Hari kedua kerja setelah bulan madu, lagi-lagi Radit meninggalkan Dita hingga wanita itu harus naik taksi lagi ke kantor. Saat siang pun, Radit kembali makan berdua dengan Tiara. Namun, kali ini Dita tak lagi mengganggu mereka. Ia lebih memilih menahan lapar di ruang kerjanya dari pada harus melihat kebersamaan Radit dengan staf baru itu.
Sepulang kerja, Dita yang sedang menunggu taksi online, bersisian dengan Radit yang berjalan menuju parkiran bersama Tiara. Pandangannya sempat bertemu dengan pandangan Radit, yang menatapnya tajam. Seketika, hatinya bagai dihujani batu-batu besar. Matanya terasa panas dan mulai berkaca-kaca. Dita menunduk. Setetes demi setetes air matanya mulai mengalir. Segera ia usap dengan tangan.
Dari kaca spion, Radit dapat melihat Dita menangis. Kesedihan pun menyergapnya. Ia pegang kemudi dengan erat dan merapatkan gigi-giginya untuk menahan segala perasaannya.
<"Kalian anggap apa pernikahan?!" tanya Bu Meri geram terhadap dua insan di hadapannya. "Dari awal Mama udah curiga. Pantas aja kalian tiba-tiba menikah, gak mau pesta. Rupanya ini rencana kalian!""Kami bisa jelasin, Ma," sahut Dita."Kamu, Dita! Ini pasti akal-akalan kamu, 'kan?" hardik mamanya."Maaf, Ma. Biar Radit yang jelasin," pinta Radit."Coba jelasin.""Awalnya, Radit yang ngajak Dita menikah, Ma. Dita menolak. Tapi, daripada Mama terus memaksa Dita menikah dengan Arya, kami buat perjanjian.""Perjanjian macam apa, Radit?" Kali ini mamanya Radit yang tampak geram."Perjanjian untuk menikah pura-pura.""Kamu!" Papanya Radit bangkit dan memukul anaknya."Pa, jangan! Hentikan!" Semuanya melerai hingga lelaki paruh baya itu cukup tenang. Sedangkan papanya Dita hanya menarik napas dalam-dalam."Tapi satu hal yang perlu Radit tekankan,
"Gue tahu siapa pelakunya!""Siapa?" Radit tampak tak sabaran."Gak ada waktu lagi!" Danu segera mengunci pintu rumahnya, sedangkan Radit berlari ke mobil.Tiba-tiba Danu masuk dan duduk di sampingnya. "Gue ikut mobil lo."Tanpa menjawab, Radit segera tancap gas mengemudikan mobilnya dengan kencang menuju Ninty Cafe. Tampak ketegangan dan kekhawatiran di wajah dua lelaki yang duduk bersampingan di mobil itu.Danu baru teringat kalau siang tadi ia sedang makan bersama Arya. Saat itu, ia sempat ke toilet dan meninggalkan ponselnya di sana. Ia lantas memeriksa isi chatnya pada Dita. Kosong. Arya sudah menghapus chat itu sebelum Danu kembali dari toilet.'Sialan Arya! Dia pakai nama gue buat ngejebak Dita!' batinnya geram.
Radit memeluk Dita erat, lalu mendaratkan bibir di kening sang istri saat wanita itu membuka mata."Radit ...."Radit meletakkan telunjuknya di bibir Dita. "Jangan bicara apa-apa. Kondisi kamu sekarang gimana, Sayang?" tanya Radit lembut."Udah enakan," jawab Dita."Yakin? Apa perlu cek ke dokter?""Enggak. Aku gak apa-apa." Dita menegakkan punggungnya untuk meyakinkan Radit."Ya udah. Tapi, hari ini libur aja dulu. Jangan kerja."Mendengar kata 'kerja', D
"Ke Inggris?!” pekik Dita. Ia tampak sangat terkejut dengan keputusan Radit.Radit mengangguk. “Aku gak mau pisah sama kamu, Ta. Walau cuma Jakarta-Bandung,” tutur Radit.“Tapi kamu gak harus ke Inggris, ‘kan?”“Apalagi yang harus kulakukan biar kamu gak pergi, Ta?” tanya Radit pelan. Ekspresinya kini menunjukkan kekecewaan. Radit teringat kata-kata rekan kerjanya, yang mengatakan ia terlalu lemah terhadap Dita.Dita menunduk. Hatinya benar-benar kalut. Ia tak ingin Radit berangkat ke Inggris, tetapi juga tak mau menahan studinya yang pernah tertunda demi dirinya.“Lusa kamu ke Bandung?” tanya Radit kemudian.Dita mengangguk.Radit menghela napas. “Tidurlah,”
‘Gue yang mau ngerjain Radit, napa malah dia yang duluan ngerjain gue?’ Dita menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.“Ciee ... ada yang nangis-nangis minta aku jangan pergi.” Terdengar suara Radit di depan wajahnya. Dita masih belum berani membuka selimut. Ia merasa malu.“Gak usah malu-malu. Sini-sini aku cium,” goda Radit. Ia membuka selimut itu, tetapi Dita menariknya kembali.“Jangan pergi ....” Radit menirukan gaya Dita saat mengatakannya tadi. “Aku gak kuat nahan rindu ...,” lanjutnya lagi dengan gaya yang sama.Dita yang tak tahan dengan keusilan Radit akhirnya membuka selimut dan memandang Radit dengan wajah cemberut.“Udah, puas?!” Dita cemberut, memajukan bibirnya.
“AAA ...!!!” Dita langsung berlari ke kamar mandi dan mengunci pintu. Sementara, Radit menelan ludah setelah tersadar atas apa yang baru saja terjadi. Ia tak pernah menyangka akan melihat pemandangan yang cukup mengejutkan dan mengganggu kesadarannya.Radit menghela napas panjang berkali-kali untuk menetralkan degup jantungnya yang mendadak kencang.Dita yang berada di dalam kamar mandi tak kalah terkejut dengan kejadian beberapa saat lalu. Meski sudah mencoba menyiapkan mental untuk hal tersebut, tetapi ia tak menyangka Radit masuk ke kamar ketika ia sedang memandangi dirinya yang memakai lingerie di depan cermin.Detak jantung Dita begitu cepat hingga membuat kedua tangannya terasa dingin. Wajahnya benar-benar terasa panas. Ia berkaca di cermin kecil kamar mandi dan melihat wajahnya yang memerah.‘Kenapa Rad
“Yaah, napa gak sepuluh menit lagi aja sih sampainya?” keluh Radit yang sudah bersiap menyelam di lautan cinta bersama sang istri. Ia yang masih mengenakan celana panjangnya sejak semalam, lantas memakai kaus dan menuju ke pintu depan.Dita tertawa geli melihat ekspresi Radit yang gagal ‘sarapan' di kasur pagi ini. Ia pun segera mengenakan pakaian dan mengambil lingerie untuk segera dimasukkan ke mesin cuci.Di depan, Radit tampak bingung setelah membuka pintu. Tak ada sesiapa pun di sana. Namun, ada sebuah kotak berukuran sebesar kotak sepatu yang tergeletak di teras rumahnya.“Siapa yang naruh ini di sini?” gumam Radit.“Mana buburnya?” tanya Dita yang menghampirinya di pintu depan.“Gak ada. Tapi ada ini.” Radit mengambil kotak tersebut.
“Maaf untuk semuanya. Semua kesalahan dan kebodohanku selama ini,” lirih Dita. Tangannya berhenti mengusap keringat di wajah Radit.“Maaf ya udah nyinggung kamu,” balas Radit.Keduanya kini saling melempar senyum. Dita kembali mengusap keringat yang terus bercucuran di kening Radit. Tanpa sadar, ia terpesona dengan sosok Radit yang tengah mengganti ban.“Suka ngeliat aku berkeringat?” tanya Radit tiba-tiba, membuat Dita tersadar dan malu karena ketahuan menatap lelaki itu tanpa berkedip.“Eh, a-anu, aku ke mobil dulu. Di sini panas,” ucap Dita gugup. Ia hendak berdiri, tetapi Radit menahan tangannya.“Sesekali, ikutlah olah raga denganku.”Dita mengangguk.Radit tersenyum