Selena menoleh pada Damian dan menunjukkan ekspresi terkejutnya. Dan di belakangnya, sekarang ada banyak pria yang terlihat terkejut juga dengan kehadiran Selena. Itu membuat mereka terlihat pucat lantaran mereka tak menyadari kehadiran Selena di sekitar pintu utama, yang akan membuat mereka dalam masalah karena lengah mengawasi bagian dalam mansion.
Damian sendiri sekarang tak menunjukkan ekspresi senang atau kesal. Wajahnya datar dan menunggu Selena menjelaskan situasi saat itu. Dia melangkah mendekat dan melirik para bawahannya yang ada di belakang Selena itu.“Kenapa kau di sini? Kau tahu, ini cukup jauh dari kamarmu. Dan, bagaimana bisa kau sampai di sini tanpa disadari seorang pun?” Damian menatap Selena dari dekat.“Euh...” Selena menjadi sedikit gugup, apa lagi sebelum sampai di sini, dia mendapatkan bantuan dari salah satu bawahan Damian yang entah kenapa membantunya.“Apa saja yang kalian lakukan sampai-sampai tak menyadari dia sudah sampai di sini?” Damian menatapi para bawahannya.“Memangnya kenapa jika aku berniat kabur? Jelas aku ingin kabur. Pertama, kau memperlakukan aku dengan buruk. Kedua, aku benar-benar tak merasa ini semua ada hubungannya dengan aku. Aku tak seharusnya ada di sini,” balas Selena.“Lalu, tentu saja aku tak ketahuan. Jika aku ketahuan, aku tak akan sampai di sini, sampai akhirnya aku ketahuan. Orang kabur mana yang tak berhati-hati dalam pelariannya? Hanya orang bodoh,” lanjut Selena, mencicit Damian dengan kesal.Damian mengangkat satu alisnya. “Itu artinya, kau menyadari dirimu bodoh?”“Bukan begitu. Aku sudah cukup hati-hati untuk sampai di sini!”Entah kenapa, Selena terdorong untuk menjelaskannya. Mungkin karena pria yang barusan membantu dirinya. Pria itu bisa jadi—sudah pasti dapat hukuman jika ketahuan membantu tahanan kabur dengan memberitahu di mana pintu utamanya.“Bawa dia kembali ke kamar!” ujar Damian.Dan salah seorang bawahannya yang berbadan sebesar Damian mendekati Selena dan langsung meraih tubuh Selena naik ke salah satu pundaknya. Dia menggotong Selena seperti karung besar. Selena terkejut dan berusaha melakukan pemberontakan.“Hey, hey! Turunkan aku! Aku bisa berjalan sendiri! Hey!” jerit Selena saat pria itu berjalan mengikuti Damian sambil menggendongnya.Tiba di lorong kamarnya, terlihat seorang wanita dengan pakaian yang menawan bersandar ke salah satu tembok sambil memperhatikan kedatangan Damian. Seulas senyum terukir di bibirnya saat melihat Damian. Merry.Karena mendadak berhenti, Selena mengangkat kepalanya dan menoleh ke belakangnya, di mana Damian yang berjalan lebih dulu berhenti. Selena mengernyitkan dahinya saat melihat seorang wanita mendekati Damian dan mengecup bibirnya. Damian memberikan sedikit reaksi dengan melingkarkan tangannya di pinggang wanita itu.“Lepaskan aku!” jerit Selena karena merasa punya kesempatan.“Wah, wah... Suara gadis muda yang sangat nyaring.” Merry melirik Selena yang terlihat meronta.“Hey!” Selena terus memukul-mukul pria yang menggendongnya itu, dia terlihat berusaha keras walau tampaknya pukulan Selena bukanlah suatu masalah baginya.“Kali ini kau apakan dia?” tanya Merry.“Aku belum melakukan apa pun. Dia mencoba kabur dan sudah sampai di pintu depan. Sepertinya aku harus mengganti kamarnya, karena dia sudah tahu rute menuju pintu utama,” gumam Damian.“Kedengarannya bagus.” Merry tersenyum manis hingga matanya berbentuk bulan sabit.“Aku harus bicara dengannya dulu.” Damian berjalan lagi dengan dingin, meninggalkan wanita itu tanpa mengatakan hal lain lagi.Dan Selena dibawa ke kamarnya lagi. Dia dijatuhkan cukup kasar ke kasurnya. Dan pria yang menggendongnya itu kemudian berjalan keluar kamarnya, meninggalkan Damian dengan Selena, hanya berdua. Cara Selena menatap Damian menunjukkan perasaannya yang buruk.“Apa yang kau ingin bicarakan?” tanya Selena ketus.“Hubunganmu dengan Axel dulu sebaik itu, ya?” balas Damian seraya melonggarkan dasi yang dia pakai dan berjalan menuju sofa, kemudian duduk di sana.Selena mengangkat kakinya ke atas kasur dan menatap Damian sambil meneliti apa yang sebenarnya ingin dibicarakan oleh Damian. Damian memandang Selena balik, yang terlihat tetap waspada.“Tidak juga. Hubungan kami memang baik pada awalnya, hingga memburuk seiring waktu dan akhirnya berakhir. Kau masih berpikir jika aku berada di pihak Axel? Aku bisa saja berasa di pihakmu, tahu! Tapi, aku tidak berniat mempersulit hidupku dengan terlibat hal semacam ini,” cicit Selena.“Aku tidak akan mempercayai orang semudah itu, jika kau berpikir untuk memanipulasi pikiranku dengan berada di pihakku. Di mataku, kau berada di pihak Axel.”“Aku netral saja kalau begitu.” Selena menyilangkan tangannya.“Ngomong-ngomong, aku lupa menghukummu karena kau berusaha kabur.” Damian lantas bangkit dari tempat duduknya.Selena langsung melebarkan matanya. Tingkat kewaspadaan Selena perlahan meningkat naik. Dia terlihat sedang mengamati Damian juga, sedikit tegang atas suasana yang diciptakan oleh satu kalimat dari bibir Damian.“Dan, aku mendapatkan foto-foto ini. Foto-foto ini amat sangat menjelaskan hubungan kalian di masa lalu. Dan aku tidak yakin hubungan itu berakhir begitu saja. Axel bahkan sempat melamarmu. Itu tandanya, Axel mempercayaimu. Kau pasti tahu lebih banyak tentang pria itu.”Damian melemparkan foto-foto yang dia ambil dari rumah Selena. Dan foto itu langsung berserakan di atas kasur, dekat dengan Selena. Selena menatap foto-foto itu dengan gemetar. Lantaran jika pemikiran Damian seteguh itu, dirinya tak bisa mengelak.“Dari mana kau dapat foto-foto ini?” Selena mengambil salah satunya, dan membalikkannya, hingga dia bisa tahu jika foto itu punya ciri yang dia berikan.“Kau tahu dari mana aku mendapatkannya, kan?” Damian berdiri tepat di dekat Selena.Selena tertunduk menatapi foto itu. Foto di mana dirinya tersenyum sangat lebar saat bersama Axel. Pria tampan yang dulu membuat dia amat sangat takut untuk kehilangan. Kini, pria itu dibencinya karena telah menyeretnya pada hal yang tak dia ketahui.Tangan Damian terulur ke wajah Selena. Pria bertatapan dingin itu perlahan mengangkat wajah Selena, untuk menatapnya. Dan begitu Selena mendongkrak, ada kesedihan yang bisa Damian lihat di matanya.“Aku tidak penasaran bagaimana hubungan kalian berakhir. Karena menurutku, kalian masih berhubungan. Kau merindukannya? Kau mau segera menemuinya? Kalau begitu, ayo kita pancing dia keluar dari tempat persembunyiannya¡” Damian tersenyum.Damian lantas menarik dasinya hingga terlepas dan membungkuk mendekat pada Selena. Selena menarik punggungnya mundur untuk menjaga jarak.“Apa yang kau ingin lakukan?!” pekik Selena.“Masa kau tidak tahu. Seorang pria dan seorang wanita, di sebuah kamar... Kau berharap tidak terjadi sesuatu?” Damian mengangkat satu alisnya.Selena menepis tangan Damian dari wajahnya, wajahnya kini terlihat lebih garang.“Aww, lihat ekspresi kucing kecil ini...” Damian terkekeh.“Kira-kira, Axel akan membiarkanku begitu saja atau tidak, ya? Setelah aku menyentuhmu.”“Menyentuhku? Hey, kau jangan gila!” Suara Selena terdengar tercekat. Damian terkekeh geli dengan reaksinya Selena. Di matanya yang berkelibat cahaya, reaksi Selena cukup untuk memancing dirinya, untuk melakukan sesuatu yang lebih jauh. “Kenapa? Kau takut? Kau takut untuk mengkhianati Axel? Aku sangat penasaran, seberapa marah Axel jika tahu aku menyentuhmu. Dalam rencanaku dan perkiraanku, jika aku mengirimkan sedikit saya cuplikan antara kau dan aku... bercinta, dia pasti akan memberikan reaksi yang aku inginkan. Kau itu berharga di matanya, Selena. Seperti aku menghargai apa yang dia curi.” Damian terkekeh puas sambil melepaskan jas yang dia gunakan. Dan itu membuat Selena beringsut mundur untuk menjauhi Damian. Selena tahu betul apa yang akan dilakukan Damian. Rasa takut memenuhi hatinya. Bukan tentang mengkhianati Axel seperti yang Damian pikirkan. Meski sempat terpikirkan juga, mungkin Axel menghargainya selama ini. Itulah yang membuatnya takut. Axel, sang mantan pertama dan
Darah segar mengalir bahkan menetes mengenai seprai berwarna putih gading itu. Suara isak tangis Selena terdengar nyaring, mungkin bisa terdengar sampai keluar. Kelihatannya itu sangat menyakiti Selena, karena itu yang pertama bagi Selena. Wajah Damian terkaku. Dia tak bisa memberikan ekspresi tenang untuk situasi itu. Dia baru sadar atas apa yang dia lakukan beberapa detik lalu yang mengakibatkan Selena memekik kencang dan menangis saat ini. Gadis itu berhenti meronta, kelihatannya sesakit itu sampai tak ingin bergerak. Tangan Damian yang menyilangkan tangan Selena perlahan mengendur. Damian menegakkan tubuhnya dan memastikannya sekali lagi. Setelah melihatnya untuk kedua kalinya, tangan Damian tersapu ke salah satu sisi rambutnya. Menyapu halus rambutnya dan sedikit menariknya. “Ah, apa ini...” Damian bicara dengan suara pelan. Yang Damian pikirkan sekarang adalah perasaan baru saat dia hendak bersatu dengan Selena. Selena tak pernah melakuk
Damian keluar dari kamar Selena dan menatapi lorong yang sudah sepi. Dia kemudian menuju ke kamarnya yang terletak cukup jauh dari kamar para wanitanya. Dia meluangkan waktu untuk mandi dan membersihkan dirinya. Pikiran Damian masih berada di ranjang, bersama dengan Selena. Perasaan baru yang dia temukan dari Selena berhasil membuatnya merasa pusing selama berada di kamar mandi. Di bawah shower, dia mengguyur dirinya yang masih terasa panas dan bergairah. Hingga untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia harus menuntaskan hasratnya sendirian. Setelah membersihkan diri, dia hendak kembali ke kamar Selena. Entah apa yang dia pikirkan. Namun tanpa dia sadari, ada keinginan untuk tetap di sisi Selena selama sisa malam ini. Sebelum kembali, dia bertemu dengan tangan kanannya, Luca. Luca membungkuk memberi salam pada Damian. “Anda belum tidur? Di mana selama beberapa jam terakhir? Kami mencari Anda, terakhir kali seseorang mengantar Anda ke kama
Selena mengerang pelan seraya memejamkan matanya lagi. Matanya masih bengkak akibat menangis semalaman karena digempur Damian. Matanya masih terasa berat dan dingin. “Kau tidur lebih lama dari orang pada umumnya. Kau tidur hampir 10 jam,” komen Damian. Selena tak menjawab. Pikirannya kosong. Dia ingat dia telah terbangun beberapa kali. Namun karena tubuhnya terasa sangat lemas dan sakit, dia kembali mengistirahatkan dirinya. Dia tak ingin menatap Damian, dia masih ingat betul kejadian semalam yang membuat hatinya terasa sakit. Selena mendudukkan diri dengan hati-hati. Dan dia menyadari pakaiannya telah berganti. Dia tak penasaran bagaimana, karena dia berpikir Damian menyuruh pelayannya. Damian memperhatikan Selena. Ada yang berubah di wajah Selena. Tatapan Selena yang terkesan kosong dan sangat hampa. Dia juga lebih pucat. Benar-benar mengkhawatirkan. “Perlu bantuan?” Damian mengangkat satu alisnya, memperhatikan gerak-gerik Selena. Selena tak mendengarkan, dia menutup telingan
“Ada apa ini? Kenapa kau keluar dari sana? Sejak kapan kau di kamar gadis itu?” Merry menatap Damian, terlihat jelas dari raut wajah terutama matanya, dia sedang cemburu. “Aku tak punya waktu untuk menjawab, dia terluka.” Damian berjalan begitu saja melewati mereka dan membawa Selena menuju ke ruangan yang tempatnya agak jauh dari kamar Selena. Damian meninggalkan residu kebingungan di ruangan itu. Damian tak terlihat datang ke sana sejak pagi, itu berarti dia mungkin bermalam di kamar Selena. Dan kata bermalam cukup sensitif di sana. Damian tak pernah sekali pun bermalam di kamar salah satu para wanita simpanannya itu. “Tuan... bermalam di kamar Selena?” tanya Rose, dia terlihat ingin memperjelas hal tersebut. “Omong kosong! Dia tidak mungkin melakukan itu!” tegas Merry, menyangkalnya dengan cepat. “Ah, sayangnya kita baru saja melihatnya keluar dari sana, dengan membawa Selena yang terluka. Aku pernah terluka juga di depan Tuan tapi Tuan hanya bereaksi dengan memanggilkan dokte
Selena menatapi obat yang diberikan oleh dokter tersebut. Dia berkedip beberapa kali melihat beberapa bentuk obat yang disuguhkan padanya bersama dengan segelas air. “Minum itu! Kau tidak ingin hamil begitu saja, kan? Pertama, kau terlalu muda. Kedua, kau baru melakukannya sekali. Bukankah kau bahkan belum menikmatinya dengan benar?” Damian tersenyum menggoda Selena yang segera mengambil satu persatu butir obat tersebut dan meminumnya. Damian memperhatikan sambil menyilangkan tangan di depan dada. Saat Selena meliriknya dengan tajam, Damian mengalihkan pandangan matanya ke sekeliling. Setelah meminum semuanya, Selena terdiam di sana. Dia menatapi kakinya yang terurai dari bangsal, belum menyentuh lantai. Dia menggerakkan kakinya dengan perlahan. “Kapan terakhir kali menstruasi?” tanya dokter itu untuk mencatat sesuatu. “Minggu lalu,” jawab Selena sambil menatap dokter itu. “Oh, itu cukup buruk jika kau tidak segera meminum obat kontrasepsi, kemungkinan kau mengalami kehamilan cu
Damian menatap Selena dengan perasaan tidak senang. Ucapannya tentang segera melakukan penukaran entah kenapa membuat suasana hatinya berubah. Semula, memang itu yang dia inginkan. Namun, di hadapannya ini ada sosok lemah yang menyenangkan. “Berhenti menangis, sekarang!” titah Damian. Selena tentu tak bisa menghentikan tangisannya begitu saja. Dia tetap meneteskan air matanya. Suara isak tangisnya justru terdengar lebih kencang. Tangannya juga tak tinggal diam, terus mengusap air matanya yang tak berhenti mengalir. Damian tahu itu tak akan berhasil dan mendengus. Dia juga tak mau secara terang-terangan mengakui jika dia menginginkan Selena untuk lebih lama di sisinya. Dan pikirannya memunculkan satu cara yang pasti untuk membuat Selena berhenti menangis dan membuatnya lebih nyaman. Tangan besar itu terukur ke sisi wajah Selena dan mengangkatnya. Selena menatap Damian, mata ke mata. Damian bisa melihat ekspresi sedihnya Selena. Sepertinya apa yang dia katakan pada Selena memberatka
“Axel belum kunjung memberikan reaksi.” Damian berdiri sambil memandang keluar jendela ruang kerjanya. Dia menatapi bagaimana orang-orang yang merupakan bawahannya bekerja di bawah sana. Mereka terlihat sangat sibuk. Memikirkan tentang Axel membuatnya harus memikirkan Selena juga secara tak langsung. Gadis yang sedang dia tahan di mansionnya, yang tak ingin dia lepaskan dengan mudah karena menemukan sesuatu yang hanya bisa dia dapatkan dari Selena. Ekstasi baru membuatnya enggan melepaskan sosok Selena. “Kita tunggu saja,” ucap Damian. Orang suruhan di belakangnya itu hanya bisa mengangguk dan membungkuk sebelum dia meninggalkan ruangan. Meninggalkan Damian sendiri. Dan begitu sendirian, Damian melemparkan tubuhnya ke kursi kantornya sambil mendengus pelan. “Apa yang sebenarnya aku pikirkan?” gumamnya lagi, terdengar lebih frustasi. Damian mengeluarkan handphonenya, dan menatapinya cukup lama. Hingga dia membuka galeri handphonenya, di mana video panasnya dengan Selena ada di s