jangan pakai ba
“Kenapa Papa masih membahasnya? Aku udah bilang sama Papa kalau aku pasti bahagia dengan pilihanku sendiri. Oke, aku terima kasih sama Papa karena udah berusaha meyakinkan Papa Wijaya kalau Indi akan baik-baik saja denganku. Tapi, bukan berarti Papa terus menerus mengancamku dengan hal itu!”Damian tampak marah kepada Dipta sebab selalu membahas perjanjian yang mereka buat. Yang mana Damian harus mengakhiri rumah tangganya dengan Indi bila perempuan itu masih saja belum mau mencintainya dan juga tidak membuat Damian bahagia. “Papa sudah bilang sama kamu, Damian. Makan hati itu tidak enak! Lebih baik dicintai daripada harus mencintai. Jangan pernah membohongi Papa atas perasaanmu itu. Kamu tahu kan, bagaimana pergaulan Indi, huh? Jangan sampai kembali pada masa itu lagi atau Papa sendiri yang akan turun tangan untuk memisahkan kamu dengannya!”Dipta kemudian beranjak dari duduknya setelah berucap seperti itu kepada Damian. Lalu menatap sang anak dengan tatapan datarnya. “Jangan rusak
Damian menggelengkan kepalanya dengan tangan membalas pelukan Indi. Suara isak tangis yang keluar dari bibir Indi membuat Damian merasa bersalah karena sudah membuatnya sakit hati.“Aku tidak akan pernah meninggalkamu, Indi. Sampai kapan pun aku akan selalu di samping kamu apa pun yang terjadi,” ucap Damian menenangkan istrinya itu. Indi kemudian melepaskan pelukan itu. Mata penuh dengan genangan air mata itu menatap Damian yang tengah menatapnya sendu. “Setelah aku pikir-pikir, tidak ada lelaki yang mau menerima aku apa adanya. Hanya kamu meski aku tahu papa kamu tidak suka padaku. Tapi, setidaknya kamu akan selalu membelaku dan akan selalu mencintaiku meski papa kamu akan tetap memandangku rendah,” lirih Indi sembari terisak dengan pelan. Damian tersenyum lirih kemudian mengusapi sisian wajah sang istri. Lalu mengecup keningnya agar Indi merasakan damai kembali dalam hidupnya. “Tidak perlu menghiraukan apa kata orang lain di luar sana, Indi. Aku hanya ingin tua bersama kamu. Bia
Damian mengedip-ngedipkan matanya kala mendengar ucapan Indi. “Are you seriously?” tanyanya masih tak percaya dengan ucapan istrinya tadi. “Sayang, aku tidak mau main-main masalah kehamilan.”“Perlu bukti?” tanya Indi kepada Damian.Ia lalu menghela napasnya dengan pelan kemudian menghampiri Damian yang tengah menatapnya penuh dengan rasa tak percaya. Sembari membuka dress yang ia kenakan tadi serta ikatan rambutnya hingga kini terurai dengan indah.Kini, perempuan itu hanya mengenakan bra dan juga celana dalam yang memperlihatkan kemolekan tubuhnya yang berhasil membuat Damian berdesir juga pancaran signal di bawah sana berdiri tegap dengan sangat jelas.Tangan itu menyentuh bahu Damian dengan elusan yang begitu sensual. “Ya. Aku akan memberimu anak. Berapa pun yang kamu inginkan, aku akan memberinya. Asalkan jangan pernah membagi hati kamu dengan orang lain,” bisik Indi dengan suara lembut dan juga parau.Damian kemudian mengambil alih. Diraihnya tangan Indi kemudian mendudukkan tub