Share

Menikahi Model Terkenal
Menikahi Model Terkenal
Penulis: Mafuchia

Satu

Buka matamu dan tertawalah kembali untukku jika kau tidak ingin melihatku mati dalam kehidupan.   

-Keona Dee-

---

"Keparat! Kau pasti bahagia berada di sana, tidak seperti aku di sini!" umpatan diiringi tawa sinis namun lebih terdengar menyedihkan. Bagai seorang wanita yang sedang meratapi nasibnya.

Walaupun terlihat kesal dengan wajah dingin dan sinis, tangannya tetap meletakkan bouqet white rose besar di atas batu nisan hitam berukir nama dengan tinta berwarna emas. Batu nisan yang menunjukkan tahun kematian angka keempat.

Wajah sinis serta angkuhnya perlahan menjadi sendu dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Rasa sedih tidak dapat merelakan seketika meluap walaupun telah empat tahun. Namun tetap saja, luka, kesedihan, dan kekosongan di hati selalu muncul tanpa dapat di cegah.

Ia benci perasaan ini, perasaan kosong serta sengatan di hati yang membuatnya semakin sakit serta rapuh. Tapi rasa rindu selalu mampu mengalahkan segala rasa di hatinya. Selalu mampu menarik agar dirinya mengunjungi tempat ini lagi dan lagi. Entah sejak kapan air mata mengalir, dengan cepat diusapnya dan menengadahkan wajah menatap langit.

"Shit, i hate this moment!" Ia kembali menatap bouqet di depan batu nisan. Seperti yang di pintanya pada penjaga pemakaman untuk selalu merawat dan membiarkan rumput halus tumbuh subur di atas sana.

Berada di sini akan selalu mengingatkan pada kejadian yang merenggut pria di bawah sana. Namun apa daya rasa rindu menenggelamkan perasaan hancur dan sakit yang ia rasakan. Menarik paksa tubuhnya untuk melihat batu nisan yang sama lagi dan lagi.

Sekali lagi dia sangat rindu.

Rintik hujan membasahi rerumputan di atas ratusan gundukan tanah. Telepon darurat barusan tidak membuat ekspresinya berubah, hanya langkah kaki yang sedikit cepat menyiratkan kekhawatiran pada seseorang yang hampir meregang nyawa. Dalam hati ia bertanya apa yang sedang dilakukan pria itu hingga membuat dirinya harus repot menuju ke arahnya?

Gaun hitam yang dikenakan serta stiletto senada menyiratkan betapa mengerikan hari ini. Ia hanya berharap semoga besok tidak lagi menggunakan gaun hitam sebagai kostum kesedihan. Decitan ban dan aspal basah mengawali langkahnya menuju Theresia Hospital, seperti yang dikatakan si penelepon barusan. Harapannya semoga Bready Alan Daguen baik saja. Jika tidak, semoga beberapa hari cukup untuk pria tersebut beristirahat dan kembali seperti sediakala.

---

Hanya butuhkan waktu 25 menit dirinya telah menginjakkan kaki di Theresia Hospital. Langkahnya tertuju pada meja resepsionis, terlihat terburu dan tanpa basa-basi.

"Bready Alan Daguen," ucapnya.

Wanita berseragam biru muda dengan sanggul kecil menatap dengan takjub dan gugup. Ia selalu melihat wanita dihadapannya melalui layar kaca. Namun kini wanita yang bernama Keona Dee model yang sangat terkenal dan cantik rupawan berdiri dihadapannya. Wanita tinggi nan ramping yang sungguh luar biasa cantik, wanita dengan julukan Dewi yunani. Akan tetapi ekspresi wajahnya tampak mengerikan. Tanpa kata wanita itu segera berjalan menuntun langkah Keona. Ya, itu lah yang diinginkan Keona. Semua orang hanya terdiam dan menatapnya lalu mengikuti keinginannya.

"Nona, ini ruangannya. Tuan Bready sedang dalam tahap operasi." Jelas wanita tersebut tanpa menatap wajah angkuh dihadapannya. Namun tak ada balasan,  ia pikir Keona adalah gadis yang ramah karena setiap iklan di televisi atau majalah ia selalu menampilkan senyum serta tawa bahagia.

Keona terdiam menatap ruangan berdinding kaca ditutupi dengan tirai berwarna hijau. Lampu masih menyala menandakan operasi sedang berlangsung. Seumur hidup, ini adalah salah satu hal yang tak akan pernah diizinkan berada di pikirannya. Tapi sekarang hal tersebut terjadi, benar-benar terjadi. Hingga perawat yang mengantarkannya pergi, Keona masih saja terpaku berdiri.

Beberapa pria berjas hitam merunduk hormat saat Keona menatap mereka. Oh, sial. Seharusnya mereka lebih sigap saat menjaga Bready. Seharusnya para bodyguard mengikutinya seperti anak anjing. Tetap mengikuti dan tidak membiarkan Bready pergi sendirian. Seharusnya lagi Keona kini menghajar atau pun menghujat serta memecat mereka. Tapi tunggu saja, semua akan ia lakukan saat Bready siuman nanti.

Keona berjalan lebih dekat ke arah kaca berharap dengan lebih dekat matanya dapat menangkap sosok Bready di dalam sana. Namun tentu saja semua sia-sia, tirai hijau terlalu tebal untuk di tembus oleh matanya. Ia tidak tahu apa yang harus di lakukan. Perasaan Keona, jangan tanyakan. Ingin sekali menjerit atau menangis histeris, namun ia tidak dapat melakukannya atas sumpahnya pada Bready Alan Daguen.

Derap langkah terdengar, mata tajamnya menoleh mencari sumber suara. Tak lama sosok wanita paruh baya berjalan angkuh menuju tempatnya bersama lima orang pria berjas hitam, aura Bready melekat padanya. Keona seakan tak terlihat, wanita bergaun hitam di hadapannya segera menuju pintu kaca berdiri tegap di sana seakan dapat menembus dan mengetahui apa yang sedang terjadi di dalam sana.

Cukup lama.

Mata biru Keona tetap tertuju pada rambut cokelat tergerai wanita itu. Namun tanpa di duga ia tertangkap. Keona melihat mata serta wajah angkuh Helena Daguen menatapnya, sedikit gugup ia mencoba mengulas senyum walau terlihat patah. Tak terlihat perasaan sedih atau apapun di wajah wanita yang melahirkan Bready, tetap datar seperti biasa.

"Aku memiliki beberapa pekerjaan penting, katakan jika aku datang pada Bready nanti."

Keona terpaku, entah kapan tapi wajah Helena telah berada di hadapannya. Keona hanya dapat mengangguk tanpa suara. Wanita bernama Helena kembali membelakangi, mencoba menembus tirai hijau kini tubuhnya bersedekap.

"Aku yakin para pemilik stasiun televisi mendapatkan ratusan kali lipat keuntungan hari ini dan beberapa hari ke depan," ucap Helena. Tatapannya beralih pada lima orang berjas hitam. "Perketat penjagaan, jangan sampai mereka mengetahui keadaan putraku sedikitpun."

Lima orang pria yang begitu penurut, mereka hanya mengangguk, satu di antara mereka segera pergi. Keona hanya memperhatikan Helena melangkah pergi. Jika dirinya terlihat seperti Helena yang begitu angkuh, maka ia terlihat sangat menyeramkan. Oh Tuhan, Keona tidak ingin menjadi seperti Helena.

Setelah Helena hilang dari pandangan, tanpa sadar Keona menghembuskan napas lega. Keona benci terintimidasi, namun Helena dapat melakukannya. Keona menuju kursi panjang bersejajar, ia tidak tahu apa yang diinginkan dan dirasanya sekarang. Perasaannya begitu hampa, ia mencoba berdoa dan sepertinya Tuhan tidak akan tega jika tidak mengabulkan doanya. Dirinya bukan pendosa dan Tuhan harus mengabulkan doanya walaupun dengan sedikit memaksa.

Hanya satu yang dipinta sembuhkan Bready dan kembalikan keadaan seperti semula, masih banyak yang diinginkan Keona di dunia. Jika situasinya sekarang bagai cerita dongeng hanya dapat meminta satu permohonan seumur hidupnya, ia akan meminta hal yang sama dan merelakan semua keinginannya untuk Bready.

Keona menghela napas, lampu operasi masih menyala. Sepertinya ia harus menunggu beberapa menit atau jam lagi sampai operasi Bready berakhir. Menunggu seorang diri dengan harapan dan doa yang selalu diharapkannya menjadi kenyataan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status