Azhar POV
Aku menunggu kedatangan Erwin dengan gelisah. Katanya dia pergi mengantar pelayan itu ke rumahnya. Katanya itu bukan Mita. Tapi aku tak percaya, Erwin memang suka mengerjaiku. Persahabatan kami walau terbilang singkat tapi kami sudah saling mengetahui dan memahami karakter masing-masing.Menurut Erwin dia dalam perjalanan pulang dari desa Durian. Aku pernah ingat jika Mita pernah bercerita padaku jika kakek dan neneknya tinggal di desa Durian. Aku semakin yakin yang diantarnya adalah Mita.Melihat lengannya tadi yang melepuh membuat hati ini teriris. Bagaimana mungkin dia berada begitu dekatnya denganku namun aku tidak mengenalinya. Apakah karena dosaku padanya sampai aku tak bisa merasakan kehadirannya ?Aku berdiri di jendela, kulihat mobil Erwin memasuki halaman gedung. Aku segera duduk di kursi kebesaranku. Aku ingin tahu apa yang sudah dilakukan asistenku itu.Selang beberapa saat, Erwin masuk ke ruanganku dengan seenaknya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Kulihat dia seakan acuh tak acuh, kelakuannya ini membuatku semakin penasaran.Erwin menarik kursi dan duduk di hadapanku."Sampai dimana tadi pembicaraan kita, soal membangun hotel di pulau Morotai."Sial ! Laki-laki ini sengaja mengabaikan perasaanku yang mengharapkan ada berita baik terkait Mita.Aku menatapnya horor, kulihat dia malah cengengesan."Sabar bro, kau pasti penasaran dengan pelayan itu kan ?"Rasanya aku ingin menonjok wajah asistenku ini saking kesalnya."Tidak !" Jawabku kesal."Benarkah ? ya sudah. Aku menyerahkan cek kosong itu padanya, " ucapan Erwin seakan menohok jantungku."A..apakah dia baik-baik saja ?" tanyaku. Rasanya aku ingin menangis."Sudah pasti dia baik-baik saja. Namanya Tisa, " Erwin terlihat semakin berbelit-belit."Tisa siapa ? Bukankah cek itu harusnya kau berikan pada Mita ?" aku menggebrak meja dan berdiri dengan gusar.Erwin tertawa terbahak-bahak. Aku tahu dia memang sengaja mengisengiku."Ceritakan padaku sepenting apakah dia dihatimu, kau tahu anaknya sangat mirip denganmu namanya Tisa. Dia sangat cantik tapi sayang...." Erwin menggantung kalimatnya.Aku seketika itu duduk dan menatap Erwin dengan serius."Dia adalah bunga desa, saat aku KKN di desanya, aku jatuh cinta dan menikahinya tanpa restu kedua orang tua"Kulihat Erwin kini serius menatapku."Pantas saja wajah anaknya mirip denganmu, lalu mengapa kau menikah dengan nyonya jika ada Mita dihatimu."Air mataku jatuh membasahi pipi, biarlah Erwin mengataiku laki-laki yang cengeng. Andai saja waktu bisa diputar kembali, aku ingin sekali membahagiakannya.Aku lalu menceritakan penyebab perceraian kami. Erwin menarik nafas dalam dan menghempaskannya. Dia yang mendengarkan ceritaku saja sampai seperti itu, apalagi aku yang mengalaminya."Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang ? Aku sudah menyarankan pada Mita untuk berhenti bekerja," ucap Erwin."Entahlah, pikiranku kacau. Tolong bantu aku, lalu bagaimana dengan anakku apakah kau tidak memotretnya ? Aku adalah ayah yang sangat buruk, " gumamku.Erwin menunjukkan ponselnya padaku, rupanya dia sempat mengabadikan foto Mita yang memangku anakku.Air mataku berlinang, gadis mungil ini mirip diriku hanya matanya saja yang seperti mata ibunya."Wajahnya terlihat pucat, apakah ini pengaruh kamera hanphone ?" tanyaku dan mengirimkan foto itu ke ponselku."Anakmu menderita penyakit Thalasemia.""Apa ?" Bagaikan disambar petir aku mendengarnya.Penyakit genetik itu ternyata menurun pada buah hatiku, aku menangis sesenggukan. Yang aku tahu penyakit itu bisa sembuh melalui transplantasi sumsum tulang belakang. Dulu menurut cerita ibu, kakakku tak menemukan pendonornya akhirnya meninggal dunia. Aku tak bisa membayangkan gadis sekecil itu harus menderita penyakit langka itu."Mungkin itulah alasan Mita menjadi cleaning service, anaknya membutuhkan pertolongan.""Tolong bantu aku menemui mereka, aku yakin Mita pasti akan menghindariku," pintaku dengan pilu."Jangan khawatir, cek yang kau berikan sudah diterima Mita, hanya saja kau harus pikirkan bagaimana kelanjutan hidup mereka. Apakah kau tak berniat menikahinya kembali ?"Oh Tuhan, harusnya aku memikirkan itu, tapi kenapa orang lain yang malah menyarankan hal itu padaku ? Kutatap Netra Erwin yang menyorot tajam padaku."Aku tidak yakin, apakah dia masih mau menerimaku atau tidak !" suaraku terdengar pasrah."Tisa bisa menjadi penghubung antara kalian berdua, menikahlah diam-diam tanpa sepengetahuan nyonya Alisha," ucap Erwin pelan.Alisha dan Mita terdapat perbedaan yang sangat mencolok. Mita selain cantik, pembawaannya juga sangat baik. Postur tubuhnya bagaikan seorang pramugari. Matanya elok, kulitnya putih mulus, wajahnya sangat natural, cantik tanpa polesan. Jika dia berdandan wajahnya bagaikan puteri raja yang cantik jelita. Berbeda dengan Alisha, kulit sawo matang, mata yang tajam bagaikan elang dengan wajah pas-pasan. Kelebihannya hanya terlahir kaya sehingga bisa merawat tubuhnya.Awalnya aku tak pernah mau tidur dengan isteriku, namun karena tuntutan biologis untuk wanita yang halal untukku, akhirnya aku menjalani pernikahan itu apa adanya. Walau tak ada cinta tapi setidaknya aku melakukan kewajibanku sebagai seorang suami."Kau melamun ?" Erwin mengagetkan aku."Aku terbayang akan dirinya, kira-kira aku harus memulai dari mana ? Atau aku perlu menceraikan Alisha ?" tanyaku."Apa kau yakin ?""Tak perlu ditanya, aku yakin seratus persen bisa menceraikan dirinya. Hanya saja, yang membuat aku terbebani adalah Mita. Apakah dia bersedia menerimaku kembali ?""Semua terserah padamu, mana yang menurutmu baik lakukanlah. Oh ya, apakah kita minggu depan jadi ke pulau Morotai ?""Iya, tapi aku mohon pastikan keselamatan Mita dan anakku, tempatkan beberapa bodyguard untuk menjaga mereka," titahku."Aku setuju denganmu, isterimu itu bagai singa lapar, tak bisa melihat wanita cantik berada di dekatmu. Apalagi jika dia tahu itu mantan isterimu. Tapi tunggu dulu, apakah saat menikah denganmu dia tau status dudamu ?""Dia tau aku duda tanpa anak, tapi dia tidak pernah bertanya siapa mantan isteriku.""Hmmm, baiklah. Aku akan menempatkan dua orang wanita yang punya ilmu beladiri untuk mengawasi mereka. Aku yakin Mita akan menggunakan uang yang kau berikan untuk mengobati Tisa.""Terima kasih, tolong rahasiakan semua ini. Ibu dan ayahku tak boleh tahu hal ini," pintaku dengan wajah memelas."Siap bos, perintah akan dilaksanakan," Erwin segera berdiri dan mengangkat tangannya memberi hormat.Aku cukup terhibur melihat kekonyolannya. Semoga Mita dan anakku baik-baik saja. Terasa berat meninggalkan mereka dalam kondisi ini. Aku akan berusaha mencari cara untuk menemui anakku.Tak terasa hari sudah menjelang sore, aku bergegas merapikan meja kerjaku. Aku meminta sopir untuk mengantarku ke rumah. Hatiku sedang tidak baik jadi aku tak ingin mengendarai mobilku sendiri.Mengingat kejadian pagi tadi membuatku merasa begitu pengecutnya, belahan hatiku tersakiti namun aku tak menyadarinya. Bahkan ketika aku berada di sampingnya aku bahkan tak memberikan pertolongan padanya. Aku baru merasakan sakit dan kehampaan seperti hari ini. Mungkin ini pantas aku terima karena telah menyia-nyiakan mereka.Aku menatap cek kosong di tanganku, menurut Erwin, aku bisa menuliskan angka nominal satu milyar. Aku berpikir untuk membeli hunian di kota yang dekat dengan sekolah, aku ingin menjadi guru honorer, walau tak di gaji tapi setidaknya aku bisa memasukkan Tisa di sekolah itu. Pagi ini aku ke bank hendak mencairkan cek yang diberikan Erwin. Tak mungkin bagiku untuk membawa uang tunai yang cukup banyak, sehingga aku membuka tabungan dan mentransfer uangnya ke buku tabungan milikku. Aku hanya mengambil uang tunai lima puluh juta untuk keperluanku.Terpikir olehku untuk membeli ponsel baru untukku dan ibuku. Aku membeli ponsel android agar bisa menyimpan fotoku dan Tisa di dalam ponsel.Saat aku keluar dari mall, seseorang menyodorkan selebaran."Dilihat-lihat dulu mbak, perumahan yang cukup indah dan nyaman untuk di tinggali."Akhirnya aku berhenti dan menerima selebaran itu, aku lalu di tuntun ke konter tempat menawarkan hunian minimalis.Aku mengamati market hunian di dalam sebuah kaca,
Alisha POVAku terlahir kaya, karena ayahku adalah seorang pebisnis handal, sehingga aku tak merasakan yang namanya hidup susah. Ketika aku genap berusia dua puluh tahun aku dijodohkan dengan anak dari teman sekolah ayahku. Awalnya aku menolak karena aku ingin menikah dengan laki-laki yang minimal punya level yang sama denganku. Tetapi saat aku melihat pria yang dijodohkan denganku adalah sosok yang sangat tampan, akhirnya malah aku yang meminta untuk segera mempercepat pernikahannya.Bahkan ketika aku tahu dia telah berstatus duda tanpa anak, aku tetap menerimanya, hitung-hitung untuk memperbaiki keturunan. Aku sangat mencintainya, bahkan aku tak ingin ada wanita manapun yang dekat dengannya, bahkan itu karyawan. Menurut ibu mertuaku, jika mantan isterinya hanyalah seorang petani miskin yang tinggal di pedalaman, jadi aku tidak begitu mengkhawatirkannya. Lagian menurut cerita mertua jika pernikahan sebelumnya suamiku hanyalah sebuah kecelakaan, katanya wanita itu hamil di luar nikah
Aku semakin emosi melihat ulah suamiku yang tidak biasanya."Katakan ada apa denganmu hari ini Azhar?" teriakku dengan emosi."Bukankah aku sudah katakan padamu jangan menggangguku?" jawab Azhar tak kalah nyaringnya.Aku terbelalak, biasanya Azhar tak akan membalasku seperti ini. Ini pasti karena wanita itu."Apa karena pelayan itu membuatmu bersikap padaku seperti ini hah?""Pelayan siapa yang kau maksud, apa karena kau anak orang kaya sehingga menganggap semua orang itu rendahan dimatamu?" bentak Azhar tak kalah garangnya.Aku melotot, apakah aku tak salah dengar ? Suamiku yang begitu penurutnya sekarang bagaikan seekor singa yang keluar dari hutan rimba. Aku seakan tersadar, bukankah sekarang dia adalah pemilik perusahaan Citra Karya ?"Ooh jadi dia rupanya yang membuatmu begini, camkan dengan baik di dalam hatimu Azhar. Tak akan kubiarkan seorangpun berhasil merebutmu dariku, tidak akan. Titik !""Siapa yang merebut siapa ? Apa kau sadar jika selama ini kau bertindak seolah-olah k
Aku semakin curiga dengan sikap Azhar, malam ini aku tidur dikamar yang terpisah. Rencananya besok aku akan ke kantor. Aku bahkan tak perduli lagi suamiku sudah makan atau belum. Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan berdandan cantik, kupandangi wajahku di cermin, wajah ini jika dipoles dengan makeup pasti terlihat cantik dan anggun. Aku sangat bangga dengan kondisiku sekarang, semua bisa dibeli dengan uang. Kulihat suamiku sudah duduk di ruang makan untuk sarapan dengan pakaian kantornya, aku hanya melihatnya sekilas. Diapun pura-pura tak melihatku. Aku mengambil kunci mobil di lemari dan segera pergi tanpa bicara apapun. Kulirik jam tanganku. Waktu menunjukkan pukul 07.00. Aku pastikan jika manager personalia berada di kantornya, sekalian aku ingin melihat apakah wanita cantik itu masih punya nyali untuk datang di kantor. Seperti dugaanku, manager personalia sudah berada di ruangannya. "Mari nyonya, tumben datang pagi-pagi." Manager Personalia mempersilahkan aku duduk dikursi
Azhar POV Pagi ini aku sengaja bangun lebih awal dan bersiap-siap ke kantor, aku langsung menuju ruang makan tanpa menunggu Alisah memanggilku. Kulihat dengan sudut mataku Alisha keluar dengan pakaian rapi, melewatiku tanpa bicara apapun. Akupun pura-pura tak melihatnya dan memilih menikmati sarapanku. Selesai sarapan aku langsung ke kantor. Rupanya Erwin belum tiba. Aku berjalan menuju lift dan langsung naik menuju ruanganku di lantai tujuh. Ruanganku terlihat sangat bersih dan rapi, aromanyapun begitu menenangkan. Aku berharap Mita yang membersihkan ruangan ini, tapi aku ingat jika Erwin telah menyuruhnya untuk berhenti. Tengah membuka-buka dokumen terdengar ketukan di pintu ruanganku. "Masuk !" Pintu dibuka, dan nampaklah manager personalia memasuki ruanganku dengan tergesa-gesa. Sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin dia sampaikan. "Duduklah." "Nyonya baru saja keluar dari ruang personalia," lapor manager yang bernama Aslam. Aku terkejut dan menatap Aslam dengan ra
Azhar POV Siang itu, aku dan Erwin berembuk untuk mencari cara agar bisa menyatukan aku dan Mita. Kuserahkan semua rencana dan eksekusinya pada Erwin. Rencana kami mulai dari Ibunya Mita. Maka peran Salsa dibutuhkan dalam hal ini, dan menurut laporan Salsa pada Erwin, jika dia telah berhasil meyakinkan Ibunya Mita, dengan menceritakan sebagian kebenaran agar tidak membuat ibunya ketakutan. Dan berkat bantuan Dr. Rian pula, kami berhasil menyuruh Mita ke Jakarta bertemu dengan teman baiknya Dr. Rian. Aku bersembunyi diruang perawat, tatkala melihat Mita agak ragu dengan perintah Dr. Rian. Namun karena dorongan ibunya yang kini mendukungku, akhirnya Mita pergi juga. Saat Mita dan dua pengawalnya pergi, aku menghampiri mantan ibu mertuaku. Aku memeluknya sambil menangis, kujelaskan semua yang terjadi sehingga dia hanya bisa menangis dan menepuk bahuku. "Mohon restui aku bu, aku ingin kembali mempersunting putri ibu." Mantan ibu mertuaku tak berkata apapun, mungkin dia ragu karena
Pertemuanku bersama Dr. Rian berlangsung di ruang praktek Rumah Sakit Umum PB. Rupanya Erwin sudah memberi tahu adiknya itu, sehingga Dr. Rian tidak bertanya apa-apa lagi tentang diriku. "Sebenarnya, penyakit Thalasemia bisa disembuhkan dengan cara transplantasi sum-sum tulang belakang, jika anda tidak keberatan, saya akan memeriksa anda apakah anda bisa menjadi pendonor yang tepat untuknya." Demi untuk anakku aku bersedia melakukannya, pagi itu aku menjalani pemeriksaan apakah type sum-sum tulangku cocok untuk Tisa. Namun sayangnya hasil pemeriksaan menunjukkan ketidak cocokan. "Apakah ada keluarga lain yang bisa kami temukan kecocokannya dengan puteri anda ?" tanya Dr. Rian. Aku mengangguk, aku yakin ibuku bisa menjadi pendonor yang tepat untuk puteriku, tapi bagaimana aku memberitahunya? "Sambil mencari pendonor yang tepat, kita lakukan transfusi darah pada anak anda," ucap Dr. Rian. Aku hanya meringis mendengarnya, anak sekecil itu harus menjalani hal itu sungguh sangat memi
Setelah teleponku dengan ibu tersambung, aku bernafas lega. Menurut ibu, transfusi darah untuk Tisa sementara berlangsung. Kami lalu melewati jalan tol agar cepat tiba di rumah sakit. "Tuh kan, tidak ada apa-apa, kamu sih terlalu khawatir," cibir Salsa."Ya, harus dimaklumi Sa, kamu kan belum ngerasain yang namanya nikah dan punya anak. Pastilah akan menghadapi situasi seperti yang dirasakan Mita sekarang," ucap Nabila sambil matanya tetap fokus di depan kemudi.Sedangkan perawat kulihat, tertidur di jok belakang di samping Salsa. Aku duduk di depan samping Nabila.Aku tiba dan langsung disambut ibu, kulihat wajah ceria wanita yang telah melahirkanku ini sehingga membuatku tenang. Aku yakin Tisa pasti baik-baik saja walau aku tak mendampinginya.Saat aku hendak masuk ke dalam ruangan, kulihat Dr. Rian keluar dengan wajah panik."Oh untunglah ibu Mita sudah datang, Tisa dalam kondisi kritis."Aku segera menghambur ke dalam ruangan, seorang perawat nampak memasangkan alat monitor jantu