Meski Ara tidak sepenuhnya percaya apa yang dia dengar dan dia lihat. Bukankah semua tetap saja, tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Pasti ada sesuatu yang membuat Luna mengatakan bahwa mereka memiliki anak. Mungkin saja, siapa yang tahu hubungan Gavin dulu dengan Luna? Ara hanya mendengar dari lelaki yang bahkan baru dikenalnya.
Namun, dia adalah Gavin Narendra Tama, bukan orang lain. Gavin pria yang baik, yang selalu Ara percaya, meski mereka belum lama saling mengenal. Belum lagi tatapan mata Gavin yang selalu jujur dimatanya. Apa dia sudah salah? Apa dia seharusnya percaya pada yang dikatakan Gavin?
"Astaga, perutku sakit sekali." Ara memegangi perutnya yang terasa melilit.
"Bagaimana ini, aku tidak bisa di dalam sini terus, aku harus keluar dari kamar ini." Ara terus menggedor pintu kamar yang sengaja dikunci oleh Gavin dari luar. Tapi mungkin saja Gavin bahkan tidak ada di rumah sekarang.
"Si
Di lobi kantor Gavin ada Luna yang sudah tiga puluh menit menunggu. Sekertaris Gavin sudah menelepon Gavin, pada awalnya Gavin menolak untuk menemui Luna. Tapi hal yang mengejutkan terjadi."Ara, kau yakin tidak ingin aku menemanimu ke rumah Ibu?""Pergilah, Vin." Ara membalas pertanyaan Gavin dengan senyum tulusnya. "Aku mengerti, kau harus mengurus semuanya dengan Luna. Meski aku takut, dia akan mengambil mu dari sisiku," tambah Ara dengan tawa kecil yang menjadi ciri khasnya.Ara adalah wanita yang kuat. Dia juga sudah biasa bertemu wanita yang serupa dengan Luna. Walaupun di awal dia berpikir mungkin saja Luna hanyalah korban. Tapi setelah mendengar penjelasan Gavin, Ara memutuskan untuk mempercayai suaminya dibandingkan Luna.Ara juga terbiasa dipandang remeh oleh orang lain. Entah itu teman sekelas sewaktu sekolah, teman bekerja yang iri karena dia lebih dekat dengan atasan, atau seperti sekarang, ma
Arabella hanya terus berada di sisi pembaringan terakhir ibunya. Teringat setiap kenangan yang dilaluinya selama ini, dia merasa belum bisa membuat wanita yang selama ini paling berjasa dalam hidup Arabella itu cukup bahagia.Ara mengusap kening ibunya yang terbujur kaku di depan mukanya yang basah. Alissa ikut menangis, ini merupakan kehilangan yang paling membekas untuk dia, dibandingkan kehilangan kedua orang tuanya beberapa tahun lalu."Ara kuatkan hatimu, kumohon, aku tidak tega dengan bayi di dalam kandungan mu. Berhenti menangis ya."Tak lama kemudian tangan kekar segera melingkar dari belakang tubuh Ara tepat di kedua bahu wanita yang sedang menangisi jasad kaku ibunya."Sayang, maafkan aku datang terlambat."Bibir Arabella makin bergetar, air matanya luruh tak tertahankan, ia segera berbalik memeluk Gavin dengan sangat teramat erat."Vin... Ibu pergi... Kumohon ka
****"Kau kenapa? Apa kau sedang kesal?" tanya Ara pada Gavin. Baru saja Louise pulang, tapi suami Ara itu masih terus cemberut di depan wajah Ara."Aku tidak suka cara dia menatapmu, Sayang." Gavin selalu berterus terang, berbicara gamblang, tanpa basa-basi."Aku tidak mungkin biasa saja. Dia terlihat menyukaimu. Aku tidak mungkin salah menilai," tambah pria di samping Ara yang sedang duduk sambil menatap wanita tersayangnya.Ara malah tersenyum, tangannya menyentuh lemah kulit pipi Gavin, mengusap lemah dengan tatapan mendalam."Aku hanya mencintaimu. Kau tahu, aku bukan wanita yang mudah digoda. Tapi aku heran, mungkin saja kau memiliki pesona yang luar biasa. Sampai-sampai aku bisa hamil se
Ara mengelus permukaan perutnya. Masih tampak rata, tapi jika disentuh sudah mulai terasa sedikit tonjolan. Malam itu entah kenapa dia merasa sedih. Bukan kesedihan karena ibunya. Sebab Ara sudah berusaha mengikhlaskan.Namun Ara melihat Gavin berbeda. Ara ingin menangis, entah kenapa. Rasanya senyuman Gavin seperti akan menghilang dari hadapannya. Seolah Gavin akan berpisah dengannya.Kenapa gerangan?"Sayang? Kau masih di dalam? Aku baru saja selesai mandi." Suara Gavin sembari mengetuk pintu dari luar membuat lamunan Ara pecah."Ya. Sebentar, Sayang." Ara segera mengenakan pakaian dan keluar."Kau lama sekali? Baik-baik saja, kan?" Gavin menyentuh pipi Ara yang agak pucat dengan rambut basah dan airnya menetes."Kau terlalu mencemaskan ku berlebihan," sahut Ara.Gavin mengambil handuk lalu menarik tangan Ara menuju ranjang. " Duduklah, biar aku ba
Beberapa bulan kemudian...Setelah melewati beberapa bulan yang diselimuti kesedihan selepas kepergian ibu tercinta. Arabella mulai menyusun lagi hari-hari yang baru. Meski dia harus menjalani itu seorang diri. Alissa, dia memutuskan untuk menikah dengan Louise.Ara turut bahagia, dan dia berharap Alissa juga bahagia. Jauh dari rumahnya, juga dari bayang-bayang Gavin. Ah, lelaki itu, lelaki yang sangat dicintai oleh Ara. Tapi sayang, Ara memutuskan untuk mengalah dan pergi."Sayang, Mama harap Papa baik-baik saja. Mama terlalu egois, tapi Mama harap dia bisa menjadi pria yang bertanggung jawab. Dan Mama terlalu lemah untuk menerima kenyataan tentang masa lalu Papamu, Nak..." Wanita itu berucap pelan sambil mengelus perut yang membuncit.***
Bab 35Ara menatap nyalang pada selembar kertas yang tergeletak tepat di bawah pakaian suaminya. Selembar surat yang menjelaskan sebuah fakta tentang Gavin dan anak yang ada bersama Luna.Mata Ara mulai berkaca-kaca sambil mengusap perutnya yang mulai membesar. Jadi, apa yang dilihatnya itu adalah sebuah kenyataan? Jadi, suaminya memiliki anak dari wanita lain?Ara seolah tidak percaya. Dia meneliti lagi apa yang tertulis di atas kertas berwarna putih yang ada di tangannya.Oh tidak! Benar, jadi benar Gavin memiliki anak dari Luna? Astaga, apa yang telah terjadi, apa Gavin membohongi aku? Batin Ara terus bertanya-tanya. Gavin mengatakan dia merasa tidak pernah tidur dengan Luna, lalu sekarang apa artinya ini?Perasaan Ara mulai kacau, dia merasa pusing lalu terduduk di tepi ranjang masih memegangi selembar kertas tadi.“Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Jadi kenapa Gavin tidak pernah memberi tahu aku tentang anak Luna yang mema
Arabella pulang ke rumahnya dengan perasaan hancur. Dia tahu, dan dia sadar setiap orang memiliki masa lalu. Tapi yang disayangkan olehnya adalah sikap suami yang tidak mau jujur padanya. Apalagi setelah dia tahu bahwa Luna dan Gavin telah menikah tanpa sepengetahuannya.Ara tidak tahu, hidupnya yang semula bahagia akan berubah seperti sekarang. Ara terlanjur mencintai Gavin bahkan tidak pernah sanggup kehilangan Gavin. Tidak dipungkiri, Ara cemburu saat mendengar pernyataan Luna tentang Gavin yang telah menikahinya. Jadi, siapa yamg menjamin jika Gavin menikahi Luna hanya sebatas tanggung jawab terhadap anak mereka yang sakit. Ditambah lagi, Ara baru tahu, bahwa Gavin benar-benar memiliki anak dari Luna setelah selama ini Gavin terus mengelak.Tidak terasa, Ara yang pergi naik taksi sudah sampai di depan rumahnya. Dia memang sengaja mengikuti kemana Gavin pergi karena ingin tahu, apa saja yang disembunyikan Gavin darinya selama ini.Ara berusaha tetap tegar
"Luna, wanita yang pernah ada di masa laluku, juga yang membuat aku memiliki trauma, dia ternyata mengandung darah dagingku hingga anak itu terlahir, tapi kondisinya tidak begitu baik, anak itu sakit.”Sesungguhnya Gavin tidak sanggup melanjutkan melihat Ara yang makin terisak-isak. “Maaf, maafkan aku Ara. Tapi aku terpaksa dengan keadaan ini, aku harus menikahi Luna demi rasa tanggung jawab karena itu desakan dari uncle-nya, dari keluarganya padaku, walau aku hanya menikahinya saja, hanya sampai anak itu sembuh.”Sebuah kejujuran yang diinginkan oleh Ara. Tapi ternyata sangat sakit, hingga Ara menjerit Sekuat-kuatnya. “Kau brengsek, Vin! Kau telah membohongiku! Kau jahat!!”Gavin ikut menangis mencoba menenangkan Ara, tapi Ara terus memberontak. “Ara ampuni aku, kumohon, aku minta maaf.”“Aku membenci sikapmu, aku benci, aku sangat benci!” tegas Ara dengan suara yang tinggi.