Share

9. Dia Mantan Isteriku

Azhar POV

Aku menunggu kedatangan Erwin dengan gelisah. Katanya dia pergi mengantar pelayan itu ke rumahnya. Katanya itu bukan Mita. Tapi aku tak percaya, Erwin memang suka mengerjaiku. Persahabatan kami walau terbilang singkat tapi kami sudah saling mengetahui dan memahami karakter masing-masing.

Menurut Erwin dia dalam perjalanan pulang dari desa Durian. Aku pernah ingat jika Mita pernah bercerita padaku jika kakek dan neneknya tinggal di desa Durian. Aku semakin yakin yang diantarnya adalah Mita.

Melihat lengannya tadi yang melepuh membuat hati ini teriris. Bagaimana mungkin dia berada begitu dekatnya denganku namun aku tidak mengenalinya. Apakah karena dosaku padanya sampai aku tak bisa merasakan kehadirannya ?

Aku berdiri di jendela, kulihat mobil Erwin memasuki halaman gedung. Aku segera duduk di kursi kebesaranku. Aku ingin tahu apa yang sudah dilakukan asistenku itu.

Selang beberapa saat, Erwin masuk ke ruanganku dengan seenaknya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Kulihat dia seakan acuh tak acuh, kelakuannya ini membuatku semakin penasaran.

Erwin menarik kursi dan duduk di hadapanku.

"Sampai dimana tadi pembicaraan kita, soal membangun hotel di pulau Morotai."

Sial ! Laki-laki ini sengaja mengabaikan perasaanku yang mengharapkan ada berita baik terkait Mita.

Aku menatapnya horor, kulihat dia malah cengengesan.

"Sabar bro, kau pasti penasaran dengan pelayan itu kan ?"

Rasanya aku ingin menonjok wajah asistenku ini saking kesalnya.

"Tidak !" Jawabku kesal.

"Benarkah ? ya sudah. Aku menyerahkan cek kosong itu padanya, " ucapan Erwin seakan menohok jantungku.

"A..apakah dia baik-baik saja ?" tanyaku. Rasanya aku ingin menangis.

"Sudah pasti dia baik-baik saja. Namanya Tisa, " Erwin terlihat semakin berbelit-belit.

"Tisa siapa ? Bukankah cek itu harusnya kau berikan pada Mita ?" aku menggebrak meja dan berdiri dengan gusar.

Erwin tertawa terbahak-bahak. Aku tahu dia memang sengaja mengisengiku.

"Ceritakan padaku sepenting apakah dia dihatimu, kau tahu anaknya sangat mirip denganmu namanya Tisa. Dia sangat cantik tapi sayang...." Erwin menggantung kalimatnya.

Aku seketika itu duduk dan menatap Erwin dengan serius.

"Dia adalah bunga desa, saat aku KKN di desanya, aku jatuh cinta dan menikahinya tanpa restu kedua orang tua"

Kulihat Erwin kini serius menatapku.

"Pantas saja wajah anaknya mirip denganmu, lalu mengapa kau menikah dengan nyonya jika ada Mita dihatimu."

Air mataku jatuh membasahi pipi, biarlah Erwin mengataiku laki-laki yang cengeng. Andai saja waktu bisa diputar kembali, aku ingin sekali membahagiakannya.

Aku lalu menceritakan penyebab perceraian kami. Erwin menarik nafas dalam dan menghempaskannya. Dia yang mendengarkan ceritaku saja sampai seperti itu, apalagi aku yang mengalaminya.

"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang ? Aku sudah menyarankan pada Mita untuk berhenti bekerja," ucap Erwin.

"Entahlah, pikiranku kacau. Tolong bantu aku, lalu bagaimana dengan anakku apakah kau tidak memotretnya ? Aku adalah ayah yang sangat buruk, " gumamku.

Erwin menunjukkan ponselnya padaku, rupanya dia sempat mengabadikan foto Mita yang memangku anakku.

Air mataku berlinang, gadis mungil ini mirip diriku hanya matanya saja yang seperti mata ibunya.

"Wajahnya terlihat pucat, apakah ini pengaruh kamera hanphone ?" tanyaku dan mengirimkan foto itu ke ponselku.

"Anakmu menderita penyakit Thalasemia."

"Apa ?" Bagaikan disambar petir aku mendengarnya.

Penyakit genetik itu ternyata menurun pada buah hatiku, aku menangis sesenggukan. Yang aku tahu penyakit itu bisa sembuh melalui transplantasi sumsum tulang belakang. Dulu menurut cerita ibu, kakakku tak menemukan pendonornya akhirnya meninggal dunia. Aku tak bisa membayangkan gadis sekecil itu harus menderita penyakit langka itu.

"Mungkin itulah alasan Mita menjadi cleaning service, anaknya membutuhkan pertolongan."

"Tolong bantu aku menemui mereka, aku yakin Mita pasti akan menghindariku," pintaku dengan pilu.

"Jangan khawatir, cek yang kau berikan sudah diterima Mita, hanya saja kau harus pikirkan bagaimana kelanjutan hidup mereka. Apakah kau tak berniat menikahinya kembali ?"

Oh Tuhan, harusnya aku memikirkan itu, tapi kenapa orang lain yang malah menyarankan hal itu padaku ? Kutatap Netra Erwin yang menyorot tajam padaku.

"Aku tidak yakin, apakah dia masih mau menerimaku atau tidak !" suaraku terdengar pasrah.

"Tisa bisa menjadi penghubung antara kalian berdua, menikahlah diam-diam tanpa sepengetahuan nyonya Alisha," ucap Erwin pelan.

Alisha dan Mita terdapat perbedaan yang sangat mencolok. Mita selain cantik, pembawaannya juga sangat baik. Postur tubuhnya bagaikan seorang pramugari. Matanya elok, kulitnya putih mulus, wajahnya sangat natural, cantik tanpa polesan. Jika dia berdandan wajahnya bagaikan puteri raja yang cantik jelita. Berbeda dengan Alisha, kulit sawo matang, mata yang tajam bagaikan elang dengan wajah pas-pasan. Kelebihannya hanya terlahir kaya sehingga bisa merawat tubuhnya.

Awalnya aku tak pernah mau tidur dengan isteriku, namun karena tuntutan biologis untuk wanita yang halal untukku, akhirnya aku menjalani pernikahan itu apa adanya. Walau tak ada cinta tapi setidaknya aku melakukan kewajibanku sebagai seorang suami.

"Kau melamun ?" Erwin mengagetkan aku.

"Aku terbayang akan dirinya, kira-kira aku harus memulai dari mana ? Atau aku perlu menceraikan Alisha ?" tanyaku.

"Apa kau yakin ?"

"Tak perlu ditanya, aku yakin seratus persen bisa menceraikan dirinya. Hanya saja, yang membuat aku terbebani adalah Mita. Apakah dia bersedia menerimaku kembali ?"

"Semua terserah padamu, mana yang menurutmu baik lakukanlah. Oh ya, apakah kita minggu depan jadi ke pulau Morotai ?"

"Iya, tapi aku mohon pastikan keselamatan Mita dan anakku, tempatkan beberapa bodyguard untuk menjaga mereka," titahku.

"Aku setuju denganmu, isterimu itu bagai singa lapar, tak bisa melihat wanita cantik berada di dekatmu. Apalagi jika dia tahu itu mantan isterimu. Tapi tunggu dulu, apakah saat menikah denganmu dia tau status dudamu ?"

"Dia tau aku duda tanpa anak, tapi dia tidak pernah bertanya siapa mantan isteriku."

"Hmmm, baiklah. Aku akan menempatkan dua orang wanita yang punya ilmu beladiri untuk mengawasi mereka. Aku yakin Mita akan menggunakan uang yang kau berikan untuk mengobati Tisa."

"Terima kasih, tolong rahasiakan semua ini. Ibu dan ayahku tak boleh tahu hal ini," pintaku dengan wajah memelas.

"Siap bos, perintah akan dilaksanakan," Erwin segera berdiri dan mengangkat tangannya memberi hormat.

Aku cukup terhibur melihat kekonyolannya. Semoga Mita dan anakku baik-baik saja. Terasa berat meninggalkan mereka dalam kondisi ini. Aku akan berusaha mencari cara untuk menemui anakku.

Tak terasa hari sudah menjelang sore, aku bergegas merapikan meja kerjaku. Aku meminta sopir untuk mengantarku ke rumah. Hatiku sedang tidak baik jadi aku tak ingin mengendarai mobilku sendiri.

Mengingat kejadian pagi tadi membuatku merasa begitu pengecutnya, belahan hatiku tersakiti namun aku tak menyadarinya. Bahkan ketika aku berada di sampingnya aku bahkan tak memberikan pertolongan padanya. Aku baru merasakan sakit dan kehampaan seperti hari ini. Mungkin ini pantas aku terima karena telah menyia-nyiakan mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status