Alvarolangsung menutup mulut Bunga ketika gadis itu hampir berteriak. Bunga menutup bagian depan tubuhnya, menyadari suaminya bereaksi ketika melihatnya dalam balutan busana seksi seperti itu.“Jangan berteriak,” bisik Alvaro. Setelah Bunga mengangguk, Alvarobaru melepaskan tangannya dari mulut Bunga. “Apa kau ingin mereka menyangka kita melakukan hal yang tidak-tidak di dalam ruang ganti?” tanya Alvaro. Bunga menggeleng cepat.“Tapi kau jangan usil seperti itu, menakutkan,” ujar Bunga sambil menutupi tubuhnya dengan pakaian kerja yang tadi dilepaskannya untuk mengenakan lingerie.“Aku tidak sengaja,” ujar Alvarodengan sunyum usil. Bunga meringis mendengar pengakuan tak sengaja dari Alvaro.Bunga lantas mengganti pakaiannya kembali. Dia merapikan semua pakaian yang tadi dicobanya. “Apa kau sudah ‘tenang’? Kalau sudah, kita keluar dari ruang ganti ini,” kata Bunga. Alvaromenarik nafas pelan dan panjang untuk menguasai dirinya, mengatasi hasrat yang bergejolak di kepalanya tadi.“Sudah
Alvaroduduk diam di depan meja rias Bunga. Dia menaruh telepon genggamnya yang tidak pernah berhenti berbunyi sejak tadi, bahkan sebelum Bunga masuk ke dalam kamar mandi. Setelah deringnya selesai, disusul oleh dering berikutnya. Mungkin sudah lebih dari lima kali Sarah menyambungkan telepon pada Alvaro.“Apakah ini benar-benar hal yang serius?” gumam Alvaro.Sebenarnya Alvarotidak mau menerima panggilan itu, namun entah mengapa pikirannya tiba-tiba saja terganggu. Terlebih bila membayangkan raut wajah dan suara Sarah yang seolah sangat dikenalnya. ‘Lebih baik aku menerima saja, supaya aku tahu apa yang sedang terjadi,’ batin Alvaro.“Halo, Ibu Sarah, apakah ada yang bisa dibantu, Bu?” tanya Alvaro.“Halo, Pak Al, maafkan kalau saya menghubungi. Tapi ada sesuatu yang terjadi pada Alexa ketika kami sedang mengerjakan video untuk kepentingan perusahaan,” ujar Sarah.“Sesuatu? Apa yang terjadi? Mohon diterangkan dengan jelas, Bu,” jawab Alvaro. Alvaromemang sedikit kesal. Urusan pembuata
Tidak ada alasan lagi bagi Bunga untuk menahan Alvaro. Dia hanya bisa menyimpan semua keterangan dari Alvaro. Satu hal yang disesali Bunga, Alvaro tidak mengatakan padanya tentang keganjilan dalam keputusan Alvaro.Leo pernah mengatakan kalau biasanya Alvaro tidak akan tunduk semudah itu pada mitra bisnis perusahaan mereka. Kali ini berbeda, nyatanya Alvaro bersedia mendatangi lokasi pengambilan video pada malam hari hanya karena Sarah memintanya.Bunga bukannya merasa cemburu, atau mencurigai Alvaro. Dia hanya tahu kalau Alvaro dan Sarah mungkin ada hubungan batin yang tidak bisa dipisahkan. Bagaimanapun, kalau semua yang didengar Bunga benar, maka Sarah adalah ibu kandung yang melahirkan Alvaro. Pantas kalau Alvaro merasa akrab dengannya hanya dengan memandang raut wajah dan juga mendengar suaranya.“Apa benar kau tidak mau ikut saja?” tanya Alvaro pada Bunga yang sedang mengenakan kimono di luar lingerie seksi yang sudah dikenakannya. Bunga menggeleng pelan.“Tidak usah, Sayang. Ak
Sekarang giliran Alvaro yang tak tahu harus berbuat apa. Perasaan hatinya memang kesal. Dia merasa dikerjai oleh agensi model tersebut. Tapi anehnya, Alvaro pun sebenarnya tahu kalau dia bisa saja menolak. Itu semua tidak ada di dalam kontrak kerjasama antara perusahaannya dengan agensi model milik Sarah. Akan tetapi, Alvaro bagai tersihir dan tak mampu menyangkal semuanya.Walaupun dengan hati yang terasa kesal, Alvaro tetap bersedia mengantarkan Alexa, sang model itu untuk dibawa ke rumah sakit. Sarah tentu saja ikut bersamanya. Beberapa pegawai Sarah yang tadi ada di penthouse membantu mengangkat Alexasampai naik ke atas mobil Alvaro.“Sebenarnya, untuk urusan seperti ini, seharusnya Ibu Sarah bisa mengaturnya sendiri,” ucap Alvaro. Dia mulai menyalakan mesin mobil dan melaju keluar dari area apartemen.“Sebenarnya, Pak. Seandainya saja saya tidak terlalu lama tinggal di Perancis, mungkin semuanya akan lebih mudah untuk saya. Saya terlanjur tinggal terlalu lama disana,” ujar Sarah.
Alvaro langsung mengendarai mobilnya menuju penthouse milik Sarah. Sampai di penthouse tersebut, Sarah sekali lagi memohon pada Alvaro. Permohonannya kali ini adalah untuk mengantarkan Alexa ke apartemennya sendiri.“Apa? Apa ibu Sarah tidak punya pegawai lain yang bisa mengantarkan Alexa?” tanya Alvaro. Perasaannya terasa tak nyaman. Alvaro tidak ingin berduaan saja dengan gadis itu.“Maaf, Pak. Tadi semua pegawai saya sudah meminta izin untuk pulang.” Perempuan itu sekali lagi membuat Alvaro tak bisa melawan. Entah apa lagi yang diinginkannya dari Alvaro. Tadi, Alvaro harus datang hanya dengan alasan dia kesulitan membawa Alexa ke rumah sakit dan semua itu seharusnya menjadi tanggungan Alvaro. Skarang? Alvaro masih harus mengantarkan gadis itu sendiri ke apartemennya.“Ya sudah, Bu. Tapi lain kali kalau seperti ini, saya akan mengirimkan orang lain saja. Bukankah dari departemen pemasaran di kantor saya sudah banyak memberi biaya akomodasi. Kalau soal penggantian biaya rumah sakit,
Bunga menggeliat menahan segala kenikmatan yang diciptakan oleh Alvaro di bagian bawah tubuhnya. Alvaro memperlakukannya dengan lembut, menyesuaikan diri dengan geliat tubuh Bunga . “Sayaaang,” erang Bunga seolah tak tahan lagi. Terlebih ketika tangan Alvaro ikut mempermainkan puncak dadanya. Tubuh Bunga rasanya bergetar, nafasnya tersengal. Alvaro tahu kalau istrinya sudah siap menerima penyatuan darinya.Tidak ada erangan kesakitan lagi yang melompat dari bibir Bunga . Alvaro menyatukan dirinya dengan lembut pada inti tubuh Bunga yang memang sudah sangat siap untuk menerimanya. “I love you,” bisik Alvaro di telinga Bunga . Bunga mencengkram punggung Alvaro yang bergerak semakin kencang di atas tubuhnya.Di antara desah nafas yang semakin memburu dan tetesan demi tetesan keringat mereka yang saling berpadu satu. Bunga mengerang kuat, memberikan tanda pada sang suami kalau dia sudah hampir mencapai puncaknya. Suara erangannya Bunga membuat Alvaro bergerak lebih cepat, dia ingin
‘Aku harus mengatakan itu pada Kakek. Aku harus meminta Kakek mempertimbangkan untuk menceritakan semuanya dengan jujur pada Alvaro. Itu akan lebih baik daripada Alvaro menemukan segalanya sendiri,’ batin Bunga . “Tidurlah dulu, kita lihat kedepannya seperti apa,” ujar Bunga . Ketidakpuasan tampak di mata Alvaro. Dia berharap Bunga mendukungnya untuk mencari kebenaran mengenai sang ibu. Alvaro langsung merebahkan dirinya kembali. Meskipun ada perasaan tidak puas pada jawaban Bunga tadi, namun Alvaro bisa memahami kalau tanggapan Bunga benar. Bunga menjawab dengan objektif. Hanya Alvaro saja yang masih merasa penasaran. “Apa kau bisa mencari tahu dari Kakek?” tanya Alvaro tiba-tiba. Pertanyaan itu membuat Bunga menggaruk kepalanya. Tentu saja Bunga tidak tahu apa yang harus dijawabnya pada Alvaro. Informasi apa yang bisa dicari oleh Bunga dari Kakek Bram. Bunga meragukan tentang apa yang harus ditanyakan pada orang tua. “Apa yang harus aku cari dari Kakek?” tanya Bunga. Dia men
“Aku akan memeriksanya,” jawab Leo. Dia langsung keluar dari ruangan Alvaro. Bunga tentu saja mengikuti Leo. Dia tidak ingin sendirian berada di dalam ruangan itu.“Sudah, mereka sudah datang di ruang meeting delapan,” jawab Leo. Mau tidak mau, Bunga memang harus siap. Bunga membawa laptop dan buku catatannya. Dia berjalan dengan pelan namun pasti. “Leo, wish me luck!” ujar Bunga setelah berjalan beberapa langkah.“Good luck, Bunga. Kau pasti bisa,” jawab Leo. Lelaki itu hanya bisa memandang Bunga sampai masuk ke dalam lift. Leo menggelengkan kepalanya, dia memikirkan tingkat Alvaro yang terasa aneh pagi ini dan juga akhir-akhir ini. Pikiran itu pun datang ke dalam benak Bunga yang berjalan menuju ruang meeting.Memasuki ruang meeting itu, Bunga terpaksa menerangkan kepada pihak perwakilan dari Aleph Group. Dia mengatakan Alvaro memiliki urusan yang sedang tidak bisa ditinggalkan.“Tapi, kenapa tidak mengabari kami kalau memang ada urusan seperti itu,” ujar CEO dari Aleph Group. Lela