Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang, senyum sinis Alisha mengganggu pikiranku. Aku segera menekan pedal gas agar langsung tiba secepatnya di kantor.Ketika memasuki area parkiran gedung kantor kulihat mobil Erwin sudah terparkir lebih dulu. Aku bergegas menuju ke lantai tujuh. Sapaan para karyawan kubalas dengan anggukan kepala."Tuan Erwin sudah menunggu di dalam tuan," lapor sekretarisku.Aku hanya mengangguk lalu masuk ke dalam ruangan, kulihat Erwin sedang duduk menyilangkan kedua kakinya di kursi sofa. Aku menaruh tas kantor di meja lalu menghampiri Erwin."Sudah lama ?" tanyaku."Lumayan," jawab Erwin tersenyum."Ah kamu, jangan membohongiku. Bagaimana hasil pertemuanmu dengan dokter spesialis di Rumah Sakit ?" tanyaku dengan tak sabar."Maaf, aku hanya berbincang-bincang dengan adikku. Menurut penuturannya, terkadang pasien yang memiliki sakit seperti itu sulit terdeteksi kecuali pasien yang sakit itu datang berobat. Cobalah untuk mengajak isterimu berobat, penyakit i
Mita POVSuasana kompleks perumahan sudah di ramaikan dengan pedagang keliling yang menjalankan dagangannya. Aku berdiri di tepi jalan menanti kedatangan Tisa yang di jemput Salsa. Awalnya aku merasa ragu untuk mengizinkan Tisa menginap di rumah Alisha, namun demi alasan kemanusiaan aku mengizinkannya.Dari kejauhan aku melihat mobil Salsa memasuki area kompleks, akhirnya hati ini tentram. Aku bernafas lega, tak berapa lama mobil itu berhenti tepat di sampingku."Mama....!" Teriak Tisa saat melihatku dari jendela mobil.Aku membukakan pintu untuknya dan segera memeluknya dengan erat. Aku membimbing Tisa masuk ke rumah. Aku telah menyiapkan buku catatan yang akan di bawanya ke sekolah. "Tisa sudah sarapan ?" tanyaku lalu memakaikan tas ransel sekolah di bahunya."Sudah !" Jawab Tisa."Ayo mama antar ke sekolah, ceritanya nanti pulang sekolah saja,," ucapku saat melihat Tisa yang ingin mengatakan sesuatu.Kemudian kami bergegas keluar dan berpamitan pada ibuku dan Salsa. Nabila tak ter
Aku memilih untuk memendam sendiri apa yang kualami hari ini, aku tak ingin membuat heboh seisi rumah dengan ceritaku."Tadi ayah Tisa menelpon, katanya nomor ponselmu sejak tadi dihubungi tidak aktif," Salsa menyampaikan pesan ayah Tisa padaku.Aku merogoh tas tanganku, kulihat ponselku ternyata off. Mungkin aku tak sengaja memencet tombolnya."Oh ternyata ponselku mati!" kataku sambil mengajak Tisa masuk ke dalam kamar.Aku mengganti baju sekolah Tisa dengan pakaian rumah. "Tisa mau makan ?""Aku masih kenyang ma ntar lagi, aku mau menggambar lagi," jawab Tisa.Aku hanya mengiyakan saja, menggambar bukanlah pekerjaan yang berat tapi aku harus mendampinginya agar tak kelelahan.Tak berapa lama setelah ponsel ku nyalakan, tiba-tiba berdering, aku tak perlu melihat lagi siapa penelponnya karena aku sudah menaruh nada dering khusus untuk suamiku."Hallo, iya maaf aku baru tiba di rumah, tadi ponselku kehabisan baterai," kilahku saat Azhar menelpon dengan segudang protesnya."Aku baru s
Ternyata tamu yang dimaksud Nabila adalah pemuda yang kulihat saat di sekolah Tisa. Mereka adalah orang suruhan suamiku yang memantau keberadaan kami dari jauh."Maaf atas kedatangan kami ini bu, seharusnya kami memberitahu ibu lebih dulu," seorang pria bertubuh tinggi menjabat tanganku."Tidak apa-apa, mari silakan duduk," ucapku sambil mempersilakan mereka duduk."Kenalkan nama saya Ivan dan ini teman saya namanya Jeck," Ivan yang bertubuh tinggi memperkenalkan diri. Aku mengingatnya karena dia yang terus-terusan memperhatikan aku di depan sekolah Tisa. Kami berbincang panjang lebar, kurasa upaya suamiku untuk melindungi kami terlalu berlebihan, terpikir olehku untuk menyambangi Alisha sekedar bersilaturahmi karena dia dalam keadaan sakit. Aku ingin membawakannya makanan atau bingkisan yang tentunya membuat orang yang di besuk merasa senang."Terima kasih sudah menjaga kami, sepertinya kalian terlalu berlebihan melindungi kami," ucapku."Maaf bu, kami hanya menjalankan perintah, ta
"Anak ibu menderita penyakit Thalasemia." Bagai disambar petir aku mendengar ucapan dokter yang terasa asing di telingaku. Aku yang hanya lulusan Sekolah Menengah Atas ini tentunya sedikit bingung dengan penyakit yang namanya Thalasemia. "Ba..bagaimana itu bisa terjadi dok, dan itu penyakit apa?" tanyaku dengan bingung. Aku melarikan anakku Tisa yang kini berusia lima tahun ke rumah sakit, karena dia tiba-tiba sesak nafas saat bermain dengan teman seusianya di halaman rumahku. "Ini adalah penyakit yang disebabkan oleh kelainan genetik yang memengaruhi produksi sel darah merah." Penjelasan Dr. Rian malah semakin membuatku kebingungan, penyakit genetik artinya penyakit keturunan. Apakah ada keluargaku yang menderita penyakit ini ? ataukah menurun dari mantan suamiku? "Lalu apa solusinya dok, aku harus bagaimana?" rasanya aku tak tega melihat anakku terbujur pucat di ruang perawatan kelas dua berbaur dengan dua pasien lain, dan tangan mungilnya terpasang selang infus. "Penyakit in
Pukul empat subuh aku terbangun, ibu dan anakku masih tertidur pulas. Aku bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyelesaikan semua rutinitas mandiku. Aku menggelar sejadah dan menunaikan sholat subuh, lalu aku segera memasukan pakaian seragamku ke dalam tas. Waktu masih menunjukkan pukul 4.30, aku membangunkan ibuku dan berbisik jika aku akan segera pergi bekerja. Dengan restu ibu kulangkahkan kaki ini dengan sebelumnya mencium kening anak semata wayangku.Aku tiba digedung kantor, rupanya satpam lebih dulu membuka pintu gerbang sehingga dengan mudahnya aku masuk ke gedung bertingkat yang megah itu. Tidak terlalu sulit untuk masuk ke dalam gedung karena aku sudah memiliki kartu tanda pengenal. Aku segera menuju ke ruang ganti, ternyata disana sudah ada Faijah dengan pakaian seragam yang rapi. "Dah lama ?" tanyaku pada Faijah."Baru saja, ayo buruan sebelum pimpinan kita tiba," jawabnya. Mendengar itu aku buru-buru mengganti pakaian kerjaku. Kutatap sejenak wajahku di cermin, rupan
Saat aku harus berjuang melahirkan buah hati kami, suamiku tak terlihat. Dan kemudian di saat anakku berusia lima bulan, datanglah seorang pengacara meminta tanda tangan persetujuan cerai dariku. Hati ini terlalu sakit, dia bahkan tak pernah melihat wajah Tisa yang begitu mirip dengan dirinya. Kuhempaskan nafasku dengan kuat, lalu bergegas keluar. Aku melakukan pekerjaanku dengan tekun, kubuang semua kenangan indah tentang suamiku. Bagiku, dia sudah mati. Sekarang aku harus berjuang untuk menghidupi anakku sendiri. Apapun akan aku lakukan untuk kesembuhan dan masa depannya. Dialah hartaku satu-satunya selain ibu.Derap langkah sepatu hels menggema di lantai satu. Kuangkat wajahku, nampak seorang wanita dengan pakaian elegan berkulit sawo matang melangkah di dampingi dua orang pengawal. Aku sudah bisa menduga jika wanita ini pasti isteri bos. Dari gayanya yang terlihat sangat arogan sudah menunjukkan jika dialah wanita yang menjadi obrolan karyawan di kantin pagi tadi. Sebisa mungkin
Azhar POVPerusahaan ini kini resmi menjadi milikku setelah aku membelinya dari ayah mertuaku sendiri. Aku dulu hanyalah seorang karyawan yang dibayar diperusahaan induk di Jakarta. Namun kini perusahaan ini sudah berlepas diri dan menjadi milikku.Aku berusaha merubah pola manajemen yang berlaku selama ini, aku tak mau membeda-bedakan semua karyawan. Sebisa mungkin aku ingin menjadi sosok pemimpin yang ideal di perusahaanku.Sore itu aku sengaja mengadakan pertemuan dengan para cleaning service setelah paginya aku mengadakan meeting dengan para karyawan perusahaan. Perusahaanku bergerak di bidang real estate.Asisitenku datang melapor jika para cleaning service sudah berkumpul di atap gedung yang aku sulap sebagai tempat nongkrong yang indah, juga bisa digunakan sebagai tempat pendaratan helikopter."Para petugas kebersihan sudah siap di lantai atas bos," Erwin melongokkan kepalanya di pintu.Aku lalu bergegas keluar, dimana para manager dan asisten sudah menungguku di ujung tangga.