“Cha, kamu akan tinggal di sini mulai sekarang,” ucap Rafael pada Chalista ketika mereka sudah sampai di sebuah apartement luas yang ada di kawasan elit di Jakarta. “Kamu duduk di sana, aku yang akan merapikan ini,” pinta Rafael langsung mengambil koper dan tas yang berisi pakaian gadis itu. Chalista masih mencengkeram erat kopernya membuat Rafael bingung sehingga keadaan menjadi hening karena Chalista hanya mematung di sana. “Raf…..Aku akan menggugurkannya!” Hening! Rafael langsung mematung saat Chalista mengucapkannya, “Apa maksudmu, Cha?” tanya Rafael dengan nada beratnya saat mendengar Chalista mengucapkan itu lagi. “Bukankah kita sudah membicarakan ini kemarin? Kenapa kamu tiba-tiba ingin menggugurkan anak kita?” tanya Rafael bingung, sungguh dia tak tau apa yang terjadi dengan gadis ini. Chalista hanya menggeleng tak mau mengucapkan apapun, padahal pikirannya sangat dipenuhi oleh ucapan Abimanyu yang megancamnya untuk tidak merusak pernikahan Rafael dan Monika tapi sekarang
“Mon, tolong suruh Cha buatin madu lemon di dapur ya, Nina lagi sakit jadi dia gak bisa bantu hari ini,” ucap Mayang pada menantunya yang tengah berjalan menuju ke area ruang tamu tempat Abimanyu tengah menerima tamu penting yang akan berinvestasi di perusahaan mereka.Monika langsung mengangguk saat Mayang mengatakannya karena sejujurnya Monika sudah lama tidak melihat di anak angkat kesayangan itu, hidupnya sangat tenanh di rumah ini semenjak Chalista pindah dari sini, tapi hanya satu yang membuatnya merasa aneh yaitu Rafael.Malah semenjak Chalista pindah dia jadi lebih sering lembur di kantor, apa mungkin hanya perasaannya atau tidak tapi Monika sangat frustasi memikirkan takut perutnya semakin membesar dan rencana yang telah dia rancang menjadi gagal.Monika menemukan adik iparnya di dapur tengah berkutat dengan gelas untuk the yang akan dia buat, dia memperhatikan lekuk tubuh gadis itu dan mengernyit. “Kamu gendutan, ya, Cha?” celutuk Monika tiba-tiba membuat Chalista menjadi ge
“Cha, perasaan kamu kok gendutan ya setelah pindah ke apartement baru,” celetuk Mayang saat dia sedang ada di bandara untuk liburan keluarga ke Bali.Chalista yang merasa sangat tegang karena tiba-tiba mamanya membahas itu hanya tersenyum palsu sebisa mungkin dia menyembunyikan kegelisahannya karena perutnya semakin membesar. Chalista langsung melihat ke arah Monika yang juga menatapnya dengan tatapan aneh. Anehnya perut Monika tak sebesar Chalista walaupun dia tau Monika juga sedang hamil, apa mungkin karena usia kandungan Chalista lebih besar daripada Monika?Kenapa Mayang hanya memperhatikan perubahan tubuh Chalista dibanding menantunya, Monika?“Ehm, iya Ma soalnya aku sekarang sering lembur jadinya pas subuh makan lagi deh, kayaknya aku bakal gendutan tapi gak papa yang penting aku gak setres Ma,” jawab Chalista sambil terawa cengengesan, dia sengaja mengatakan kalau dia akan menjadi gendut kedepannya agar Mayang bisa mempersiapkan diri jika melihat dia berubah nanti.“Tapi kok k
Saat ini Chalista sedang ada di dalam pesawat kelas utama karena memang keluarganya memerlukan privasi mengingat putra mereka sangat terkenal ditambah juga menantunya yang juga merupakan model ternama di tanah air.Chalista sejak tadi berusaha untuk mengistirahatkan tubuhnya tapi rasanya perutnya sangat tidak nyaman dan Chalista mulai merasa mual.Dengan cepat gadis itu berlari ke arah toilet pesawat dan memuntahkan seluruh isi perutnya, dia merasa sangat tidak nyaman.“Huek…..huek…” Chalista benar-benar muntah dan langsung membasuh wajahnya. Namun, tepat sebelum dia ingin muntah kembali sebuah tangan memegangi rambutnya agar rambutnya tidak ikut kotor dan basah.Chalista hanya tersenyum saat mengira yang memegangi rambutnya adalah Rafael karena tadi saat dia berjalan keluar dia tak sengaja melihat Rafael dari dalam kursinya sedang bekerja jadi pasti Rafael yang sedang membantunya.Chalista tak memiliki niatan untuk menoleh karena dia masih menyelesaikan kegaitan mualnya yang tak beru
Rafael berhenti di depan pintu toilet pesawat itu saat dia mendengar dengan sangat jelas suara Chalista di dalam sana dengan seorang pria. Rafael meremas tisu yang dia bawa karena emosi yang dia rasakan.Rahangnya langsung mengeras saat tau Chalista bertemu pria lain di pesawat ini. Rafael tau dia tak punya hak untuk marah tapi kenapa rasanya dia sangat marah hingga ingin menghancurkan semua hal yang dia lihat detik ini juga.Rafael tak langsung masuk saat dia mendengar itu tapi dia menunggu agar bisa mendengar semua pembicaraan Chalista.“Siapa pria yang diajak berbicara? Apa itu pacar yang dia katakan waktu itu?” tanya Rafael pada dirinya sendiri karena dia sangat ingat saat Rafael ingin mengajak Chalista menikah dia langsung menolak dan mengatakan dia sudah punya pacar.“Apa ini pacarnya? Tapi kenapa bisa pacarnya ada di pesawat ini juga?” Rafael tanpa sadar mengernyitkat alisnya.Sementara itu Chalista yang kini menatap mata Abian yang masih menatapnya dengan penuh cinta membuatny
“Awh! Raf…sakit!” lirih Chalista saat Rafael menarik tangannya dengan begitu keras melewati kabin pesawat menuju ke kabin kelas utama tempat Chalista tadi berada. Rafael langsung menutup pintunya dan ikut masuk di sana di ruangan yang sangat sempit itu dengan rahang yang mengeras.“Siapa pria itu?” tanya Rafael langsung tanpa basa basi, tatapannya terlihat menggelap membuat Chalista sangat takut. Sejak awal sebenarnya Chalista memang sangat terintimidasi dengan aura dingin yang dipancarkan pria ini saat awal dia diadopsi seakan-akan tatapan Rafael bisa menembus tubuhnya saking tajamnya sehingga Chalista tak pernah berusaha mendekatii pria ini karena memang Rafael terlihat sangat menakutkan.Sampai kejadian tragis malam itu, saat Rafael tanpa sengaja merenggut keperawanannya dan sekarang Chalista berakhir mengandung anak pertama pria dingin ini.“Dia pilot pesawat ini seperti yang bisa kau lihat tadi,” ucap Chalista berusaha meluruskan keadaan karena memang benar Abian adalah seorang
“A-pa yang kau katakan?” cicit Chalista dengan suara pelannya. Chalista yakin dia salah dengar. Tidak mungkin seorang Rafael Nathan Adijaya yang paling dingin ini mengatakan Chalista cantik bukan?Oh, dalan mimpipun Chalista tak pernah memikirkannya.Tapi apa barusan yang dia dengar?Saat menyadari tatapannya hanyut menatap Chalista, Rafael langsung mendorong pelan gadis itu agar menjauh darinya sambil membuang wajahnya. Rafael benar-benar terlihat seperti orang yang tengah kelepasan.“Bukan apa-apa aku hanya mengatakan ternyata semua wanita terlihat cantik,” dusta Rafael sambil membuang wajahnya membuat Chalista tersenyum jahil.“Oh, ya? Rasanya aku tidak mungkin salah dengar ada yang memujiku dan mengatakan aku cantik. Bukankah hanya ada aku di sini? Wanita mana yang kau maksud, Rafael?” tanya Chalista kini beralih mengerjai Rafael dengan menggunakan nada yang sama seperti yang digunakan pria itu.Rafael yang merasa Chalista tengah menjahilinya langsung menatapnya dengan tatapan int
Chalista dan Rafael baru bisa bernapas lega saat pramugari yang lewat membawa makanan itu kini sudah pergi, Rafael mengusap rambut Chalista yang berjongkok di bawah dengan pelan.“Hey, sudah aman sekarang,” bisik Rafael membuat Chalista langsung berdiri cepat.“Ekmm.” Chalista berdehem pelan untuk menyembunyikan kegugupannya karena posisi berbahaya mereka tadi, wajahnya pasti sudah memerah karena malu sekarang.Rafael terkekeh pelan membuat Chalista langsung menatap horror ke arah pria itu. Sungguh, melihat Rafael dari jarak sedekat ini sangat jauh berbeda dengan Rafael mode CEO di kantornya yang sangat dingin dan penuh perintah.Chalista heran kenapa bisa Rafael berubah secepat itu, apalagi sekarang melihat pria tampan ini terkekeh pelan membuat bulu kuduknya naik karena membayangkan Pak Rafael yang terkekeh seperti itu, bukan Rafael mode bertanggung jawab karena sudah mengamili seorang gadis seperti sekarang.Chalista tersenyum pelan. “Apa yang lucu?” tanyanya penasaran.“Aku menyur