“Tidurmu nyenyak?”Embun sedang menyuap nasi gorengnya ketika Dion menanyakan itu dengan kasual. Beruntung, Embun jadi bisa menjawab pertanyaan tersebut dengan senyum saja karena sejujurnya wanita itu bingung harus menanggapi bagaimana.Kemarin, ia memang melihat Kaisar dan Dion mengobrol, meskipun Dionlah yang aktif mendominasi percakapan dan Embun tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Namun, merasakan betapa tidak nyamannya suasana di meja makan ini, Embun tahu, bahwa sang suami masih tidak menyukai pemilik tempat ini tersebut.Dan Embun tidak mau memancing konflik tambahan dengan Kaisar. Tidak setelah mereka berdamai kemarin.“Selamat pagi. Ini pesanan telurnya.” Tiba-tiba seorang pelayan penginapan mendatangi meja dan mengangsurkan dua piring telur kepada Kaisar, satu telur mata sapi dan satu lagi telur urak-arik.“Terima kasih,” ucap Kaisar. Ia meletakkan dua piring berisi telur tersebut di depan Embun. “Sebagai pendamping nasi gorengmu, Embun.” Pria itu berkata.Embun menoleh ke
“Pokoknya aku tidak mau tahu! Makanan sampah, siapa yang membuat ini, hah!?”Salah seorang pelanggan di restoran tersebut marah-marah, bahkan hingga memukul meja. Suaranya bahkan terdengar hingga tempat duduk Embun. Awalnya, Embun tidak mengatakan apa pun terkait hal tersebut. Namun, karena keributan tak kunjung usai, pada akhirnya, Embun menatap Dion.“Pak Dion, sepertinya kamu perlu ke sana,” ucap Embun. Apalagi, ia mulai menyadari bahwa ada beberapa pelanggan yang diam-diam mengarahkan kamera mereka ke pusat keributan. “Sepertinya manajer restoranmu tidak hadir. Jadi harus kamu yang turun tangan.”Dion menatap Embun sejenak, sebelum perhatiannya teralihkan oleh tindakan Kaisar yang mengangsurkan setengah potong telur mata sapi yang tersisa ke piring Embun. Suami Embun itu tidak mengatakan apa pun, tapi tindak tanduknya seperti pemenang yang jumawa. Seakan sedang mengejek Dion.Dengan emosi tertahan, Dion berdiri. “Aku akan segera kembali, Embun,” ucapnya.Embun melihat kepergian
“Pak Dion, apa maksudnya ini!?”Sang kepala koki tampak marah dan tersinggung, menatap Dion yang berdiri di depannya. Pria itu barus aja melayangkan tangan padanya. Sepasang mata Dion masih menatap sang koki dengan nyalang. Semua emosi yang ada dalam diri pria itu terpampang nyata.Dion tampak tidak peduli dengan keterkejutan semua karyawan yang menyaksikannya melakukan itu.“Apakah bayaran Anda di sini kurang?” tanya Dion pada sang kepala koki. “Sampai-sampai Anda memilih untuk mempermalukan restoran ini dibanding meminta maaf dan mengakui kesalahan Anda?”Si koki tampak tersinggung. Wajahnya memerah dan itu tidak ada kaitannya dengan tamparan yang diberikan Dion padanya beberapa detik yang lalu.“Saya tidak salah,” tandas koki tersebut. “Masakan saya disajikan sesuai resep yang ada, bahkan memenuhi peraturan kesehatan! Saua tidak bersedia mengakui kesalahan yang tidak pernah saya lakukan.”Prang!Tanpa bisa diduga, Dion membanting setumpuk piring yang ada di dekatnya hingga pecah be
“Embun. Jangan dilihat. Lanjutkan sarapanmu.”Meskipun Kaisar sudah berkata demikian, Embun sudah tidak fokus makan karena perkelahian yang jaraknya hanya sepuluh meter dari tempatnya. Tidak peduli seberapa keras wanita itu berusaha untuk tidak melihat ke arah sana.Sementara itu, di tengah restoran tempat perkelahian, si koki yang baru saja terkena tendangan Dion buru-buru bangun dan tertawa. Pria itu terlihat tidak terima dan meninju wajah Dion, membuat para pelanggan lain terkesiap. Beberapa dari mereka bergegas pergi dari sana, sementara yang lain tetap menonton sembari menjaga jarak. Si manajer restoran dan beberapa pelayan berusaha melerai Dion dan si koki, namun gagal karena Dion yang tadinya hampir terjungkal karena pukulan si koki karena tidak memperhitungkan serangan itu, kembali menendang mantan karyawannya itu sampai tersungkur. Ada darah mengalir dari hidung Dion, sementara senyum bengis tercetak di wajahnya yang tampan. Sepintas, Embun melihatnya saat ia tidak bisa m
Sepeninggal Dion, si manajer hotel langsung mengarahkan para bawahannya untuk mengatasi situasi sementara ia menelepon tim pengacara Dion yang memang siaga di area sana. Ada yang mengarahkan para pelanggan agar tidak pergi dari tempat tersebut, ada pula yang membawa si mantan kepala koki pergi dari sana dalam kondisi tidak sadarkan diri.Sesungguhnya, si manajer sendiri bingung bagaimana masalah sebesar ini bisa teratasi. Ini adalah kali pertama untuknya.“Sial, lagi pula kenapa aku harus sakit perut tadi?” rutuk si manajer pada dirinya sendiri. “Bagaimana kalau aku dipecat!?”Tanpa diketahui oleh si manajer dan para karyawan karena kacaunya situasi di sana, vlogger yang tadi memprotes soal masakan restoran tersebut pun masih ada di sana. Diam-diam, pria itu membuat video review yang mencakup semua drama perkelahian yang ada untuk kemudian diviralkan.Kompensasi Dion padanya tadi adalah untuk masakan yang tidak enak, darinya. Persoalan video dan drama ini adalah hal lain lagi.“Bagus
“K-kalau suami Kak Embun tidak ada kegiatan, bagaimana kalau bergabung di kelas? Sebagai pendamping … mungkin?”Baik Embun maupun Kaisar tampak terkejut dengan usul tersebut. Keduanya menatap Kia yang langsung salah tingkah karenanya. Embun sempat mengira kalau Kia seperti itu karena Kaisar, sebelum gadis itu kemudian mendekati Embun dengan papan berisi deretan nama peserta kelas hari itu dan berkata, “Kak. Kita kurang orang. Tadi pagi ada yang izin balik ke ibu kota karena ada keperluan mendadak.”“Oh?” Embun berkedip, kembali terkejut. “Siapa? Kamu tidak bilang.”“Ada di grup, Kak. Kakak tidak baca?”Ah, ya. Karena berpikir kalau ia kesiangan pagi itu, Embun tidak mengecek ponselnya sama sekali dan keluar kamar. Bahkan perubahan jadwalnya pun diberi tahu oleh Kaisar.“Mengenai tawarannya,” Kedua wanita tersebut menoleh pada Kaisar yang tiba-tiba berbicara. “Aku setuju. Mohon arahannya, tentang apa yang harus dilakukan.”Dan, oleh karena, sekarang di dalam kelas berisi 20 peserta aj
“Kalau duda, kayaknya belum punya anak ya,” komentar ibu-ibu itu lagi. “Agak kaku pas ngobrol sama anak-anak.”“Ih, positif aja yuk. Single dia~”Embun diam-diam membatin, “Beliau sudah menikah, Bu. Meski harus dijodohkan dulu karena kerjaan tetap yang utama.”“Tidak mungkin lah orang seganteng itu single.”“Dibilang–”“Oke, aku akan tanya!” Tiba-tiba, salah seorang wanita yang usianya tidak terlalu jauh beda dengan Embun mengumumkan. Ia adalah seorang ibu satu anak perempuan yang sudah menghadiri kelas Embun selama sepekan belakangan ini. Keberadaan Kaisar yang baru ia temui beberapa kali jelas merupakan hiburan untuknya di tempat yang jenuh ini, lantaran ia di sini karena suruhan kakaknya mencari kegiatan bersama buah hati, sejak ia cerai dari suaminya satu tahun yang lalu. Vena namanya.“Duh, Bu Vena ini. Mentang-mentang tidak ada suami~” goda salah seorang ibu-ibu lain, membuat Vena terkikik.Tidak jauh dari sana, Embun tidak bisa ikut terkikik. Wanita itu menahan dongkol. “Kena
“Kamu penasaran karena mendengar nama Dion, Embun?”Embun tidak menjawab pertanyaan Kaisar tersebut, tapi tangannya menggenggam tangan Kaisar lebih erat selama beberapa detik. Seakan memberikan isyarat agar pria tersebut lebih baik diam dulu, tidak bertanya maupun menyimpulkan sendiri dari pikirannya.Entah karena ekspresi serius Embun, atau mungkin saja genggaman tangan wanita itu, Kaisar diam. Pria itu tidak lagi bertanya dan turut memperhatikan gerombolan di depannya.“Kak Embun, aku dengar Kakak ada di restoran itu saat kejadian.” Salah seorang dari anggota kerumunan itu menatap Embun. “Apa benar Pak Dion memukuli karyawan?”Kaisar melihat Embun terkejut, apalagi saat ia disodori sebuah video yang beredar di internet, menunjukkan keganasan Dion saat memukuli karyawan. “Ada lagi,” ucap orang itu, menunjukkan video saat Dion menangani komplain dari vlogger.Hal tersebut membuat Kaisar mengernyit. “Ah, video bocor,” pikir pria itu. Ia yakin bahwa tim kuasa hukum Dion akan memberes