Hari ini Tisa sudah diizinkan menjalani rawat jalan, pagi-pagi aku menyempatkan diri ke kantor walau aku sudah mengetahui jika pemilik perusahaan tempatku bekerja adalah ayah Tisa. Aku tetap berusaha untuk bersikap profesional, kukesampingkan semua kebencian yang terpendam lama di dalam dada ini.
Setelah semua pekerjaanku selesai, aku meminta izin pulang dan tak balik lagi ke kantor, setelah membayar semua biaya perawatan anakku, kami bertiga tak pulang ke desa tetapi memilih ke rumah kakek dan nenek di desa durian. Dengan jarak tempuh empat puluh kilo dari rumah sakit memakan waktu sekitar satu jam perjalanan.
Untunglah ibu tidak bertanya kenapa aku ingin membawa Mita ke rumah nenek, sehingga aku bisa bernafas lega. Aku melakukannya karena ingin menyembunyikan anakku. Aku yakin seratus persen Azhar pasti akan mencari keberadaan kami.Malam ini aku tidur dengan nyenyak. Semua beban yang menghimpit dipundak seakan terbang seiring dengan bunyi jengkerik yang bersahutan dan udara pada malam hari yang terasa sangat dingin menusuk tulang.Aku bangun saat azan subuh berkumandang, aku mensegerakan rutinitas pagiku, setelah siap ku kecup kening Tisa yang sedang terlelap."Kau akan pergi kerja nak ?" tanya nenekku yang masuk ke dalam kamar."Iya nek, aku titip Tisa."Kucium tangan nenek dan segera keluar. Aku tak membangunkan ibu karena aku tahu dia sangat lelah.Ojek di samping rumah nenek yang ku pesan dari semalam sudah menunggu di halaman depan rumah. Dengan memakai jaket yang dulu aku beli bersama Azhar aku menaiki boncengan menuju gedung kantor tempatku bekerja.Kantor masih sepi, aku segera berjalan cepat menuju ruangan dan mengganti seragam. Saat hendak mengganti seragam kulihat petugas kebersihan di lantai tujuh yang bernama Zaki berada di ruangan kami bersama Reja dan Faijah."Kau sudah dipindahkan ke lantai tujuh, khusus membersihkan ruangan Ceo. Kau tukar tempat dengan Zaki," Ucapan Faijah membuatku ternganga.Aku terbengong-bengong, ini pasti ulah Azhar. Kutarik nafasku dengan dalam, aku harus bersikap profesional."Segera bersihkan ruangan di atas sebelum Ceo datang," ucap Zaki lalu memberikan kunci duplikat padaku."Bisakah kau menemaniku kali ini saja ? Takutnya aku salah menaruh barang-barang pada tempatnya," pintaku.Zaki mengangguk lalu mengajakku naik lift menuju ke lantai tujuh. Sebelum aku keluar, masih sempat terdengar ocehan Faijah."Setelah bersih kembalilah kesini. Kami menunggumu."Aku dan Zaki membuka ruangan Ceo dengan sangat hati-hati. Ruangan yang sangat besar seukuran rumah kami di desa. Pantas saja dia lebih memilih melupakan kami.Aku membersihkan ruangan di bantu Zaki. Zaki menunjukkan barang apa saja yang tak bisa di sentuh dan dipindahkan.Tengah membersihkan ruangan pintu ruangan Ceo terbuka. Kami menoleh. Isteri bos berdiri di ruangan."Siapa yang menyuruhmu masuk ke ruangan ini?" tanya nyonya Alisha dengan tajamTatapannya menusuk seakan hendak menguliti kami.Untunglah Zaki bersedia menemaniku ke ruangan ini. Entah apa yang terjadi jika nyonya menemukan aku sendirian."Maaf nyonya, bagian personalia menukar tempat kerja kami untuk penyegaran," Zaki yang menjawabnya dengan pelan."Siapa dia sampai mengatur-ngatur bawahan disini. Yang berhak membersihkan ruangan ini hanya kau Zaki. Ikuti perintahku, dan hei kau...keluar dari ruangan ini. Kembalilah bekerja pada tempatmu semula," nyonya Alisha menunjuk kearahku dengan mata garangnya."Baik nyonya," aku menunduk dan bergegas keluar membawa peralatan kebersihan.Aku melewati nyonya Alisha yang berkacak pinggang dengan perasaan takut. Aku tak mau membuat masalah dengannya, karena aku masih membutuhkan pekerjaan ini.Aku merasa lega setelah masuk ke dalam ruangan kami di lantai satu. Ternyata di sana sudah ada Stela sedang duduk mengobrol dengan Faijah."Untunglah kau datang, ayo duduk disini, kau harus tahu berita terkini yang beredar begitu cepat di gedung ini," kata Faijah lalu menyodorkan kursi kosong disebelahnya."Aku curiga ada mata-mata diantara kita sesama cleaning service, kalau aku sih mencurigai Tina, karena kemarin saat pulang kantor aku dengar dia menelpon seseorang dan menyebut nama Mita" Ucap Stela.Aku terkejut dan menatap Stela. Kami bertiga saling berpandangan. Lalu masuklah Reza dan ikut bergabung bersama kami."Kemarin pagi asisten bos datang kesini," kata Reza sambil menggeser kursinya lebih dekat kearahku.Aku tidak terkejut dengan berita itu. Aku sudah menduga jika Azhar akan menyuruh asistennya untuk mencariku."Dua kali dia masuk ke sini, setelah apel sore dia mencarimu dan mengatakan jika terhitung sejak kemarin kau pindah ke lantai tujuh, khusus membersihkan ruangan Ceo, lalu kemarin siang dia datang lagi menanyakan selain di desa Sukamaju, dimana lagi tempat yang biasa kau datangi"Aku terdiam, mungkin kemarin Azhar memerintahkan Erwin ke desaku dan tidak menemukan kami disana lalu dia menemui Reza dan Faijah.Pantas saja nyonya Alisha langsung datang sepagi ini. Aku tak ingin mencari masalah dengannya. Apalagi aku ingat perkataan Stela waktu itu tentang karyawan wanita yang dipecat."Sepertinya bos tertarik padamu, yang kutahu dia itu terkesan dingin dan jarang dekat dengan wanita lain. Atau kalian saling kenal sebelumya?"Pertanyaan Stela diakhir kalimatnya membuatku menatapnya dan menggeleng perlahan."Mana ada bos tertarik pada cleaning service," ucapku sambil tertawa menutupi kegugupanku."Buktinya, dia sampai menyuruh asistennya mencarimu, dan lagi kau secepat itu dipindahkan ke ruangan bos.""Pindah lantai saja, bukan pindah jabatan." jawabku."Aku tadi melihat bos masuk tergesa-gesa ke lift bersama asistennya," ucap Reza disela-sela obrolan kami."Mungkin bos buru-buru ke atas karena nyonya Alisha datang pagi-pagi sekali dan langsung ke ruangan bos."Ucapan Faijah membuat Stela menatapku dengan iba."Apakah nyonya sempat melihatmu ?" tanya Stela dengan penuh rasa ingin tahu yang tinggi."Iya, nyonya menyuruhku untuk kembali bekerja di lantai satu," jawabku pelan."Oh syukurlah, kau harus berterima kasih karena tidak langsung dipecat, tapi saranku mulai sekarang berhati-hatilah dan usahakan jaga jarak dengan bos. Jika tidak kau akan kesulitan mendapatkan pekerjaan dimanapun. Karyawan yang dulu dipecat setahuku lamarannya ditolak disemua perusahaan dan sekarang dia terpaksa membuka kios kecil di depan rumahnya," Gumam Stela. Walau pelan tapi kami semua sempat mendengarnya.Aku sudah bisa membayangkan seberapa berkuasanya nyonya Alisha sampai bisa melakukan tindakan sejauh itu. Andai saja jika aku tak membutuhkan uang demi kesembuhan anakku, mungkin saja aku akan keluar hari ini juga.Kepalaku terasa pening, aku bisa merasakan aura keangkuhan nyonya saat aku melawatinya tadi pagi. Untunglah dia tidak membuat keributan gara-gara aku membersihkan ruangan suaminya. Lagian dia kan tidak tau siapa aku, jadi untuk apa dia mencari masalah dengan diriku ? Aku hanyalah bagian dari masa lalu suaminya.Aku menyandarkan kepalaku dikursi, mataku kupejamkan sesaat, lalu terdengarlah langkah kaki seseorang memasuki ruangan kami."Mita, nyonya memintamu membawakan minuman ini ke ruangan bos," seorang petugas pantri datang bersama Zaki."Aku ? bukankah aku dilarang masuk ke ruangan bos ?"Aku keheranan, namun Zaki meyakinkan aku jika ini perintah langsung dari nyonya.Aku mengernyitkan keningku, ini bukan bagian dari tugasku, lalu mengapa nyonya memintaku membawakannya teh panas ? Aku mulai was-was, perasaanku tidak enak. Nyonya pasti hendak membuat perhitungan denganku. Tapi kenapa ? Apa karena kecemburuannya ?Aku mengambil alih nampan yang berisi teh panas itu, lalu keluar bersama Zaki menuju lantai tujuh.Aku masuk ke dalam ruangan dengan mengetuk pintu terlebih dahulu. Di ruangan itu terlihat bos dan asistennya sedang membicarakan masalah perusahaan sehingga tidak menyadari jika aku masuk ke ruangannya.Aku menghampiri nyonya Alisha dan menyuguhkan teh yang dimintanya. Aku berdiri membelakangi Azhar sehingga dia tidak akan bisa mengenaliku.Nyonya menyuruhku untuk terus berdiri di hadapannya. "Jangan pergi dulu, kau harus menunggu sampai teh ini kuhabiskan."Aku berdiri mematung, kulihat nyonya Alisha tersenyum licik. Tuhan, apa yang sedang dia rencanakan ? Belum habis rasa penasaranku tiba-tiba nyonya berdiri."Dasar pelayan tak tahu diri, a
Setelah lenganku diperban, Erwin menawarkan diri mengantarku pulang."Sebaiknya aku antar kau pulang, tak usah masuk kerja hari ini. Aku sudah memintakan izin di bagian personalia untukmu."Mungkin Erwin merasa iba melihat saat aku meringis ketika dokter mengobatiku, makanya setelah perban itu selesai dia menawarkan diri mengantarku."Maaf pak, rumah kami sangat jauh. Aku biar naik angkot saja," tolakku dengan halus. Kulihat Erwin tersenyum, bukannya menuruti permintaanku, dia malah menarik tanganku menuju lift. Aku merasa risih karena saat ini aku masih memakai pakaian seragam.Erwin menyadari kondisiku, akhirnya dia menemaniku ke ruangan ganti di lantai satu. Faijah yang melihatku memicingkan matanya, aku berusaha menyembunyikan perban di lenganku.Setelah menyapanya dan menceritakan alasanku pulang dia lalu tersenyum."Baiklah, titip salam untuk anakmu ya, kemarin kami tak sempat menjenguknya," ucap Faijah sambil menepuk bahuku.Yah alasan yang paling masuk akal dalam situasi ini
Azhar POVAku menunggu kedatangan Erwin dengan gelisah. Katanya dia pergi mengantar pelayan itu ke rumahnya. Katanya itu bukan Mita. Tapi aku tak percaya, Erwin memang suka mengerjaiku. Persahabatan kami walau terbilang singkat tapi kami sudah saling mengetahui dan memahami karakter masing-masing.Menurut Erwin dia dalam perjalanan pulang dari desa Durian. Aku pernah ingat jika Mita pernah bercerita padaku jika kakek dan neneknya tinggal di desa Durian. Aku semakin yakin yang diantarnya adalah Mita.Melihat lengannya tadi yang melepuh membuat hati ini teriris. Bagaimana mungkin dia berada begitu dekatnya denganku namun aku tidak mengenalinya. Apakah karena dosaku padanya sampai aku tak bisa merasakan kehadirannya ?Aku berdiri di jendela, kulihat mobil Erwin memasuki halaman gedung. Aku segera duduk di kursi kebesaranku. Aku ingin tahu apa yang sudah dilakukan asistenku itu. Selang beberapa saat, Erwin masuk ke ruanganku dengan seenaknya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Kulihat
Aku menatap cek kosong di tanganku, menurut Erwin, aku bisa menuliskan angka nominal satu milyar. Aku berpikir untuk membeli hunian di kota yang dekat dengan sekolah, aku ingin menjadi guru honorer, walau tak di gaji tapi setidaknya aku bisa memasukkan Tisa di sekolah itu. Pagi ini aku ke bank hendak mencairkan cek yang diberikan Erwin. Tak mungkin bagiku untuk membawa uang tunai yang cukup banyak, sehingga aku membuka tabungan dan mentransfer uangnya ke buku tabungan milikku. Aku hanya mengambil uang tunai lima puluh juta untuk keperluanku.Terpikir olehku untuk membeli ponsel baru untukku dan ibuku. Aku membeli ponsel android agar bisa menyimpan fotoku dan Tisa di dalam ponsel.Saat aku keluar dari mall, seseorang menyodorkan selebaran."Dilihat-lihat dulu mbak, perumahan yang cukup indah dan nyaman untuk di tinggali."Akhirnya aku berhenti dan menerima selebaran itu, aku lalu di tuntun ke konter tempat menawarkan hunian minimalis.Aku mengamati market hunian di dalam sebuah kaca,
Alisha POVAku terlahir kaya, karena ayahku adalah seorang pebisnis handal, sehingga aku tak merasakan yang namanya hidup susah. Ketika aku genap berusia dua puluh tahun aku dijodohkan dengan anak dari teman sekolah ayahku. Awalnya aku menolak karena aku ingin menikah dengan laki-laki yang minimal punya level yang sama denganku. Tetapi saat aku melihat pria yang dijodohkan denganku adalah sosok yang sangat tampan, akhirnya malah aku yang meminta untuk segera mempercepat pernikahannya.Bahkan ketika aku tahu dia telah berstatus duda tanpa anak, aku tetap menerimanya, hitung-hitung untuk memperbaiki keturunan. Aku sangat mencintainya, bahkan aku tak ingin ada wanita manapun yang dekat dengannya, bahkan itu karyawan. Menurut ibu mertuaku, jika mantan isterinya hanyalah seorang petani miskin yang tinggal di pedalaman, jadi aku tidak begitu mengkhawatirkannya. Lagian menurut cerita mertua jika pernikahan sebelumnya suamiku hanyalah sebuah kecelakaan, katanya wanita itu hamil di luar nikah
Aku semakin emosi melihat ulah suamiku yang tidak biasanya."Katakan ada apa denganmu hari ini Azhar?" teriakku dengan emosi."Bukankah aku sudah katakan padamu jangan menggangguku?" jawab Azhar tak kalah nyaringnya.Aku terbelalak, biasanya Azhar tak akan membalasku seperti ini. Ini pasti karena wanita itu."Apa karena pelayan itu membuatmu bersikap padaku seperti ini hah?""Pelayan siapa yang kau maksud, apa karena kau anak orang kaya sehingga menganggap semua orang itu rendahan dimatamu?" bentak Azhar tak kalah garangnya.Aku melotot, apakah aku tak salah dengar ? Suamiku yang begitu penurutnya sekarang bagaikan seekor singa yang keluar dari hutan rimba. Aku seakan tersadar, bukankah sekarang dia adalah pemilik perusahaan Citra Karya ?"Ooh jadi dia rupanya yang membuatmu begini, camkan dengan baik di dalam hatimu Azhar. Tak akan kubiarkan seorangpun berhasil merebutmu dariku, tidak akan. Titik !""Siapa yang merebut siapa ? Apa kau sadar jika selama ini kau bertindak seolah-olah k
Aku semakin curiga dengan sikap Azhar, malam ini aku tidur dikamar yang terpisah. Rencananya besok aku akan ke kantor. Aku bahkan tak perduli lagi suamiku sudah makan atau belum. Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan berdandan cantik, kupandangi wajahku di cermin, wajah ini jika dipoles dengan makeup pasti terlihat cantik dan anggun. Aku sangat bangga dengan kondisiku sekarang, semua bisa dibeli dengan uang. Kulihat suamiku sudah duduk di ruang makan untuk sarapan dengan pakaian kantornya, aku hanya melihatnya sekilas. Diapun pura-pura tak melihatku. Aku mengambil kunci mobil di lemari dan segera pergi tanpa bicara apapun. Kulirik jam tanganku. Waktu menunjukkan pukul 07.00. Aku pastikan jika manager personalia berada di kantornya, sekalian aku ingin melihat apakah wanita cantik itu masih punya nyali untuk datang di kantor. Seperti dugaanku, manager personalia sudah berada di ruangannya. "Mari nyonya, tumben datang pagi-pagi." Manager Personalia mempersilahkan aku duduk dikursi
Azhar POV Pagi ini aku sengaja bangun lebih awal dan bersiap-siap ke kantor, aku langsung menuju ruang makan tanpa menunggu Alisah memanggilku. Kulihat dengan sudut mataku Alisha keluar dengan pakaian rapi, melewatiku tanpa bicara apapun. Akupun pura-pura tak melihatnya dan memilih menikmati sarapanku. Selesai sarapan aku langsung ke kantor. Rupanya Erwin belum tiba. Aku berjalan menuju lift dan langsung naik menuju ruanganku di lantai tujuh. Ruanganku terlihat sangat bersih dan rapi, aromanyapun begitu menenangkan. Aku berharap Mita yang membersihkan ruangan ini, tapi aku ingat jika Erwin telah menyuruhnya untuk berhenti. Tengah membuka-buka dokumen terdengar ketukan di pintu ruanganku. "Masuk !" Pintu dibuka, dan nampaklah manager personalia memasuki ruanganku dengan tergesa-gesa. Sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin dia sampaikan. "Duduklah." "Nyonya baru saja keluar dari ruang personalia," lapor manager yang bernama Aslam. Aku terkejut dan menatap Aslam dengan ra