Azhar POV
Perusahaan ini kini resmi menjadi milikku setelah aku membelinya dari ayah mertuaku sendiri. Aku dulu hanyalah seorang karyawan yang dibayar diperusahaan induk di Jakarta. Namun kini perusahaan ini sudah berlepas diri dan menjadi milikku.Aku berusaha merubah pola manajemen yang berlaku selama ini, aku tak mau membeda-bedakan semua karyawan. Sebisa mungkin aku ingin menjadi sosok pemimpin yang ideal di perusahaanku.Sore itu aku sengaja mengadakan pertemuan dengan para cleaning service setelah paginya aku mengadakan meeting dengan para karyawan perusahaan. Perusahaanku bergerak di bidang real estate.Asisitenku datang melapor jika para cleaning service sudah berkumpul di atap gedung yang aku sulap sebagai tempat nongkrong yang indah, juga bisa digunakan sebagai tempat pendaratan helikopter."Para petugas kebersihan sudah siap di lantai atas bos," Erwin melongokkan kepalanya di pintu.Aku lalu bergegas keluar, dimana para manager dan asisten sudah menungguku di ujung tangga.Nampak olehku petugas kebersihan yang berjumlah dua puluh enam orang berbaris dengan rapi sesuai aba-aba dari asisten personalia.Kulihat gadis di bagian belakang seakan bersembunyi dan tak ingin melihatku. Makanya aku memintanya untuk maju kedepan. Namun lagi-lagi gadis yang kumaksud malah menyembunyikan dirinya. Aku jadi penasaran."Yang satu lagi maju."Kulihat gadis itu berjalan kedepan sambil terus menunduk. Dan ketika dia mendongak aku terkejut, jika asistenku tidak segera menahan tanganku maka aku nyaris jatuh terjengkang.Gadis yang kuceraikan lima tahun yang lalu kini berdiri tepat dihadapanku. Aku bahkan tak bisa berkata-kata sehingga tugasku memberi arahan diambil alih asistenku.Hatiku tercabik saat melihat air mata gadis yang sangat kucintai menetes ke lantai. Rasanya aku ingin berlari memeluknya. Aku menangis di relung hatiku yang paling dalam, aku laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Aku meninggalkannya berjuang melahirkan buah hatiku yang aku bahkan tak tahu bagaimana wajah anakku saat lahir.Ancaman ibuku yang hendak bunuh diri jika aku tak menikahi Alisha membuatku melakukan hal yang sangat bodoh. Aku terlalu pengecut sehingga aku hanya bisa menyuruh pengacara untuk pergi ke desanya.Aku tahu dia membenciku, aku tak henti-hentinya menatap wanita yang pernah mengisi relung hati ini. Aku tahu Mita pura-pura tak melihatku.Saat barisan itu bubar, aku sengaja meminta asistenku menyuruh Mita untuk keruanganku. Namun mantan isteriku itu bahkan tak menoleh sedikitpun padaku. Dia hanya mengangguk dan berlalu.Aku menunggunya hampir sejam lamanya, tapi dia tak kunjung datang. Seharusnya aku sudah bisa menyadari jika Mita tak mungkin bersedia menemuiku.Mita tak pernah tahu jika aku sebenarnya masih mencintainya. Aku harus membantunya agar tak lagi menjadi cleaning service, walau dia bukan sarjana tapi setidaknya aku ingin memberikan pekerjaan yang layak untuknya.Pagi harinya aku berusaha datang lebih pagi agar bisa bertemu Mita. Asistenku sampai memandangku keheranan."Bos datang sepagi ini apa karena gadis itu ?""Pindahkan dia ke lantai tujuh khusus membersihkan ruanganku," perintahku tak bisa dibantah, kulihat asistenku hendak mengatakan sesuatu, namun saat melihat mataku melotot akhirnya dia diam dan segera keluar dari ruanganku.Asistenku tahu apa yang harus dia lakukan, kulihat dari monitor di ruanganku jika dia segera masuk lift menuju ke lantai satu. Aku sudah tidak sabar ingin memeluk mantan isteriku ini. Sungguh aku sangat merindukannya.Selang beberapa saat kemudian Erwin asistenku masuk ke ruanganku dengan mengetuk pintu terlebih dahulu. Aku yang sedang duduk dengan tidak sabar segea mendongak."Bagaimana ?" Tanyaku."Aku sudah memindahkannya seperti yang anda perintahkan, namun gadis itu tak ada di ruangannya," ucap Erwin."Maksudmu ?""Setelah menyelesaikan pekerjaannya, dia minta izin pulang, menurut temannya hari ini anaknya sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit""Apa ?!" Aku terkejut dan berdiri seketika.Erwin menatapku dengan tidak percaya."Ada apa bos, dia hanyalah cleaning service," ucapan Erwin seakan menyadarkanku. Aku lalu duduk kembali dan mengatur nafasku senormal mungkin.Apakah karena anakku dia harus rela menjadi cleaning service ? Oh Tuhan betapa berdosanya diriku yang tidak menafkahi anakku satu-satunya. Atau apakah dia sudah menikah ?Berbagai pertanyaan berkecamuk di dalam benakku."Minta pada bagian personalia untuk membawa dokumen lamarannya ke ruanganku sekarang."Erwin melotot, selain asistenku, dia sebenarnya adalah sahabat baikku. Aku bersahabat dengannya setelah perceraian itu terjadi, sehingga dia tidak tahu menahu perihal mantan isteriku."Bos, apakah kau tertarik padanya?" tanya Erwin penuh selidik. "Ingat nyonya Alisha bos, jika nyonya tau maka kau sama saja dengan mencelakai gadis itu," lanjut Erwin mengingatkan aku akan perangai isteriku.Sekarang berbeda, dulu aku membiarkan Alisha berbuat sesuka hati karena ayahnya masih berkuasa. Sekarang aku adalah penguasa itu."Lakukan perintahku," bentakku."Bukankah kau hanya tinggal menekan interkom langsung ke ruang personalia?" Erwin terlihat mencibir.Tanpa pikir panjang aku segera menekan interkom."Bawa dokumen lamaran Mita Ariendy ke ruanganku."Aku tak perduli dengan apa yang ada di benak mereka semua. Kutatap wajah penuh tanya asistenku."Apa karena dia cantik?" Tanya Erwin lalu menggeser kursi di hadapanku untuk didudukinya."Ceritanya panjang, suatu saat kau akan mengerti. Sekarang aku menugaskanmu ke desa Sukamaju, antarkan cek ini dan berikan pada Mita," aku mengambil cek kosong dan menandatanganinya.Erwin tak banyak tanya, dia mengambil cek yang kusodorkan dan segera berdiri meninggalkan ruanganku. Erwin asisten yang bisa kuandalkan, dia tahu apa yang harus dia lakukan.Sepeninggal Erwin, manager personalia masuk ke ruanganku membawa dokumen yang kuminta.Aku segera meraih dokumen itu lalu membacanya. Aku menarik nafas lega, ternyata Mita sampai detik ini masih berstatus single.Kusodorkan kembali dokumen itu pada manager."Mulai besok dia membersihkan ruanganku saja."Manager personalia mengangguk dan pamit meninggalkan ruanganku.Aku mengetuk-ngetuk meja dengan pena yang berada di tanganku. Aku harus memikirkan cara untuk merebut hati Mita kembali. Aku sadar jika saat ini dia membenciku, aku memang tidak patut untuk dimaafkan. Tapi andai saja dia tahu apa yang terjadi sebenarnya ?! Masihkah dia membenciku ? Apakah dia bersedia jika aku memintanya untuk menjadi isteriku lagi ?Kesalahan terbesarku karena aku saat itu masih sangat lemah. Aku pengecut, ibuku mengancam akan bunuh diri jika aku kembali lagi ke desa itu. Ibuku bahkan tak mengizinkan aku walau hanya sekedar mengucapkan kata perpisahan."Mama akan melompat ke laut jika kau tidak menuruti apa yang mama mau.""Tapi ma, Mita itu isteriku," aku masih melakukan pembelaan saat itu."Apa kau sadar ? Kita hidup miskin begini karena kau menolak lamaran tuan Permana. Apa kau mau kita semua jadi gelandangan ? Pokoknya mama tak mau tahu. Ceraikan gadis itu hari ini juga. Titik !" Ultimatum mama saat itu memang tak pakai koma, sampai akhirnya aku harus merelakan hatiku dalam belenggu kehampaan.Mita POVSetelah menyelesaikan semua pekerjaan, kami mengganti seragam kembali dengan baju yang kami kenakan saat tiba di gedung. Reza menawarkan diri mengantarku pulang."Ayo aku antar," ajak Reza saat dia mengendarai motornya melewatiku di depan gedung.Tanpa pikir panjang aku mengiyakan. Hemat biaya tentunya.Suasana jalan raya tidak terlalu macet sehingga sepuluh menit saja kami tiba di rumah sakit."Gak mampir ?" tawarku pada Reza yang kulihat mulai menghidupkan motornya kembali."Lain kali saja, salam buat anakmu. Semoga dia cepat sembuh, " ucap Reza dengan tulus."Terima kasih," aku melambaikan tangan padanya. Pandanganku mengikuti berlalunya Reza sampai menghilang di tikungan jalan. Aku bergegas masuk menuju ruang perawatan kelas dua. Pekerjaaan hari ini sangat ringan sehingga aku tidak kelelahan.Aku berpapasan dengan beberapa perawat yang tersenyum ramah melihatku. Rumah Sakit Umum ini cukup bersih dan para tenaga medisnya sangat ramah dan sopan. Setelah melewati beberapa
Hari ini Tisa sudah diizinkan menjalani rawat jalan, pagi-pagi aku menyempatkan diri ke kantor walau aku sudah mengetahui jika pemilik perusahaan tempatku bekerja adalah ayah Tisa. Aku tetap berusaha untuk bersikap profesional, kukesampingkan semua kebencian yang terpendam lama di dalam dada ini.Setelah semua pekerjaanku selesai, aku meminta izin pulang dan tak balik lagi ke kantor, setelah membayar semua biaya perawatan anakku, kami bertiga tak pulang ke desa tetapi memilih ke rumah kakek dan nenek di desa durian. Dengan jarak tempuh empat puluh kilo dari rumah sakit memakan waktu sekitar satu jam perjalanan.Untunglah ibu tidak bertanya kenapa aku ingin membawa Mita ke rumah nenek, sehingga aku bisa bernafas lega. Aku melakukannya karena ingin menyembunyikan anakku. Aku yakin seratus persen Azhar pasti akan mencari keberadaan kami.Malam ini aku tidur dengan nyenyak. Semua beban yang menghimpit dipundak seakan terbang seiring dengan bunyi jengkerik yang bersahutan dan udara pada ma
Aku mengernyitkan keningku, ini bukan bagian dari tugasku, lalu mengapa nyonya memintaku membawakannya teh panas ? Aku mulai was-was, perasaanku tidak enak. Nyonya pasti hendak membuat perhitungan denganku. Tapi kenapa ? Apa karena kecemburuannya ?Aku mengambil alih nampan yang berisi teh panas itu, lalu keluar bersama Zaki menuju lantai tujuh.Aku masuk ke dalam ruangan dengan mengetuk pintu terlebih dahulu. Di ruangan itu terlihat bos dan asistennya sedang membicarakan masalah perusahaan sehingga tidak menyadari jika aku masuk ke ruangannya.Aku menghampiri nyonya Alisha dan menyuguhkan teh yang dimintanya. Aku berdiri membelakangi Azhar sehingga dia tidak akan bisa mengenaliku.Nyonya menyuruhku untuk terus berdiri di hadapannya. "Jangan pergi dulu, kau harus menunggu sampai teh ini kuhabiskan."Aku berdiri mematung, kulihat nyonya Alisha tersenyum licik. Tuhan, apa yang sedang dia rencanakan ? Belum habis rasa penasaranku tiba-tiba nyonya berdiri."Dasar pelayan tak tahu diri, a
Setelah lenganku diperban, Erwin menawarkan diri mengantarku pulang."Sebaiknya aku antar kau pulang, tak usah masuk kerja hari ini. Aku sudah memintakan izin di bagian personalia untukmu."Mungkin Erwin merasa iba melihat saat aku meringis ketika dokter mengobatiku, makanya setelah perban itu selesai dia menawarkan diri mengantarku."Maaf pak, rumah kami sangat jauh. Aku biar naik angkot saja," tolakku dengan halus. Kulihat Erwin tersenyum, bukannya menuruti permintaanku, dia malah menarik tanganku menuju lift. Aku merasa risih karena saat ini aku masih memakai pakaian seragam.Erwin menyadari kondisiku, akhirnya dia menemaniku ke ruangan ganti di lantai satu. Faijah yang melihatku memicingkan matanya, aku berusaha menyembunyikan perban di lenganku.Setelah menyapanya dan menceritakan alasanku pulang dia lalu tersenyum."Baiklah, titip salam untuk anakmu ya, kemarin kami tak sempat menjenguknya," ucap Faijah sambil menepuk bahuku.Yah alasan yang paling masuk akal dalam situasi ini
Azhar POVAku menunggu kedatangan Erwin dengan gelisah. Katanya dia pergi mengantar pelayan itu ke rumahnya. Katanya itu bukan Mita. Tapi aku tak percaya, Erwin memang suka mengerjaiku. Persahabatan kami walau terbilang singkat tapi kami sudah saling mengetahui dan memahami karakter masing-masing.Menurut Erwin dia dalam perjalanan pulang dari desa Durian. Aku pernah ingat jika Mita pernah bercerita padaku jika kakek dan neneknya tinggal di desa Durian. Aku semakin yakin yang diantarnya adalah Mita.Melihat lengannya tadi yang melepuh membuat hati ini teriris. Bagaimana mungkin dia berada begitu dekatnya denganku namun aku tidak mengenalinya. Apakah karena dosaku padanya sampai aku tak bisa merasakan kehadirannya ?Aku berdiri di jendela, kulihat mobil Erwin memasuki halaman gedung. Aku segera duduk di kursi kebesaranku. Aku ingin tahu apa yang sudah dilakukan asistenku itu. Selang beberapa saat, Erwin masuk ke ruanganku dengan seenaknya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Kulihat
Aku menatap cek kosong di tanganku, menurut Erwin, aku bisa menuliskan angka nominal satu milyar. Aku berpikir untuk membeli hunian di kota yang dekat dengan sekolah, aku ingin menjadi guru honorer, walau tak di gaji tapi setidaknya aku bisa memasukkan Tisa di sekolah itu. Pagi ini aku ke bank hendak mencairkan cek yang diberikan Erwin. Tak mungkin bagiku untuk membawa uang tunai yang cukup banyak, sehingga aku membuka tabungan dan mentransfer uangnya ke buku tabungan milikku. Aku hanya mengambil uang tunai lima puluh juta untuk keperluanku.Terpikir olehku untuk membeli ponsel baru untukku dan ibuku. Aku membeli ponsel android agar bisa menyimpan fotoku dan Tisa di dalam ponsel.Saat aku keluar dari mall, seseorang menyodorkan selebaran."Dilihat-lihat dulu mbak, perumahan yang cukup indah dan nyaman untuk di tinggali."Akhirnya aku berhenti dan menerima selebaran itu, aku lalu di tuntun ke konter tempat menawarkan hunian minimalis.Aku mengamati market hunian di dalam sebuah kaca,
Alisha POVAku terlahir kaya, karena ayahku adalah seorang pebisnis handal, sehingga aku tak merasakan yang namanya hidup susah. Ketika aku genap berusia dua puluh tahun aku dijodohkan dengan anak dari teman sekolah ayahku. Awalnya aku menolak karena aku ingin menikah dengan laki-laki yang minimal punya level yang sama denganku. Tetapi saat aku melihat pria yang dijodohkan denganku adalah sosok yang sangat tampan, akhirnya malah aku yang meminta untuk segera mempercepat pernikahannya.Bahkan ketika aku tahu dia telah berstatus duda tanpa anak, aku tetap menerimanya, hitung-hitung untuk memperbaiki keturunan. Aku sangat mencintainya, bahkan aku tak ingin ada wanita manapun yang dekat dengannya, bahkan itu karyawan. Menurut ibu mertuaku, jika mantan isterinya hanyalah seorang petani miskin yang tinggal di pedalaman, jadi aku tidak begitu mengkhawatirkannya. Lagian menurut cerita mertua jika pernikahan sebelumnya suamiku hanyalah sebuah kecelakaan, katanya wanita itu hamil di luar nikah
Aku semakin emosi melihat ulah suamiku yang tidak biasanya."Katakan ada apa denganmu hari ini Azhar?" teriakku dengan emosi."Bukankah aku sudah katakan padamu jangan menggangguku?" jawab Azhar tak kalah nyaringnya.Aku terbelalak, biasanya Azhar tak akan membalasku seperti ini. Ini pasti karena wanita itu."Apa karena pelayan itu membuatmu bersikap padaku seperti ini hah?""Pelayan siapa yang kau maksud, apa karena kau anak orang kaya sehingga menganggap semua orang itu rendahan dimatamu?" bentak Azhar tak kalah garangnya.Aku melotot, apakah aku tak salah dengar ? Suamiku yang begitu penurutnya sekarang bagaikan seekor singa yang keluar dari hutan rimba. Aku seakan tersadar, bukankah sekarang dia adalah pemilik perusahaan Citra Karya ?"Ooh jadi dia rupanya yang membuatmu begini, camkan dengan baik di dalam hatimu Azhar. Tak akan kubiarkan seorangpun berhasil merebutmu dariku, tidak akan. Titik !""Siapa yang merebut siapa ? Apa kau sadar jika selama ini kau bertindak seolah-olah k