Embun harus keluar dari rumah kakak iparnya, tetapi dengan syarat ia harus menikah lebih dulu agar kakaknya tidak mengkhawatirkan Embun. Namun, yang jadi masalah adalah Embun tidak memiliki kekasih! Di saat kebingungan melanda, si Kakek, pelanggan setia kafenya meminta Embun untuk menikah dengan putra terakhirnya, Kaisar Rahardja. Embun dan Kaisar akhirnya menikah, tetapi mengapa Kaisar mau menikahi Embun begitu saja?
Lihat lebih banyak“Aku merindukanmu, Embun.” Ada sesuatu yang asing saat Embun mendengar pengakuan Kaisar tersebut, sebuah perasaan yang hinggap di hatinya, lalu merambat naik ke wajahnya. Membuat kedua pipi wanita berambut sebahu itu memanas. Ia berdeham, lalu mengalihkan pandangan tanpa mengatakan apa pun karena sepasang mata hitam Kaisar yang menatapnya dengan serius justru makin membuat dadanya berdebar. “Kenapa dia tiba-tiba mengatakan hal itu?” batin Embun sembari berusaha menenangkan dirinya. Sebenarnya, selama ini kesibukan Embun memang wanita itu gunakan untuk mengalihkan dirinya agar tidak memikirkan ataupun merasakan hal-hal yang Embun nilai mampu mendistraksi atau mengganggu dirinya. Ia sedang dilanda masalah bertubi-tubi. Embun tidak bisa membiarkan dirinya terbawa arus begitu saja. Nanti ia bisa gila. Namun, memang, ia mengakui ada sebuah perasaan asing ketika ia jarang bertemu dengan Kaisar beberapa bulan belakangan. Meskipun awalnya ia sangkal, setelah mendengar pengakuan Kaisar …
“Sebenarnya, untuk apa kamu ke sini, Kaisar?”Embun tidak dapat menahan pertanyaan tersebut agar tidak keluar dari bibirnya, membuat Kaisar tertegun. Dan Embun bisa melihatnya.Namun, wanita itu penasaran.Dengan alasan apa Kaisar datang ke sini? Apakah untuk mengecek kebenaran Embun bekerja sama dengan Dion? Atau apa?Sementara itu, saat mendengar pertanyaan dari Embun, Kaisar merasa terusik. Untuk apa? Memangnya harus ada alasan bagi seorang suami untuk menemui istrinya? Istri yang begitu sibuk dan jarang ditemuinya ini? Kenapa Embun harus menanyakan pertanyaan yang sudah jelas-jelas ia tahu alasannya apa?“Kaisar?” panggil Embun lagi karena Kaisar tidak kunjung menjawab. “Apa kamu ke sini untuk mengecek apakah aku benar bekerja atau tidak?”“Tidak,” balas Kaisar pada akhirnya, langsung detik itu juga, Sejak awal, bukan itu alasan ia memutuskan untuk mengajukan cuti dan datang kemari, meskipun saat sampai, Kaisar tidak tahan untuk tidak mengecek tempat kerja Embun dan keseriusa
Ada yang aneh pada sorot mata Kaisar saat mereka bertukar pandangan. Namun, Embun tidak tahu apa itu, karena Kaisar langsung mengalihkan pandangan ke pria asing di hadapan mereka. Manik cokelat Embun mengikutinya, sementara ia terus memeluk Giselle yang masih terisak. “Beliau sudah tidak tampak marah,” batin Embun, merujuk pada ayah Giselle. Kini, pria itu bahkan terlihat bersalah dan kecewa. Embun mengalihkan pandangannya pada ibu Giselle. Wanita itu kini melangkah mendekati suaminya dan mengatakan sesuatu yang tidak bisa Embun dengar. “... Kak, aku tidak mau pulang,” bisik Giselle saat itu, membuat Embun kembali memfokuskan perhatiannya pada gadis kecil dalam pelukan. “... Karena kamu berpikir kalau Mama dan Papa kamu tidak ingin kamu ada bersama mereka?” tanya Embun dengan lembut. Ucapannya membuat isakan Giselle lebih keras saat gadis itu mengangguk pelan. “Tapi, Cantik,” ucap Embun lagi. “Kalau Mama dan Papa tidak ingin bersama dengan kamu, mereka tidak mungkin ada di sini.
“Mereka adalah penculik putri kami!” Embun terkejut mendengar tuduhan itu, terlebih saat sepasang manusia itu menyerbu ke arah mereka. Seorang pria yang tampak garang bahkan berniat menyentuh Embun, tapi Kaisar dengan segera menghalangi pria tersebut. “Lepaskan saya!” Pria asing itu membentak. Kemarahan tercermin dalam tatapan serta suaranya. “Mari kita bicara baik-baik,” ucap Kaisar dengan suara rendah. Namun, wanita yang datang bersama pria asing itu berhasil menggapai Embun dan mendorong istri Kaisar tersebut ke samping. Embun yang terkejut nyaris saja terjatuh jika ia terlambat menyeimbangkan diri. Sementara itu, si wanita asing dengan penampilan glamor tersebut langsung saja memeluk Giselle. “Nyonya–” “Diam kamu, dasar penculik!” sergah si wanita asing, membentak Embun. Pelukannya pada Giselle semakin erat hingga gadis kecil itu tampak tidak nyaman. “Perempuan jahat!” “Nyonya, sebaiknya Anda jaga bicara Anda pada istri saya.” Kaisar menegur. Sepasang mata hitamnya menyorot
“Kamu populer ya ternyata. Sesuai dugaan.”Embun mengernyit mendengar komentar suaminya. “Apa maksudnya itu?” tanyanya.Namun, Kaisar tidak menjelaskan lebih jauh. Ia hanya membetulkan posisi Giselle dalam gendongannya sembari tersenyum pada Embun.Pada akhirnya, Embun tidak menuntut jawaban lebih dan hanya mengehela napas. Ia menatap ke arah Giselle dan mengelus rambut gadis kecil itu pelan.“Oke. Sekarang kamu mau ke mana, Cantik?” tanya Embun.Suara perut Giselle menjadi jawaban dari pertanyaan Embun, membuat wanita berambut sebahu itu menahan senyumnya, khawatir kalau-kalau Giselle berpikir bahwa Embun tengah mentertawakannya.“Mau makan?” Embun bertanya lagi.Giselle mengangguk, sementara Embun masih mengelus rambut gadis itu yang berwarna kecokelatan..Pemandangan ketiga orang itu benar-benar terlihat seperti sebuah keluarga bahagia.“... Paman, mau turun,” gumam Giselle pada Kaisar saat keduanya hampir sampai di restoran di lahan tersebut. “Yakin?” balas Kaisar, sedikit sangs
Embun menunduk dan mengamati ekspresi Giselle saat pemandu grup yang tidak jauh dari posisi mereka. Gadis kecil itu tampak kebingungan, tidak mengerti dengan apa yang orang tersebut katakan. Dengan lembut, Embun menarik tangan Giselle yang masih ada dalam genggamannya, membuat gadis kecil itu mengalihkan perhatiannya pada Embun. “Bingung ya?” tanya Embun dengan ramah. Wanita itu tersenyum kecil. “Kakak juga.” Istri Kaisar tersebut kemudian berjongkok agar tinggi Embun sama dengan Giselle, kemudian ia menjelaskan mengenai bagaimana susu-susu yang saat ini sedang diambil dari sapi dengan cara diperah tersebut bisa diolah menjadi produk seperti yogurt, cokelat, keju, dan lain sebagainya sebelum nanti bisa dijual di supermarket, lalu masuk ke perut Giselle. Embun menjelaskan dengan bahasa yang lebih mudah, bahkan bisa dibilang bahasa anak-anak. Dengan segala jenis intonasi dan suara yang beragam, serta ekspresi wajah yang menarik. Tidak hanya Giselle yang kini fokus pada Embun. Melain
“Tidakkah kamu berpikir kita perlu bicara?” Embun berkedip. “Ya?” “Tidak apa-apa. Itu bisa menunggu,” ujar Kaisar kemudian setelah menghela napas. “Ayo kita antar gadis kecil ini jalan-jalan dulu.” Sebenarnya, akibat ucapan Dion, Kaisar ingin membawa Embun pulang. Mereka juga mungkin akan lebih nyaman mengobrol di apartemen mereka, jauh dari Dion yang mungkin akan menginterupsi. Namun, melihat kepedulian Embun pada gadis kecil tersebut membuat Kaisar melunak. Dan lagi, ia tidak ingin memaksakan kehendaknya pada Embun. Ia ke sini bukan untuk memancing perdebatan dengan Embun, melainkan untuk menyelesaikan masalah mereka dengan bicara baik-baik, seperti saran Nicholas. Kaisar menunduk, menatap gadis kecil yang dipanggil “Giselle” oleh Embun. Usianya sekitar 6 tahun, Kaisar mengira-ngira. Gadis itu balas menatap Kaisar dengan matanya yang besar, tapi hanya beberapa detik sebelum ia kemudian menunduk dan menyembunyikan diri di belakang Embun sembari mencengkeram ujung baju istri Ka
“Embun. Hei.” Panggilan itu membuat Embun membalikkan badan dan mendapati rekannya di belakangnya. “Hei.” Embun tersenyum pada Kia. “Ada apa?” “Aku harus pergi sekarang. Ada kelas lain di sore hari dan aku harus istirahat dulu sebelum bersiap.” Embun mengedarkan pandangan ke sekitar. Semua anak-anak tampaknya sudah dijemput oleh orang tua masing-masing, kecuali Kia. “Oke. Aku akan menunggu sebentar lagi sampai orang tua Giselle menjemput,” ucap Embun. Toh, ia tidak keberatan. Lalu dengan suara pelan, ia menambahkan, “Mereka sudah tahu kalau kelas berakhir sekarang, kan?” “Semua orang tua menerima jadwal, jadi seharusnya mereka tahu,” balas Kia. Ia menghela napas. “Maaf sudah menyusahkanmu, Embun. Terima kasih banyak.” “Sama-sama.” Embun mengangguk. Usai Kia pergi, wanita itu kembali menoleh pada Giselle. “Hei,” panggilnya lembut. “Keberatan kalau aku menunggu di sini bersama kamu?” Perlahan, Giselle menggeleng. “Milkshakenya enak?” tanya Embun kemudian. Ia berusaha mengajak
“Dia mengobrol dengan Dion?” batin Embun. Ia sedikit terkejut dengan perkembangan tersebut karena sepengetahuan Embun, Kaisar tidak suka segala jenis hal yang berhubungan dengan Dion.Kaisar bahkan menginterogasinya saat suaminya itu tahu kalau Embun bekerja dengan Dion.Jadi, kenapa sekarang mereka terlihat akrab mengobrol?Ralat, ada yang aneh. Sepertinya yang terlihat santai hanyalah Dion. Sementara Kaisar, masih seperti biasa, dengan wajah datarnya.“Kak Embun, Kak Embun! Aku nggak mau satu kelompok sama dia!”Perhatian Embun yang tertuju pada Kaisar terpaksa harus teralihkan ketika seorang anak menarik ujung bajunya, meminta perhatian Embun. “Ya?” Embun berucap lembut, akhirnya memberikan fokusnya pada anak kecil tersebut. “Aku nggak mau satu kelompok sama dia!” ulang anak itu sambil menunjuk ke arah seorang gadis kecil yang terdiam di pojok ruangan, seperti sedang menghindari keramaian. “Dia dari tadi diam terus. Sombong banget!” Embun mengalihkan fokusnya, mengikuti arah yan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.