Share

2. Hari Pertama Kerja

Pukul empat subuh aku terbangun, ibu dan anakku masih tertidur pulas. Aku bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyelesaikan semua rutinitas mandiku. 

Aku menggelar sejadah dan menunaikan sholat subuh, lalu aku segera memasukan pakaian seragamku ke dalam tas. 

Waktu masih menunjukkan pukul 4.30, aku membangunkan ibuku dan berbisik jika aku akan segera pergi bekerja. Dengan restu ibu kulangkahkan kaki ini dengan sebelumnya mencium kening anak semata wayangku.

Aku tiba digedung kantor, rupanya satpam lebih dulu membuka pintu gerbang sehingga dengan mudahnya aku masuk ke gedung bertingkat yang megah itu. 

Tidak terlalu sulit untuk masuk ke dalam gedung karena aku sudah memiliki kartu tanda pengenal. Aku segera menuju ke ruang ganti, ternyata disana sudah ada Faijah dengan pakaian seragam yang rapi. 

"Dah lama ?" tanyaku pada Faijah.

"Baru saja, ayo buruan sebelum pimpinan kita tiba," jawabnya. 

Mendengar itu aku buru-buru mengganti pakaian kerjaku. Kutatap sejenak wajahku di cermin, rupanya aku kelihatan sedikit pucat karena tak memakai riasan apapun kecuali bedak bayi. Semua terlihat sangat natural. Saat pakaianku sudah rapi, aku lalu bergegas keluar mengambil beberapa peralatan kebersihan.

Ini adalah hari pertama kami bekerja, jadi kami bekerja semaksimal mungkin agar tidak mengecewakan.

Sejam kemudian lantai satu bersih dan rapi, lantainya mengkilap bagaikan air yang tak beriak. Satu persatu para karyawan mulai berdatangan, kami bertiga berdiri diujung ruangan, memperhatikan karyawan satu persatu. Mereka datang dengan pakaian yang sangat rapi, wanitanya terlihat cantik dan para pria terlihat tampan. Aku sedikit menelan ludah, membayangkan bagaimana jika saat ini aku berada di posisi mereka. Tentunya sangat bahagia, masa depan terjamin dan penampilan diperhitungkan. 

Hehe...aku membuang jauh-jauh pikiran ini, mana mungkin tamatan sekolah menengah bisa menyamai mereka yang sarjana. Mimpi kali yeee... Aku tersenyum membayangkan kekonyolanku.

"Hei, jangan bengong. Hari ini pemilik baru perusahaan akan tiba, ayo kita bersihkan kembali lantainya," Faijah menepuk pundakku. 

Kami kembali bergegas membersihkan bekas tapak sepatu para karyawan yang tercetak dengan jelas di lantai marmer yang berwarna putih keemasan.

Ternyata bertugas membersihkan kantor tidak terlalu memberatkan. Setiap saat hanya memantau lantai jangan sampai ada yang kotor, dan sorenya merapikan meja kerja para karyawan.

"Mita kau bersihkan ruang personalia, aku di bagian sini saja." 

Bukan hendak memerintah, Faijah hanya ingin melihat pemimpin perusahaan yang katanya tampan itu, sehingga dia memintaku untuk membersihkan tempat yang lain. 

Aku hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala melihat ulah Faijah. Dilihat sepintas temanku itu cantik, cuman kulitnya sedikit gelap. Sedangkan aku berkulit putih bersih dan cantik bagaikan seorang puteri raja, kata orang bukan kataku. Tak mungkin bagiku untuk menilai diri sendiri. 

Aku melakukan pekerjaanku dengan tekun sampai aku tak mendengar jika Faijah masuk dengan setengah berlari sambil berteriak.

"Aduh Mita, kau tak lihat betapa tampannya bos baru perusahaan ini, wangi tubuhnya masih melekat di hidungku ini" Faijah menghirup dengan dalam menggambarkan seakan-akan dia mendalami peran mencium dari dekat aroma bos baru.

"Ah kau ini ada-ada saja, orang yang seperti kita palingan hanya bisa mengagumi dari jauh, mana ada bos yang mau sama cleaning service," cibirku.

"Iya, kau benar. Aku penasaran seperti apa isterinya, apa dia cantik ?" Faijah mengangkat matanya ke atas membayangkan wajah isteri bos.

"Jika laki-laki tampan, isterinya pasti cantik kecuali jika dijodohin sama yang jelek, eh..tapi kau itu sangat cantik Mita, coba sini lebih dekat kearahku." 

Faijah mengamatiku dengan seksama, ia lama memperhatikan diriku dari ujung kaki sampai kepala.

"Dipoles sedikit saja kau bagaikan cinderela."

Aku hanya tertawa mendengarkan celotehan teman baruku ini. Tak berapa lama Reza teman kami yang bertugas membersihkan seluruh kaca di lantai satu masuk bergabung dengan kami.

"Seru sekali kalian, ada apa ?" tanya Reza lalu duduk di sampingku.

"Gak ada apa-apa," jawabku sambil tertawa.

"Bos baru kita gagah kan ? aku bilang ke Mita, dia tak percaya," Faijah memonyongkan mulutnya ke arahku.

"Bukan tak percaya kok Ijah, yang namanya bos sudah pasti tampan, hanya saja tak ada untungnya bagi kita membicarakannya, kita kan bagaikan langit dan bumi, udah ah, kalian sudah pada sarapan belum ? ayo kita ke kantin," ajakku.

Kedua rekan kerjaku akhirnya setuju dengan ajakanku. Setelah menaruh peralatan kebersihan pada tempatnya, kami bertiga menuju kantin di sebelah gedung kantor.

Bukan hanya kami yang ke kantin pagi ini, terlihat juga beberapa karyawan lain sedang duduk menunggu pesanannya datang.

Kami yang tahu diri sengaja mengambil tempat yang paling pojok agar tidak dekat dengan para karyawan yang berpakaian rapi dan anggun.

Kami bertiga hanya memesan teh dan sepotong roti sesuai kemampuan. 

Saat pesanan kami tiba, terdengar pembicaraan beberapa karyawan cantik yang sedang duduk di hapan kami.

"Bos baru kita itu jarang senyum loh, menurut kabar dia pekerja keras. Dulunya dia bukan siapa-siapa lalu setelah dijodohkan dengan anak seorang konglomerat yang wajahnya tidak terlalu cantik itu, kemudian hidupnya berubah seratus persen," kata karyawan yang berkulit sawo matang rambut lurus sebahu yang berada di sebelah kiri.

"Istri bos itu namanya Alisha, aku sudah pernah melihatnya. Dia wanita yang sombong yang pernah ku kenal, cemburuan. Karyawan yang cantik dilarang dekat-dekat dengan bos. Tak bisa kubayangkan bagaimana menderitanya bos kita yang tak pernah sedikitpun melirik wanita cantik...hehehe," wanita cantik yang berada di tengah terlihat cengengesan.

Aku dan Faijah hanya saling pandang dan mengangkat kedua alis lalu meminum teh pesanan kami.

Karyawan wanita yang sedang duduk di hadapan kami berjumlah tiga orang. Yang diujung kanan sangat cantik, dia terlihat tidak begitu perduli dengan ocehan kedua temannya.

"Rena, kok kau diam saja, atau diam-diam kau membayangkan bos kita yang tampan itu ? ayo ngaku..." celetuk gadis yang berada di tengah.

Gadis yang bernama Rena hanya tersenyum tipis, lalu memilih menghabiskan sarapan paginya.

Reza berdiri dan membayar semua minuman kami.

"Tumben kamu yang bayar, " senggol Faijah.

"Mumpung aku lagi punya uang, besok besok kalian yang bayar makananku...hehehe" jawab Reza.

Kemudian kami bertiga segera keluar dari kantin itu dengan tatapan tidak suka tiga wanita cantik yang tadi sedang bergosip.

"Eh..ngomong-ngomong kita belum saling kenal lebih jauh. Aku single dan belum punya pacar," Reza mulai memperkenalkan dirinya.

Kulirik Faijah yang sedang mengunyah permen karet. Aku menyenggolnya.

"Aku sama, belum punya pacar, dan kau Mita ?" 

Aku gelagapan dan diam saja sambil terus berjalan menuju ruangan yang tersedia khusus bagi cleaning service.

Saat aku mulai meraih peralatan kebersihan Faijah menanyaiku perihal status.

"Kok kamu tidak memperkenalkan dirimu sih, kau pasti sudah punya pacar kan ? gadis cantik sepertimu pasti sudah punya." 

"Yah, aku sudah punya seorang anak," jawabku seadanya.

"Apa ?" Reza dan Faijah terkejut.

"Kenapa, kalian tidak percaya ? anakku kini berusia lima tahun dan sekarang dia terbaring di rumah sakit." 

Reza dan Faijah saling memandang seakan tidak percaya. Suasana hening, semua sedang sibuk dengan jalan pikirannya masing-masing.

"Dimana suamimu ?" tanya Faijah penasaran. 

"Minggat," Jawabku singkat.

Tak terdengar lagi suara Faijah, dia dan Reza mengambil sapu lalu bergegas keluar.

Aku menarik nafas dalam, mungkin aku sudah salah menjawab pertanyaan Faijah. Tapi aku menjawab apa adanya. Suamiku meninggalkanku demi mengejar karirnya. Aku bahkan tak pernah mendengar kabarnya sama sekali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status