"Jadi bagaimana? Bisakah kamu menemui Vina di kantor polisi? Aku ingin tahu info yang kudapatkan benar-benar valid atau tidak. Aku juga ingin kamu menasehati Vina agar bisa menerima keputusanku dan tidak mengganggu Melani lagi." Evan berkata panjang lebar. Dia meletakkan kotak makannya yang telah kosong di atas meja.Desy menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa tidak Kakak saja yang menemui dia? Sejak Kakak memutuskan hubungan denganny, dia berubah menjadi wanita yang menakutkan. Kurasa kabar itu benar," ujarnya seraya bergidik ngeri mengingat kelakuan Vina yang sering menerornya."Ternyata bukan hanya aku yang mendapatkan teror dari Kak Vina. Kasihan Melani dan Nafisa yang malang." Vina menatap tajam Evan. "Kakak harus bertanggung jawab. Selesaikan urusan Kakak dengan Kak Vina," ketusnya."Ayolah Desy. Aku butuh bantuanmu. Aku tidak mungkin datang menemui Vina. Kamu tahu sendiri, 'kan, bagaimana Vina saat bertemu denganku? Aku sangat risih karena dia terus mengejarku," bujuk Evan.Desy
"Aku tahu selama ini kamu dekat dengan Melani. Kamu mau menyampaikan maafku kepadanya?" Vina berbicara dengan Desy di ruang jenguk tahanan.Desy tidak tahu harus menjawab apa. Dia hanya diam dan menatap iba Vina yang memakai baju tahanan. Vina meletakkan jemarinya di atas jemari Desy. Dia berkata, "Aku meneleponmu untuk meminta bantuanmu. Aku benar-benar membutuhkan bantuanmu saat ini. Kamu tahu, sangat berat hidup di tahanan ini. Aku takut, Desy. Aku sangat takut. Aku meminta bantuanmu untuk bicara pada Melani. Tolong bujuk dia agar mau mencabut kasus ini dan mengambil jalan damai. Aku bersedia membayar berapa pun asalkan mereka tidak mengurungku di sini." Netranya berkaca-kaca. Desy tidak tega melihat Vina yang mengiba. Terpaksa dia menganggukkan kepala. "Baiklah, Kak. Aku akan membujuk Melani. Tapi aku juga minta tolong pada Kakak. Bisakah Kakak berjanji untuk tidak mengganggu kehidupan Melani lagi?" mohonnya."Kak Evan mungkin menyukai Melani. Tapi Melani tidak pernah sekali pun
"Bagaimana ceritanya wanita itu dibebaskan? Aku tidak ingin dia membahayakan istri dan anakku lagi jika sampai dia berkeliaran di luar," ujar Deon pada polisi yang sedang bertugas. Dia pergi ke kantor polisi begitu mendengar pelaku penculikan dan percobaan pembunuhan terhadap Nafisa telah dibebaskan."Aku tidak bisa menerima ini, Pak. Dia bisa membahayakan anak dan istriku lagi. Bagaimana pelaku kejahatan akan jera jika dia dibebaskan dengan mudah? Dia bisa mengulangi kejahatannya kapan saja," protes Deon."Tapi, Pak. Istri Bapak sendiri yang meminta agar tersangka dibebaskan." Salah seorang polisi memberi penjelasan. "Kami tidak bisa berbuat apa-apa jika korban sudah mencabut laporannya," ujarnya."Apa? Istriku melakukannya?" Deon merasa frustasi. Dia meninggalkan kantor kepolisian dan pergi menuju rumah Nenek Karmila. Bagaimanapun, Melani harus menjelaskan semua ini.Melani sedang berada di sebuah cafe bersama Desy dan Vina. Mereka pergi ke cafe tersebut begitu Vina keluar dari taha
Seorang lelaki setengah baya yang memakai setelan jas rapi dan peci warna hitam datang bersama dua orang lelaki berpakaian batik. Mereka bertugas untuk menikahkan mempelai laki-laki dan mempelai wanita. Mereka segera duduk di meja pelaminan. Di sana sudah ramai beberapa tamu dari keluarga dan teman dekat Bonita dan Namira."Di mana mempelai laki-laki?" tanya lelaki berpeci pada orang-orang yang duduk di sekitar pelaminan.Semua mata tertuju pada Namira dan Bonita. Mereka seakan meminta penjelasan. Mengapa sampai jam segini mempelai laki-laki belum datang? Bagaimana bisa bapak penghulu yang lebih dulu datang, sementara mempelai laki-laki tidak jelas keberadaannya?Bonita berkali-kali menghubungi Johan, tapi tidak ada jawaban. Dia mulai panik dan menangis. Maskara dan eye liner yang dia kenakan mulai luntur, menciptakan noda hitam di sekitar pipinya yang membentuk aliran air.Tidak hanya Bonita, para tamu yang datang juga merasa panik. Mereka sudah merasa tidak sabar untuk menyaksikan j
"Nafisa tahu Papa Johan ada di mana?" Melani bertanya lembut pada Nafisa. Nafisa terdiam. Dia menatap Melani ragu-ragu. Jangan sampai nenekmu dan mamamu tahu jika Papa ada di sini, Nafisa. Jika tidak, Papa akan dihukum. Terngiang-ngiang ucapan Johan di telinga Nafisa di malam setelah Johan kabur dari rumah dan menyusup ke rumah Nenek Karmila. Nafisa menundukkan kepala. Dia ingat saat semalam Johan tidur di kamarnya. "Mama, malam ini aku mau tidur sendirian. Boleh?" Ingatan Nafisa dan ingatan Melani berada pada kejadian tadi malam di rumah Nenek Karmila. Malam itu, Melani merasa heran dengan sikap Nafisa yang tidak biasa. Namun akhirnya dia menyetujui permintaan Nafisa. Dia meninggalkan Nafisa sendirian di kamar, sementara dia memilih tidur di kamar lainnya. "Mama harus pergi dulu, Nafisa." Melani mengusap lembut rambut ikal Nafisa. Tanpa menunggu jawaban Nafisa, dia memutuskan untuk pergi meninggalkan gedung pernikahan Bonita. Dia mengubah tempat yang ingin dia tuju. Da
Satu per satu tamu undangan di gedung pernikahan Bonita berdatangan, tetapi mempelai laki-laki belum juga datang.Bonita berdiri di pelaminan, hanya ditemani oleh Namira. Saat para tamu undangan memberi selamat padanya, dia hanya bisa memaksakan senyum. Di balik senyum itu, dia sedang menyembunyikan kekecewaan karena mempelai laki-lakinya belum juga memberi kabar.Para tamu undangan tidak ada yang tahu jika Bonita dan Johan belum melakukan janji suci. Hanya sebagian kecil yang mengetahuinya. Bonita dan keluarga sengaja menyembunyikan fakta itu agar tidak membuat malu nama keluarga.Pesta resepsi pernikahan hampir selesai, tetapi Johan belum juga datang. Nafisa mulai merengek mencari keberadaan mamanya, dan itu malah membuat Bonita curiga. Mengapa Johan dan Melani tidak ada pada saat yang bersamaan?“Kita akan mengantarmu ke rumah nenekmu, Nafisa.” Bonita memutuskan untuk mengantar Nafisa pulang. Tidak sendirian, melainkan mengajak Namira dan beberapa anggota keluarga.Saat Nenek Karm
"Kamu tidak apa-apa, Melani? Mantan suamimu itu tidak melukaimu, 'kan?" Nenek Karmila memeriksa seluruh tubuh Melani. Dia bernapas lega saat meyakini tidak ada luka di tubuh Melani. "Tidak apa-apa, Nek." Melani memaksakan senyum. Sejujurnya, hatinya yang sakit. Dia tidak suka semua orang menuduhnya macam-macam. Saat ini, semua orang menganggap dia berusaha menggagalkan pernikahan Bonita. Nenek Karmila dan Melani menghampiri Nafisa yang sedang bermain bersama pelayan. Tiba-tiba, mereka mendengar suara bel rumah berbunyi. Nenek karmila dan Melani saling berpandangan. Jangan-jangan, Bonita dan rombongannya kembali ke rumah ini lagi? "Biar Nenek yang membuka pintu. Kamu di sini saja. Temani Nafisa," ujar Nenek Karmila. Dia segera membuka pintu untuk melihat tamu yang datang. Nenek Karmila melotot melihat tamu yang datang. Seorang laki-laki setengah baya dan istrinya dengan sebuah bingkisan cantik di tangan mereka. Mereka adalah musuh bebuyutan keluarga Atmajaya. "Untuk apa kalian ke
Bonita ke luar kamar menghampiri Johan. Dia berkacak pinggang seraya melotot menatap Johan. Dia berharap, Johan akan berlari kepadanya dan memohon maaf. Namun, yang dilakukan Johan justru pergi ke luar rumah, meninggalkan pengantin baru itu.Johan mengendarai mobil membelah jalanan kota yang tidak terlalu ramai. Dia berada di area rumah Nenek Karmila dan menatap rumah megah itu dari kejauhan. Karena tidak mungkin masuk ke dalam rumah itu lagi, dia memutuskan untuk menyewa penginapan di depan rumah itu.Johan menempati kamar di sebelah kamar Evan. Tepatnya, kamar bekas ditempati Deon dan Aldo. Seperti yang sedang dilakukan Evan, dia sedang mengawasi rumah Nenek Karmila dari jendela. Dua laki-laki itu tampak terus mengawasi rumah Nenek Karmila hingga lampu di beberapa ruangan rumah Nenek Karmila padam yang menandakan bahwa malam sudah sangat larut.Esok harinya, seperti biasa, Evan menunggu kiriman makanan dari Desy. Saat seseorang mengetuk pintu kamarnya, dia bergegas melompat dan bers