Diana baru saja pulang dari klinik dengan rasa cemas di hatinya, menggendong Azka yang kepalanya dibalut perban setelah kejadian jatuh tadi. Pelipis Azka sempat berdarah cukup banyak, membuat Diana terpaksa membawanya ke klinik terdekat karena lukanya agak parah.Sesampainya di villa, Diana terkejut melihat banyak orang berpakaian serba hitam yang berkeliaran di sekitar. Rasa bingung dan ketakutan mulai menyelimuti pikirannya."Ada apa ini?" gumam Diana pelan, mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Dia menatap mereka satu persatu. Tapi ada yang berani menjawab. Mereka semua seperti orang kaget melihat ke arah Diana. Bahkan semua mata menatap penuh ke arah Diana. Tatapan mereka membuat perempuan itu merasa ditelanjangi dalam keadaan berpakaian."Jangan liat-liat. Ngapain kalian semua di rumahku," ketus Diana.Instingnya mendorong Diana untuk mencari Abian, lelaki itu pasti mengetahui situasi yang sedang terjadi. Dengan langkah cepat dan hati-hati, Diana segera masuk ke dalam villa,
Diana rasanya tak bisa menahan tawa saat mendengar cerita Abian barusan. Apa dia bilang?Abian memesan 100 bodyguard untuk mencari Diana dan Azka karena berpikir mereka kabur?Padahal Diana hanya pergi keluar sebentar. Kurang lebih 3 jam. Geli dan hampir tertawa, Diana berusaha menahan tawanya."Pfttttt!" suara tertawa kecil terlepas dari bibirnya.Abian menatapnya dengan serius, "Nggak usah ketawa, Diana. Aku begini karena trauma mendalam di kepala. Aku baru aja ketemu anak kandungku setelah dua tahun, masa mau dibawa kabur lagi?"Diana tidak bisa menahan diri dan kembali terkekeh, "Tapi kami lucu!" katanya sambil menunjuk pada para bodyguard yang berdiri tegap.Namun tiba-tiba, Diana menyadari sesuatu yang seharusnya membuatnya marah. Wajahnya berubah serius saat mengingat kejadian pagi tadi, saat Abian sempat melecehkannya. Harusnya ia merasa marah dan dendam, bukan senang dan tertawa seperti ini.Diana menunduk, berusaha mengendalikan perasaan yang bercampur aduk dalam hatinya.
Diana menatap Abian dengan sorot mata penuh amarah dan kecewa. Rasa sakit yang terpendam selama ini seakan meledak ketika ia menyadari perlakuan Abian terhadap dirinya saat ini.Abian terdiam, ia mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Diana."Maksudnya sudah jelas bukan, aku cuma wanita murahan yang gampang tergoda. Gampang menyerahkan diri. Apa kamu puas?" bentak Diana. Wajahnya memerah karena marah, air mata mulai menggenang di sudut matanya.Abian menelan ludah, sejenak ia merasa bersalah atas tindakannya karena memang ada unsur memaksa Namun, di balik rasa bersalah itu, ada perasaan bahagia yang menyelubungi hatinya. Ia merasa senang karena Diana seolah masih mencintainya, meskipun mungkin hanya sebatas fisik."Aku tidak pernah berpikir kamu murahan, Diana," jawab Abian dengan lembut. "Aku justru merasa bahagia karena kamu masih bisa merasakan kepuasan bersamaku, itu berarti ada bagian dari dirimu yang masih mencintai aku.""Cih! Apa ini semacam hiburan?"D
Tiga minggu telah berlalu sejak Abian dan Diana menjalani kehidupan yang penuh gairah. Setiap malam, mereka mengeksplorasi keintiman yang tak pernah mereka rasakan sebelumnya. Abian mulai penasaran dengan perasaan Diana setelah semua momen indah yang mereka alami bersama. Suatu malam, setelah Diana menidurkan Azka, Abian mendekatinya saat ia sedang duduk di ruang televisi. Dengan perasaan yang bercampur aduk, Abian bertanya kepada Diana apakah ia masih ingin bercerai setelah semua yang terjadi. Diana tersenyum tipis, seolah mengejek perasaan Abian. "Bagiku, apa yang kita lakukan hanya sebatas senang-senang saja," ujar Diana dengan nada yang tajam dan kejam. Abian merasa seperti ditampar oleh ucapan Diana. Hatinya serasa disayat-sayat oleh pisau yang tajam. Ia tak bisa mempercayai bahwa Diana masih berpikiran untuk bercerai setelah semua keintiman yang telah mereka jalani bersama. Dalam hati kecilnya, Abian merasa hancur dan tak mampu memahami apa yang sebenarnya Diana ing
"Wah ... Wah. Sepertinya ada tontonan gratis dan seru nih," gumam Bian."Mas Bian ngapain kesini?" Diana rasanya ingin menonjok muka Abian. Mau apa dia malah menyusul ke sini.Sudah tahu situasinya sedang tidak baik-baik saja, Abian malam datang seakan menyiram kobaran api dengan minyak tanah."Salam buat si miniom Prass," seru Abian.Prass merasa darahnya mendidih ketika mendengar kata-kata Abian.Wajahnya tampak merah padam, sedangkan tangannya mengepal erat hingga kulit putih memerah. Dia menatap sengit ke arah Abian, yang berdiri di ambang pintu gerbang dengan senyum sinis yang menghina."Kamu tenang aja. Mas nggak ada bayangin apa-apa. Kamu dan Abian masih sepasang suami istri. Kalian sah jika melakukan hal semacam itu," ujar Prass dengan suara bergetar. Dia berusaha menenangkan diri dan tidak terpancing oleh provokasi Abian."Akhirnya kamu sadar!" celetuk Abian, sambil tertawa kecil. Laki-laki itu muncul seperti hantu, dengan wajah pucat dan mata yang menyala mengejek."Menyerah
“Lunasi hutangmu!”Suara menggelar Kakek Bram memenuhi kontrakan sempit milik Firman. Lelaki tua itu bersiap menarik pelatuk untuk ditembakkan bila mana targetnya kabur lagi. Firman mengangkat dua tangannya ke atas. Dia adalah mantan orang kepercayaan Bram. Bisa dibilang dia adalah sahabat yang sudah dianggap saudara. Namun karena gelap mata, Firman menggelapkan beberapa aset milik Kakek Bram senilai ratusan juta di masa lalu. Lelaki itu berjanji akan mengembalikan, nyata sudah puluhan tahun dia main kabur-kaburan dan berhasil menghindari kejaran orang-orang Bram. “Kali ini aku tidak akan membiarkanmu lolos, Fir. Jika kau tidak bisa melunasi hutangmu, maka nyawamu harus menjadi gantinya!” seru Bram lagi. Dia yang akan membunuh lelaki sialan itu dengan tangannya sendiri.Firman menarik napas panjang. Dia melirik sebuah pintu di mana putrinya yang tidak berguna sedang bersembunyi di sana.“Tunggu sebentar. Aku sudah menyiapkan sesuatu untukmu dari jauh-jauh hari.”Lelaki itu melengga
Deretan cluster mewah menjadi pemandangan Diana untuk pertama kali setelah menempuh perjalanan kurang lebih 12 jam. Mobil yang mereka tumpangi tiba di depan gerbang hitam yang rumahnya sangat mewah. Rumah itu terlihat mirip istana dengan halaman yang cukup luas.Perjalanan dari gerbang menuju rumah menjadi pemandangan yang paling indah. Banyak lampu-lampu taman. Diana bisa membayangkan betapa indahnya bermain di taman ini jika hari sudah siang. Gadis itu berdecak kagum. Namun semua keheranannya luntur tatkala ia mengingat pernikahan yang akan dilaksanakan besok pagi. “Ehem!” Suara dehaman Bram membuat Diana tersentak. Gadis itu menoleh dengan sepasang mata sembab dan guratan lelah di antara kantung mata.“Setelah ini kamu bisa langsung istirahat Diana. Besok akan ada pelayan yang akan membangunkanmu pagi-pagi sekali,” ucap Bram. Diana hanya mengangguk tanpa bicara. Selama dalam perjalanan memang gadis itu terus diam dan hanya sesekali menjawab pertanyaan Bram. Dia merasa tidak perl
“Cih! Sepertinya kakek sangat berniat sekali ingin merendahkan harga diriku dengan cara paling menjijikan!” Abian membatin sambil mengepalkan tangannya di bawah meja.Dia memalingkan mukanya kesal saat melihat perempuan jelek yang sedang digandeng oleh Bram. Baru melirik saja Abian serasa ingin muntah, apalagi sampai melihat wanita itu dari jarak dekat. Rasanya Abian ingin mati saja ketimbang menikahi gadis kampungan bermuka tua seperti itu.Sayangnya Abian tidak bisa protes karena beberapa saksi sudah hadir. Penghulu juga sudah di depan muka. Abian tak mungkin mampu kabur karena penjagaan di tempat ini cukup ketat.Sebenarnya tadi pagi Abian sempat melakukan itu. Sayang niat buruknya diketahui para bodyguard hingga Bram ikut turun tangan. Sempat terjadi perdebatan. Kakek Bram kembali mengingatkan soal tantangan yang dilakukan Abian. Dia juga berkata tidak akan mewariskan hartanya secuil pun jika Abian masih kekeh ingin menikahi Miranda. Dan kali ini pria itu terpaksa mengalah dan me