In Bali ....Setelah menempuh jarak hampir lima jam lamanya, keduanya akhirnya sampai di Bali. Baru sampai di villa, Indi langsung keluar dan berlari ke arah pantai. Merentangkan kedua tangannya sembari menghirup udara segar di sana. Damian kemudian menghampirinya lalu melingkarkan tangannya di pinggang Indi. "Kamu, sangat menyukai pantai?" tanya Damian sembari menumpukkan kepalanya di bahu Indira.Perempuan itu kemudian menundukkan kepalanya dengan pelan. "Ya. Dulu, sebelum orang ketiga menyerang, aku selalu diajak ke pantai oleh Mama dan Papa. Tapi, semuanya berhenti setelah Mama memutuskan untuk pergi dari kami. Papa nggak pernah ajak aku lagi ke pantai setelah kejadian itu. Dia nggak mau mengingat semua kenangan indah saat sama Mama dulu." Damian kemudian melepaskan tangannya dari pinggang Indi. Menjajarkan tubuhnya di samping sang istri sembari menatapnya. "Itulah kenapa kamu selalu antusias kalau aku membahas pantai. Sebagai suami yang baik, aku akan menggantikan kedua oran
Indi masih mematung kala mendengar panggilan dari seorang anak kecil di sampingnya.“Indi? Indira? Elo kenapa diem? Kesambet setan apa signalnya yang ngelag ini?” Rhea memanggil-manggil Indi yang tiba-tiba terdiam bagai patung saat mendapat panggilan dari anak kecil tersebut. Karena tidak ada respon dari Indi, Rhea akhirnya memilih untuk menutup panggilan tersebut. Sementara Indi masih terdiam bagai patung sebab terkejut bukan main karena panggilan tersebut. Lalu ia memberanikan diri untuk menoleh ke samping di mana suara anak kecil itu memanggil namanya. “Al—Albert?” Indi terbata-bata memanggil nama anak kecil tersebut. “Tante Indi lagi ngapain di sini?” tanya anak kecil berusia tujuh tahun itu.Indi menelan saliva berat sembari menatap anak lelaki bernama Albert itu. “Ka—kamu … kamu sendiri lagi ngapain di sini, Alice?” tanyanya kembali dengan ekspresi terkejutnya.“Lagi liburan lah, Tante. Sama Papa. Tapi, Papanya nggak tahu ke mana. Tadi bilangnya mau beli minum, tapi nggak da
"Mau tanya apa?" tanya Damian pelan seraya menatap Indi dengan tatapan lekatnya. Indi kemudian menghela napasnya dengan panjang lalu melipat tangan di dadanya. "Kamu tahu, arti dari saling percaya, saling mencintai, dan saling setia?" Damian menarik sebelah alisnya. "Maksud kamu?" tanyanya tak paham dengan apa yang dikatakan oleh Indi kepadanya. "Kamu cinta kan, sama aku?" tanya Indi kembali. "Ya. Of course. Aku sangat mencintai kamu. Kenapa masih seperti ragu, kalau aku benar-benar mencintai kamu?" Damian balik bertanya kepada istrinya itu. "Kalau beneran cinta, mana mungkin melupakan kepercayaan yang seharusnya sudah tertanam dalam diri kamu karena sudah mencintai aku. Bukan cinta namanya kalau masih menuduhku yang aneh-aneh apalagi membawa-bawa nama mantan, Damian." Indi berucap penuh dengan penekanan. Manik mata itu menatap penuh wajah Damian yang tidak bisa menjawab ucapannya tadi. "Aku jadi ragu, kalau kamu beneran cinta sama aku. Mungkin maksud kamu bukan cinta, melainka
"Memangnya kamu sudah selesai, masaknya?" tanya Indi kemudian. Damian menggeleng pelan. "Nggak jadi masak. Sudah pesan restoran untuk makan malam. Hanya kita berdua, tidak ada siapa-siapa di sana. Maka dari itu, jangan pakai baju seksi yang akan mengundang birahi orang." Indi kemudian manggut-manggut dengan pelan seraya menutup kopernya yang dikhususkan untuk menyimpan pakaian mini. "Ya sudah kalau begitu. Aku pakai dress aja kalau memang mau makan malam di resto." "Iya, Sayang. Setelah makan malam, kita bisa mulai hal yang selalu aku inginkan." Indi mengulas senyum kemudian menganggukkan kepalanya. "Oke! Dengan senang hati." Damian terkekeh dengan pelan. Matanya terus menatap wajah Indi yang tengah membuka celana dan juga kausnya. Kini, hanya menampakkan tubuh rampingnya yang hanya mengenakan bra dan juga celana dalam. "Jangan dilihatin terus, Damian! Perutku masih lapar dan ingin makan dulu sebelum kamu hajar nanti." Damian kembali terkekeh. "Ya, aku tahu. Aku hanya senang s
"Kepo, lo! Mau tahu aja apa mau tahu banget?" sengal Indi kembali.Rangga mengendikan bahunya lalu menatap Indi dengan lekat. "Nggak mau ngasih tahu juga nggak masalah, Indi. Aku hanya tanya, jawabnya terserah kamu mau jawab jujur atau nggak." Rangga kembali menerbitkan senyumnya."Kita lagi program hamil. Makanya nggak boleh minum alkohol. Karena takut juga Indi hamil tanpa sepengetahuan kita," jawab Damian dengan lugas.Indi lalu menolehkan kepalanya kepada Damian. "Ngapain dijawab sih? Nggak penting banget ngasih tahu dugong satu ini." Indi tampak kesal kepada Damian karena telah memberi tahu kepada Rangga.Sementara lelaki itu menatap Indi dengan tatapan dalamnya. "Masih ingat, dengan ikat pinggang yang kita kenakan dulu? Sudah pernah kamu lakukan dengan suamimu?" bisik Rangga tepat di depan wajah Indi.Indi lantas menoleh dengan cepat kepada Damian.**“Aarggh ....” Indi menjerit kala Damian menggigit puncak dadanya dari bra yang masih dikenakannya.Damian membalikan tubuh sang i
Dua hari berlalu ....Waktu sudah menunjuk angka sebelas siang. Dua insan yang tengah dimabuk asmara itu masih terlelap dalam tidurnya bahkan bisa dibilang lupa waktu karena di jam matahari sudah hampir berada di tengah-tengah, mereka masih terlelap dalam tidurnya.Namun, suara bising dari dering ponsel milik Damian membuat keduanya membuka matanya dengan kompak."Eeuhh ... siapa sih yang ganggu tidur nyenyak gueee??" keluh Indi sembari menggeliat lalu mengambil ponsel yang sedari tadi berisik minta ingin diterima panggilan tersebut."HP kamu ini, Damian!" ucap Indi lalu memberikan ponsel tersebut kepada Damian."Halo?" Tanpa melihat siapa yang menghubunginya, Damian langsung menerima panggilan tersebut."Selamat pagi, Pak Damian. Maaf, sudah mengganggu waktu liburan Anda. Tapi, seperti yang kita ketahui bersama, kalau tiga hari lagi Anda ulang tahun. Seperti biasanya perusahaan akan mengadakan pesta ulang tahun Anda di hotel-hotel mewah."Saya ingin menyampaikan beberapa rekomendasi
"Hanya jadi teman pun kamu tidak mau?" tanya Rangga sekali lagi. Ia masih penasaran dengan reaksi Indi saat dirinya menjadi temannya.Perempuan itu menggelengkan kepalanya seraya menatap Rangga dengan tatapan tajamnya. "Nggak! Sekali nggak yaa nggak, Rangga. Mana mau gue temenan sama mantan pacar. Nggak ada kamusnya!" ucapnya dengan tegas.Rangga manggut-manggut dengan pelan lalu menerbitkan senyumnya. "Baiklah. Sudah aku katakan tadi, aku tidak akan memaksa, Indi. Damian tidak perlu takut lagi kalau kamu akan mengkhianatinya."Indi mengerutkan keningnya kala mendengar ucapan Rangga. "Maksud elo apa ngomong kayak gitu tentang gue, tentang Damian?""Kemarin, Damian menemui aku di villa. Banyak hal yang dia ceritakan kepadaku.""Apa saja?" tanya Indi dengan pelan.**Satu hari yang lalu ...."Hai, anak manis." Damian menyapa Albert yang tengah bermain sendirian di depan villa."Halo, Om ganteng. Mau nyari Papa ya, Om?" tanya Albert dengan aksen anak kecil berbicara."Iya, Albert. Papany
Mendengar cerita dari Rangga membuat Indi menganga mendengarnya. Damian begitu takut kehilangan Indi sampai segala cara ia lakukan agar tetap bisa menjadi suami Indi selamanya.“Damian takut kehilangan kamu, Indi. Jangan berbuat yang aneh-aneh, yaa. Kamu wanita baik yang pernah aku kenal. Untuk itu, jangan pernah membuat Damian kecewa. Kamu tidak akan pernah bahkan sulit mendapatkan pria seperti Damian yang memiliki segalanya tapi mencintai kamu yang tahu masa lalunya seperti apa.”Rangga menepuk-nepuk bahu Indi lalu menerbitkan senyumnya. “Banyak perempuan di luar sana yang menginginkan Damian. Bila Zoya tahu kamu sudah menikah dan ternyata Damian lah yang jadi suami kamu, aku nggak jamin dia nggak akan ganggu hubungan kamu dengan Damian.“Zoya itu licik. Dia tidak akan pernah mau melihat orang yang dia benci hidup dalam kebahagiaan. Aku bukannya nakut-nakutin kamu, Indi. Tapi, mencegah lebih baik daripada mengobati. Jangan biarkan dia tahu, kamu sudah menikah.”Rangga menasihati Ind