Share

Delapan

Happy reading 😘

Hanya menunggu takdir menyatukan

Kita entah berapa lama, dengan

harapan dapat mencinta

lebih lama dari pada

saat menunggu takdir menyatukan kita

---

"Terima kasih atas kerjasamanya, Mr. Daguen. Senang dapat bekerja sama." Alvin mengulurkan tangan ke arah Bready dan tersenyum, diikuti oleh Jake dan Jhony.

"Me too, kuharap kerjasama yang terjalin tidak cepat berakhir," ujar Bready tersenyum sangat tipis pada Alvin, hingga tidak ada satupun dari tiga pria di dalam ruangan yang dapat menangkap senyuman Bready.

"Saya harap anda dapat menyempatkan diri untuk datang melihat langsung Risen Victorius University."

"Sekretarisku akan segera mengatur jadwalnya, dia akan segera menghubungimu."

"Baiklah, kami harus segera berpamitan." Jake menyahut, seraya beranjak dari duduknya dan diikuti oleh Jhony setelah mendapatkan anggukan dari pemilik ruangan.

Suasana terasa tidak menyenangkan, aura Bready sangat mendominasi. Jake, Jhony serta Alvin pun pasti sangat merasakannya. Aura gelap yang begitu terasa. Sungguh Bready sangat berbeda. Jake hanya ingin mereka segera melepaskan diri dari belenggu Bready.

Namun sepertinya tidak dengan Alvin. Matanya masih menatap Bready tanpa sungkan. Perasaan ingin tahu serta rasa penasarannya sangat memenuhi kepala. Ya, wanita bermata hujau, berkulit putih pucat dan berambut cokelat yang beberapa jam lalu ditemuinya di lobby perusahaan milik Bready. Wanita yang diketahuinya bernama Keona.

"Apa gadis tadi kekasihmu?" Tanya Alvin. Matanya menatap untuk melihat bagaimana reaksi yang akan tercipta di wajah datar Bready.

Pertanyaan meluncur membuat Jake serta Jhony mendesah dan gugup. Apakah Alvin tahu apa akibatnya? Mereka bisa saja keluar dari gedung pencakar langit ini tanpa melalui pintu. Mereka kemungkinan akan keluar melalui jendela di bagian belakang tempat Bready berdiri.

Pertanyaan lancang mengingat kali pertama Bready dan Alvin bicara serta bertatap muka. Bready hanya mengangkat satu alis dan terkekeh mendengar pertanyaan yang diajukan pria dihadapannya. Namun tak dapat dipungkiri jika rahang Bready sungguh terlihat mengeras. Pria muda yang cukup berani.

"Tentu saja gadis cantik itu kekasih dari Mr. Daguen. Kau telah melihat bagaimana kedekatan mereka tadi, Mr. Maldiery." Seruan tersebut berasal dari Jhony.

"Kau tahu aku sangat terburu-buru, pasienku menunggu untuk segera dioperasi dua puluh lima menit lagi." Jake mendekati Alvin seraya berbisik di telinganya. Jake mengerti situasi yang sedang dan akan terjadi.

Alvin tetap membatu seakan ratusan baut terpasang kuat di bawah telapak kakinya. Telinganya ingin mendengar langsung bahwa wanita yang dilihatnya tadi adalah kepunyaan Bready. Apa yang salah?

"Kami permisi dulu," sahut Jhony menatap wajah datar yang tak terbaca milik Bready.

Bready masih diam, wajah datar yang sungguh tidak terbaca. Suasana yang menegangkan Jake dan Jhony tidak tahan lagi. Akhirnya mereka menyeret Alvin keluar, mereka berhasil mengeluarkan Alvin dari dalam ruangan Bready. Mereka mengutuk pertanyaan yang menguar dari bibir sahabat mereka.

"Kau tahu pertanyaan bodohmu bisa saja membuat kita terlempar dari lantai 23 gedung Daguen Group astaga," ujar Jhony dengan wajah frustasi, jemarinya mengacak rambut yang terasa gatal seketika.

Jake memutar bola mata memukul bahu Jhony yang berada di samping kirinya, "kau tahu Jhon, wajahmu seperti... ah sudah lah," kekehnya untuk mencairkan suasana padahal dirinya juga merasa gugup.

Jhony menatap Jake dengan wajah tidak percaya. "Di situasi genting kau masih saja bercanda Jake. Apa kau tidak dapat melihat dari pantulan lift wajahmu terlihat sangat pucat." Jhony menyeringai. Ia tahu Jake juga mencemaskan keadaan mereka.

Bready Alan Daguen, tidak ada yang tidak mengenal kekejaman serta dunia hitam miliknya. Pria arogan yang tidak pernah segan menghancurkan dan memusnahkan segala yang mengganggu jalannya. Begitu banyak lapisan pelindung hingga perbuatan keji Bready tidak pernah mengarah langsung kepadanya. Kambing hitam selalu tersedia untuknya.

"Kau harus tahu bagaimana akhir dari kemarahan iblis berwajah tampan itu, Jhon!" Seru Jake.

"Ya ya, karena sahabat bodohmu yang memulainya," balas Jhony.

Mata mereka memandang Alvin yang masih saja sibuk berkelana dengan pikirannya.

"Apa yang kau pikirkan, dude?" Jake memukul bahu Alvin dengan cukup keras.

Alvin menatap Jake, "aku hanya penasaran dengannya, gadis yang bersama Bready."

"Tentu saja dia kekasih Bready, Vin". Jake melirik Alvin yang masih saja mengerutkan dahi.

"Tidak, ada begitu banyak spekulasi yang bersarang di kepalaku. Aku yakin mereka bukan sepasang kekasih," seru Alvin.

Pertama kali mereka bertemu saat Alvin menjenguk Justin, dan mereka bertabrakan. Setelah drama keributan di dalam lift dan mereka kembali bertemu di cafe rumah sakit. Akan tetapi gadis itu tidak sendirian, dia bersama kembaran Bready yang bernama Brealdy mereka terlihat begitu mesra. Sama halnya seperti pertemuan beberapa jam yang lalu gadis tersebut terlihat sangat mesra bersama Bready.

Ting! Pintu lift terbuka.

"Kita tidak mengenalnya dan tidak ada yang tidak mungkin, Vin." komentar Jake.

Mereka berjalan beriringan menuju mobil.

"Keona Dee aku hanya melihatnya dari televisi ataupun dari kejauhan. Tapi setelah di lihat langsung dia sungguh. Aaaahhh," Ucap Jhony. Kedua telapak tangan Jhony terangkat membentuk sesuatu untuk menjabarkan ucapannya.

"Jangan berpikiran kotor, Jhon. Kau tahu akhir-akhir ini aku sedang menahannya. Tapi dia memang terlihat indah." Jake tertawa.

"Terasa begitu luar biasa jika aku dapat berkencan dengannya." Jhony menerawang jauh membayangkan betapa indahnya Keona di balik pakaiannya.

Alvin menatap Jhony yang sedang berimajinasi. "Hentikan Jhon!"

Jhony melipat kedua sisi bibirnya seraya menggunakan safety belt. Alvin sangat tenang saat berucap, namun nada suaranya tak biasa. Pilihan terbaik adalah diam, Alvin tidak pernah marah. Kejadian masa lalu yang masih terngiang membuat Jhony sedikit menciut bila mengingatnya.

Alvin segera melajukan mobil, tujuan mereka adalah rumah sakit. Terik matahari sungguh sangat menyilaukan. Sinar yang memancar melalui gedung kaca pencakar langit menambah suhu panas hari ini.

"Aku pernah bertemu dengannya di cafe rumah sakit dia bersama kembaran Bready. Pria itu begitu posesif merangkul Keona," ujar Alvin kembali membuka topik setelah keheningan terjadi.

"Kau bahkan mengingat namanya?" Jake menatap takjub pada Alvin dengan pandangan tidak percaya. Pasalnya Alvin bukan tipikal manusia yang akan mengingat nama seseorang. Bahkan terkadang Alvin salah menyebutkan nama sekretaris yang sudah tiga tahun bekerja dengannya.

"Kau tertarik padanya?" Tanya Jhony dengan antusias.

Alvin menatap Jake, "apa yang salah dengan itu Jake?" komentar Alvin. "Mungkin aku tertarik padanya. Mereka bukan sepasang kekasih, untuk Bready ataupun untuk Brealdy."

"Cukup luar biasa untuk seorang Alvin Maldiery." Jake melihat Alvin memutar bola mata mendengar ucapannya.

"Apa kau bisa membedakan Bready dengan Brealdy, Vin?" tanya Jhony konyol.

Mengingat Bready dan Bready adalah kembar identik. Tidak banyak orang yang dapat membedakan mereka. Tinggi, warna kulit, warna rambut serta postur tubuh mereka sama. Perbedaannya masih terdapat senyum dan sedikit kehangatan di wajah Brealdy. Sedangkan Bready dipenuhi dengan aura kegelapan, sombong dan diktator.

"Kau ingat saat Justine di rumah sakit ada banyak wartawan dan a..."

"Aku ingat," sela Jhony. "Apa kau benar-benar tidak mengenalnya? Dia seorang model yang sangat terkenal Keona Dee kekasih dari Bready Alan Daguen," lanjutnya.

"Mengapa kau tidak mengatakannya sedari tadi, Jhon?" Tanya Alvin. Ingatan akan sesuatu kembali menyusup di kepalanya. Pantas saja waktu pertemuan Keona bertanya apakah Alvin tidak mengenal Keona. dirinya terlalu sibuk sehingga tidak mengenal siapa gadis itu.

Jake meringis menoleh ke arah Jhony, "kau membaca majalah gosip Jhon? Pantas saja perusahaanmu diambang kehancuran." Tawa terdengar memenuhi pendengaran.

Jhony menatap tajam Jake yang tertawa. "Aku membacanya saat tidak sibuk," ujar Jhony membela diri. "Kau tidak bertanya," sambungnya menatap punggung Alvin.

"Seti,-"

"Berhenti sebentar Vin," ujarJake membuat Alvin menghentikan ucapannya.

Alvin mengerutkan dahi menoleh ke arah Jake, tidak mengerti. Namun tetap menepikan mobil dan melihat Jake keluar setelah mobil berhenti.

"Apa yang akan dilakukan pria gila itu?" tanya Jhony. Alvin hanya mengedikkan bahu.

Jake masuk membawa seekor kucing dengan bulu tebal berwarna putih. Alvin dan Jhony terperangah di buatnya. "Lihat, dia sangat imut, karena dia betina aku akan memberinya nama Keona. Jhon aku titipkan dia di apartemenmu agar kau tidak kesepian," ujar Jake seraya mengangkat kucing sejajar dengan wajahnya.

Jhony dan Alvin mendelik tajam ke arah Jake yang terlihat santai. Alvin segera melajukan mobil dengan cepat sebentar lagi mereka akan sampai di rumah sakit. Kepalanya sungguh sangat pusing meladeni Jake dan Jhony dengan segala tingkah anehnya.

"Apa tidak ada nama lain yang bisa kau berikan ke makhluk itu, selain nama Keona?" Tanya Alvin dengan tajam.

"Apa kau pikir apartemenku tempat penitipan hewan atau pet shop? Aku sudah cukup kesusahan dengan ikan orange bodoh yang dibawa Justine. Kau pikir aku tidak memiliki pekerjaan lain selain mengurus hewan, sialan?" Umpat Jhony.

Jake tertawa renyah karena berhasil memancing emosi kedua pria yang ada didekatnya, "hanya nama itu yang terpikirkan saat ini Vin. Aku hanya memberikanmu teman agar kau tidak kesepian Jhon, tapi jika kau tidak mau tidak apa-apa. Aku tetap akan menitipkannya di tempatmu." Jake tertawa dengan sangat bahagia.

"Shit!" Umpat Alvin dan Jhony bersamaan.

"Keona, kau sangat lucu. Siapa pemilikmu apa kau ditinggalkan atau kau melarikan diri? Tapi tenang saja kau tidak akan ditelantarkan. Ada paman Jhony yang akan siap merawatmu," ujar Jake mengangkat kucing putih itu tinggi dan menggoyang-goyangkannya. "Menggemaskan sekali."

Alvin melirik tajam ke sebelah kanan. "Jake!" Ia meninggikan suaranya memperingati Jake.

Jhony hanya mendengus mendengar ucapan Jake, hanya perbuatan yang sia-sia membalas semua ucapannya. Karena Jake memiliki banyak kata untuk selalu membalas.

Jake terkekeh, "sungguh, kau menyukainya Vin. Tapi aku bersyukur, aku berpikir selama ini kau penyuka sesama jenis karena aku tidak pernah melihatmu bersama seorang wanita. Aku cukup waspada selama ini saat berada di dekatmu," ucap Jake enteng.

"Kau sungguh sialan Jake Jhonson, pergilah! Aku akan stroke jika ada satu orang pria sialan sepertimu berada di dekatku," cerca Alvin memijat pangkal hidungnya.

Jake terkekeh, "ah ternyata sudah sampai cepat sekali waktu berlalu, paman akan pergi manis. Kau disini saja bersama Paman Jhony," ujarnya kepada kucing yang berada di kursi penumpang. "Aku hampir lupa, Vin jika tekanan darahmu naik kau bisa temui aku untuk berkonsultasi, atau jika kau sibuk. Kau bisa memakan mentimun untuk membantu meredakan tekanan darahmu," lanjutnya dengan senyum tiga jari setelah menutup pintu mobil.

Alvin mendengus kesal mendengar ucapan Jake, ia melajukan mobilnya tanpa menjawab kelakar Jake. Selain Justine, ucapan Jake juga sangat berbahaya.

"Dia memang memiliki mulut sialan seperti Justine," gerutu Jhony.

"Kau juga sama jika bergabung bersama mereka!" dengus Alvin. "Apa kau berniat menjadikanku sopir pribadimu?"

"Kau tidak lihat hewan itu tidur dengan nyenyak?" tanya Jhony.

Alvin menatap kursi di sampingnya, "kau bisa memindahkannya Jhon!"

"Bahkan aku tidak ingin menyentuhnya, Vin!"

Alvin menghela napas, percuma saja berdebat dengan ketiga orang pria yang disebut sebagai sahabat. Sangat membuang-buang waktu dan tenaga pada akhirnya ia yang harus mengalah. Alvin melajukan mobil ke arah kantor, sedangkan Jhony memejamkan mata di kursi penumpang belakang.

Keheningan tanpa perdebatan membuat sosok gadis bermata hijau kembali menyusup ke dalam pikiran Alvin. Dirinya pasti menemukan jawaban atas rasa keingintahuannya. Ya, tidak ada yang dapat memiliki Keona selain dirinya termasuk Bready.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status